Bagindo Togar: Lebih Baik Naikkan Tunjangan daripada ada Uang Ketok Palu

0
482

Kliksumatera.com, PALEMBANG- Kisruh mengenai proses Banggar di DPRD Sumsel membuat Pengamat Politik Bagindo Togar angkat bicara. Menurutnya permasalahan yang terjadi apakah di sisi teknis, konten, komunikasi atau politis. Hal tersebut disampaikan oleh Bagindo Togar di ruangan media center Humas DPRD Sumsel Kamis (12/12/2019).

Menurut Bagindo, ada 4 hal yang berkemungkinan terjadi apakah di sisi teknis, konten, komunikasi atau politis. Jangan sandera kepentingan rakyat saya khawatir ketika mereka harmonis mulai mengadakan sinkronisasi antardua lembaga ini kenapa akhirnya mereka sinkron dan akhirnya harmonis yang kita tidak harapkan motivasi dan latar belakang mereka inisiatif mereka untuk sepakat jangan sampai mengurangi atau menurunkan kepentingan rakyat.

Eksekutif di satu sisi dan legislatif di satu sisi mempunyai kepentingan masing- masing yang berbeda hal tersebut yang membuat adanya perbedaan dan akhirnya tidak terjadi kesepakatan.

”Akan tetapi ketika mereka sepakat mulai mengadakan sinkronisasi dan harmonisasi diharapkan bukan karena mengorbankan kepentingan rakyat Sumsel. Kalaupun mereka bersama-sama berjuang untuk mengedepankan kepentingan masyarakat mempunyai komitmen yang kuat untuk memperjuangkan nya kepentingan- kepentingan dan pembangunan masyarakat,” ujarnya.

Yang terjadi di antara kedua lembaga tersebut ada 4 hal tadi atau ada muatan politisnya terlalu kental berdasarkan asumsi.

Apakah ada muatan politis di tahun 2023-2024 kan kita tidak tahu apakah legislatif ada kepentingan sudah sekian banyak mengeluarkan cost politik yang terlalu besar atau dikenal dengan Riten of Investment mau dikembalikan atau hanya semata-mata untuk memperjuangkan kepentingan parpolnya saja membawa kepentingan parpol yang belum terakomodir. ”Sehingga mereka mencoba untuk membuat jarak dengan eksekutif dan saya tidak berburuk sangka akan tetapi aku yakin ada 4 hal tadi nah tinggal konsentrasinya di mana yang paling dominan. Apakah ada aspek teknis, apakah aspek konten, apakah aspek komunikasi, dan apakah ada aspek politis di sana,” cetus Togar.

Mengenai adanya isu tentang kenaikan tunjangan untuk anggota DPRD Sumsel, Bagindo mengomentari bahwa legislatif kan baru setahun nanti dulu lah.

Karena tradisi ini mungkin tidak terlalu melanggar karena kalau melanggar wajar pihak legislatif untuk mematuhinya tapi kalau ada dasar hukumnya sepanjang itu terukur dan tidak mengganggu politik anggaran dan perimbangan keuangan di daerah ini.

Hal tersebut lah yang menurunkan tensi politik dan tensi kepentingan nya sehingga ada titik temunya. ”Akan tetapi dengan catatan mereka menurunkan tensi politik nya semata-mata untuk kepentingan rakyat yang di mana itu tertuang dalam APBD tahun anggaran 2020 dan seterusnya. Mengenai wajar atau tidaknya tunjangan tersebut di naikkan kita bisa lihat selama ini wajar atau tidak apa selama ini ada regulasi yang ditabrak,” papar Bagindo lagi.

Asal kan sudah sesuai dengan regulasi yang ada, dan pihak legislatif jangan memaksakan gitu lho. Toh akhirnya mereka juga yang akan menjadi korban nya nanti, sepanjang untuk menunjang kinerja mereka dan komitmen mereka dan tidak melanggar norma keberadaan undang undang dengan peraturan yang mengatur tentang keberadaan DPRD Provinsi Sumatera Selatan.

Tradisi Uang Ketok Palu sudah mulai ada perubahan paradigma di legislatif kita, seperti halnya di Provinsi DKI, Sulsel, dan Sumsel.

Sudah mulai ada pergeseran nilai- nilai di tataran legislatif seperti halnya di Sulawesi selatan, DKI Jakarta yang mulai menonjol dan sekarang di Provinsi Sumatera Selatan mungkin ini Menjadi Barometer untuk Daerah daerah lain yang ada di Indonesia.

Menurut Bagindo lebih baik naikkan tunjangan daripada ada Uang Ketok Palu, itu kan yang menikmatinya rame-rame kan.

”Kalaupun untuk saat ini saya jujur saja sudah mulai mensyukuri karena wakil rakyat kita saat ini sudah mulai kritis, berani dan menjalankan fungsinya. Yaitu fungsi pengawasan, legislasi dan budgeting itu kan sudah berjalan. Namun bagi orang luar DPRD ini punya kepentingan ya silakan saja akan tetapi sesungguhnya kita sudah 20 tahun sudah ada tradisi ini sampai tahun 1999 tidak mungkin terjadi hal ini,” urainya.

Kita ingat di Zaman Orde Baru dan tidak akan mungkin karena di Zaman Demokrasi yang luar biasa perkembangan nya ini ala liberal makanya mulai ada kesetaraan antarlembaga yang ada dalam tatanan demokrasi ini.

Laporan          : Andrean
Editor/Posting : Imam Ghazali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here