Oleh : Novi Yanti
Kasus murid berlaku “kurang ajar” kepada gurunya sudah sering terjadi sampai viral di media sosial. Seperti kejadian baru – baru ini, seorang guru SMK Ichtus, Manado, Sulut, Alexander tewas dalam penanganan medis setelah ditikam muridnya berinisial F, yang tak terima ditegur karena merokok di lingkungan sekolah. Sebelum tewas guru tersebut sempat dikeroyok bersama teman – teman F itu.
Kabar ini tentu sangat mengejutkan untuk kita semua. Seorang guru itu bukannya dihormati sebagaimana mestinya, ini justru mendapat perlakuan yang sangat tidak pantas. Padahal seorang guru itu telah memberikan banyak pelajaran hidup untuk kita.
Saat ini pendidikan sangat melekat dengan berbagai bentuk pendidikan yang berbasis kebebasan dengan orientasi materi/duniawi semata. Sangatlah tidak heran, tumbuhnya pendidikan-pendidikan yang jauh dari nilai-nilai agama, campur baur antara pelajar laki – laki dan perempuan, seragam yang menampakan aurat dan kurikulum – kurikulum yang tidak menyentuh ruhani yang begitu dominan di dalam dunia pendidikan. Sekalipun ada sekolah berbasis Islam, tetapi konsep pemisahan antara agama dengan kehidupan duniawi (sekuler) masih sama dengan sekolah umum. Karena kebanyakan profesi guru hanya dijadikan salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan semata. Bahkan istilah guru itu sebagai pendidik kini tidak berlaku lagi.
Sistem pendidikan yang diterapkan dalam institusi pendidikan saat ini adalah sistem pendidikan sekuler. Dimana kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum sekuler yang pondasinya adalah memisahkan agama dari kehidupan. Artinya, materi dan metode pengajaran pendidikan agama Islam didesain untuk menjadikan Islam sebagai pengetahuan belaka.
Di sisi lain, jam mata pelajaran pendidikan agama dirancang sangat minimalis, tiga ataupun empat jam dalam satu minggu. Sehingga pelajar muslim akan jauh dari Islam. Akibatnya, Allah SWT dipahami sebatas gagasan kebaikan sebagaimana pandangan Barat terhadap konsep ketuhanan. Para pelajar tidak akan sampai pada pemahaman konsep keridhoan Allah SWT sebagai standar kebahagiaan tertinggi yang harus diraih.
Di dalam aspek kemashlahatan menduduki posisi lebih tinggi daripada konsep halal dan haram dalam menstandarisasi aktivitas. Di samping itu, Islam hanya dipahami sebagai agama yang mengatur urusan akhirat, bukan sebagai sistem kehidupan yang mengatur dan memberikan solusi atas setiap persoalan kehidupan manusia.
Maka lahirlah generasi yang hanya memikirkan dunia semata, yang tujuan hidupnya adalah mengejar materi. Berlomba dalam ekstensi diri dalam berbagai lomba yang tidak mendidik, bahkan berlomba dalam bermaksiat.
Seperti berlomba dalam hal pacaran, balapan, berkeIahi, gaya hidup, pakaian, dan sebagainya. Ini adalah nilai buah dari pendidikan sekuler.
Dengan demikian, output dari pendidikan sekuler ini adalah menghasilkan generasi yang gersang akan iman tapi generasi sekuler yang menjadikan materi adalah segalanya. Remaja saat ini bukan untuk disiapkan menjadi pemimpin masa depan, tetapi remaja yang dijadikan sebagai “pabrik buruh” yang mencetak para buruh murah yang menjadi “budak” kapitalis.
Seperti pernyataan dari Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan bahwa “Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, SDM siap kerja, siap berusaha, yang link and matched antara pendidikan dan industri,” ucapnya.
Di dalam sistem pendidikan yang saat ini ada enam literasi dasar yang sangat berperan dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari.
- Literasi Baca Tulis
Literasi Ini meliputi kemampuan untuk memahami isi teks tertulis, baik itu yang tersirat maupun yang tersurat, dan menggunakannya untuk mengembangkan pengetahuan serta potensi diri.
Berdasarkan data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), PISA 2015, rata-rata nilai membaca siswa Indonesia yang berumur 15 tahun yaitu 397. Rata-rata tersebut berada di bawah negara Peru yang memiliki rata-rata 398.
Sedangkan, penelitian PISA dengan sampel seluruh provinsi di Indonesia, rata-rata nilai membacanya 489. Angka tersebut cukup bagus untuk rata-rata membaca siswa.
