
Oleh : Ummu Athiyyah
Kasus virus antraks di Gunungkidul bermula saat warga menggali kubur sapi yang positif antraks lalu memakan dagingnya. Padahal sapi itu telah dikuburkan oleh Pemerintah Daerah. Akibatnya, puluhan warga terpapar penyakit antraks. (Tribunjatim.com, 8 Juli 2023).
Diceritakan bahwa warga menggali kembali salah satu sapi yang sakit tersebut dan memakannya. Sehingga warga yang memakannya terkena penyakit antraxs dan tiga diantaranya meninggal.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa daging bangkai sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi masyarakat, karena berbagai risiko virus dan penyakit yang mungkin saja ditularkan kepada mereka yang mengonsumsinya.
Tidak peduli apakah hewan itu mati karena sakit, terkena virus, mengalami hal-hal nahas seperti kecelakaan atau bencana alam, ataupun alasan yang lain. “Hewan kalau mati bukan karena disembelih harus ditelusuri matinya kenapa?
Apakah hewan-hewan ini matinya sial ketabrak (berarti) dia bebas penyakit? Pernah vaksinasi?” kata dr. Tan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/12/2019).
Hal itu dikarenakan hewan yang mati meskipun kondisi terakhir terlihat baik-baik saja tidak bisa menjamin apapun ketika akhirnya diolah dan dijadikan hidangan untuk anggota keluarga.
Bagi Kesehatan Manusia
Penyakit anthrax dapat mengancam hewan ternak dan bersifat zoonosis. Anthrax disebabkan oleh Bacillus anthracis (bakteri), sehingga jika tertular pada manusia sebenarnya dapat disembuhkan bila belum terlambat. Tetapi jika antraks yang tidak segera mendapatkan penanganan atau tidak ditangani bisa berujung pada komplikasi serius, bisa mengakibatkan peradangan yang terjadi pada selaput otak dan tulang belakang atau minginitis.
Manusia dapat tertular anthraks melalui kontak hewan terinfeksi atau menghirup spora anthraks.
Hukum Memakai Bangkai
Dalam Islam kita sudah mengetahui bahwa memakan bangkai hukumnya Haram. Hukum tersebut telah ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 173 dan surat Al-Ma’idah ayat 3.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 173, Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيْرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah: 173).
Al-Baqarah Ayat 168: Perintah memakan yang halal dan baik. Sedangkan dalam surat Al-Maidah ayat 3, Allah SWT juga menerangkan beberapa makanan yang diharamkan, sebagaimana dalam firman-Nya dikatakan:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلْمُنْخَنِقَةُ وَٱلْمَوْقُوذَةُ وَٱلْمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS Al-Ma’idah: 3)
Pelarangan memakan bangkai dalam Al-Quran memiliki hikmah dan manfaat yang nyata dalam menjaga kesehatan dan kebersihan. Makanan yang kita makan wajib halal dan juga baik bagi kesehatan.
Kasus yang terjadi di Gunungkidul, dimana masyarakat terjangkit penyakit antraks karena memakan bangkai hewan, menjadi bukti nyata tentang betapa pentingnya mengikuti perintah Allah yang tercantum dalam Al-Quran. Melalui larangan ini, kita diajarkan untuk menjaga kesehatan, kebersihan, dan meningkatkan ketaatan kepada Allah sebagai motivasi dari iman dan ketakwaan kita.
Islam agama yang sempurna. Islam mengatur seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Sistem Islam akan menjamin rakyat hidup sejahtera dan terdidik sehingga paham aturan agama maupun aturan terkait dengan kesehatan dirinya. Tentunya Sistem Islam butuh peran Negara untuk pelaksanaannya. Negara juga harus menindak tegas pelaku dari budaya brandu, sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan budaya tersebut. Tanpa peran dari negara sungguh suatu keniscayaan untuk mewujudkannya. Karena dalam Islam seorang pemimpin bertugas meriayah suunil ummah. Dengan berpegang kepada Al Quran dan Hadits juga menerapkannya secara sempurna ke seluruh aspek kehidupan.
Wallahualam bishawab