”Hasilnya penelitian PISA, dari interval 200-800, rata-ratanya 489. Artinya, tingkat kemampuan anak Indonesia 61%. Sampel diambil dari seluruh provinsi. Tiap provinsi diambil dua kabupaten perdesaan dan perkotaan. Dalam satu kabupaten diambil sepuluh sekolah. Jadi, jumlahnya 289 sekolah,” tambah Dadang Sunendar.
- Literasi Numerasi
Literasi ini adalah numerasi. Numerasi dan matematika merupakan dua hal yang berbeda. Perbedaan terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan.
Menurut penelitian pada 2010 oleh Guru Besar Matematika Universitas Gadjah Mada, Widodo, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan matematika dianggap sulit.
Pertama, faktor buku, tak banyak ihwal matematika terbitan Indonesia menyajikan soal dalam bentuk konteks. Hasilnya, matematika terasa abstrak dan sulit dipelajari.
Alasan kedua, 11,35% guru matematika tak memiliki kompetensi pengajaran yang memadai. Sehingga, saat siswa bertanya, guru tidak mampu menjawab.
Ketiga, pola pikir (mindset) bahwa matematika itu sulit. Mindset tersebut telah ditanamkan sejak kecil. Akibatnya, mucul persepsi dan perilaku bahwa matematika sulit dan tidak menyenangkan.
- Literasi Sains
Literasi ini mencakup kecakapan memahami fenomena alam dan sosial di sekitar kita termasuk hal dasar yang wajib dikuasai. Selain itu, juga mencakup kecakapan mengambil keputusan yang tepat secara ilmiah.
- Literasi Finansial
Literasi finansial ini mencakup pengetahuan dan kecakapan mengaplikasikan pemahaman konsep, risiko, keterampilan, dan motivasi dalam konteks finansial.
Hal ini penting untuk mendidik masyarakat agar sadar dan paham pengelolaan keuangan secara bijak serta sesuai kebutuhan.
- Literasi Digital
Literasi digital merupakan kecakapan menggunakan media digital dengan beretika dan bertanggung jawab untuk mendapat informasi serta berkomunikasi. Kini literasi digital berperan penting dan menjadi masalah dasar dalam kehidupan. Hal itu membuat masyarakat mampu berkomunikasi lancar dengan lebih banyak orang.
- Literasi Kebudayaan dan Kewargaan
Literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sedangkan, literasi kewarganegaraan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Dalam Islam, pendidikan adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki,
(1) Kepribadian Islam
Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya adalah dengan menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa. Pada tingkat TK-SD materi kepribadian Islam yang diberikan adalah materi dasar karena mereka berada pada jenjang usia menuju balig. Artinya, mereka lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan keimanan.
Barulah setelah mencapai usia baligh, yaitu SMP, SMU, dan PT materi yang diberikan bersifat lanjutan (pembentukan, peningkatan, dan pematangan). Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya dengan syariat islam. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimilikinya telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan kepada Allah SWT.
(2) Menguasai pemikiran Islam dengan andal
Tsaqâfah (pemikiran) Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah Islam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini diberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan. Pemberian materi tsaqâfah Islam sebagaimana dikemukakan di atas diberikan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan dan daya serap peserta didik dari TK sampai PT.
(3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK);
Kurikulum dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. Ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu (formal). Di tingkat perguruan tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya, materi tentang ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Materi ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan cacat-celanya dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
(4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Dalam proses pendidikan keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional. Agar profesional, guru harus mendapatkan: (a) mengayakan guru dari sisi metodologi; (b) sarana dan prasarana yang memadai; (c) jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional.
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah SAW bersabda:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya. Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Negara, paling tidak harus:
- Membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
- Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan, laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
- Mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan; mendorong para pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
- Menyediakan sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan penerbitan yang dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.
- Mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televis—walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.
- Melarang jual-beli dan ekspor-impor buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam; termasuk melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
- Menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan Islam, lalu dimuat di surat kabar dan majalah.
- Melarang seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio dan televisi yang sifatnya rutin milik orang asing beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Oleh kerena itu Di bawah kepemimpinan khilafah lah pendidikan tinggi dan riset di negeri ini beserta negeri-negeri muslim lainnya akan menjadi mercusuar yang mencerdaskan dan mensejahterakan dunia, Bahkan hak – hak siswa akan terpenuhi karena sesuai dengan fitrah dan juga dapat terwujudnya kesejahteraan para guru termasuk hak finansial sebagai generasi pemimpin peradaban cemerlang. Sementara para insan akademik benar-benar berada dalam kemuliaan yang Allah janjikan, “..niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara mu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…”. (Terjemah Quran Surat Al Mujadalah, Ayat 11). ***
Wallahualam bishawab