Oleh: R Beningsukma (Anggota Komunitas Muslimah Peduli Generasi)
Dek.. Alhamdulillah sudah dapat seragam sekolah nya…, Ma adek mau sekolah tapi adek dak mau pakai masker…. (demikian isi curhatan emak-emak di group Wa) jadi turut prihatin.
Tahun ajaran baru akan segera dimulai, akan tetapi kita mengetahui bersama bahwasannya positif wabah Corona masih terus meningkat, virus ini juga bukan hanya menyerang sistem imun orang dewasa akan tetapi anak-anak juga diserang. Ketika sekolah dibuka dikhawatirkan mengancam kesehatan anak-anak. Retno mengungkapkan dari data kementerian kesehatan terdapat sekira 831 anak yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). Usia anak yang tertular itu berkisar 0-14 tahun [nasional.okezone.com].
Dari data-data yang diperoleh kita bisa melihat bahwa rata-rata yang terserang Covid-19 adalah anak-anak TK, SD, bahkan SMP. Di usia seperti ini anak-anak masih butuh perhatian yang lebih serius dalam urusan kesehatan dari orang tua. Mereka belum bisa sepenuhnya mengontrol diri mereka sendiri. Apalagi psolologis mereka berubah ketika wabah Covid-19 ini.
Anak-anak harus berupaya keras untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Lingkungan yang dimana dipaksakan menggunakan masker, menjaga jarak dengan teman apalagi tidak bersalam-salaman sesama mereka. Bagi anak-anak yang penurut akan sedikit lebih mudah untuk mengontrol mereka. Bayangkan saja kalau terjadi pada anak-anak yang nakal dan sering melawan perintah orang tuanya. Apa yang akan terjadi?
Bila anak-anak masuk sekolah saat masa pandemi, apakah bisa menjamin anak-anak menggunakan masker sepanjang waktu di sekolah. Orang dewasa saja terkadang mengeluh sesak napas saat menggunakan masker, apalagi anak-anak. Apakah orang tua juga bisa menjamin anak-anaknya tidak bermain bersama teman-temannya, kejar-kejaran, sampai pakaian dan masker tak layak digunakan lagi. Wajar jika anak-anak melakukan hal demikian, karena selama ini mereka hanya terkurung didalam rumah saja. Sehingga anak-anak yang penurut pun berpeluang melakukan hal demikian untuk membalas rasa jenuhnya selama ini. Apalagi psikologi anak-anak kan pendendam, jadi hal ini wajar mereka lakukan.
Kita tidak serta-merta menyalakan anak-anak, akan tetapi yang harus dikritisi adalah kebijakan daripada pemimpin di Negeri ini. Karena pada dasarnya karakter anak-anak sudah sewajarnya seperti ini. Yang patut ditanyakan adalah kenapa sehingga jalan tengah ini diambil dengan mengorbankan generasi penurus Bangsa ini? Iya, kembali lagi kepada karakteristik daripada kepemimpinan kapitalis.
Indonesia diprediksi akan kehilangan generasi emas, penerus tongkat estafet di Negeri ini. Karena hari ini kebijakan yang diambil seakan-akan menjadikan generasi penerus sebagai tumbalnya. Padahal sebenarnya perekonomian di Negeri ini akan terus mengalami krisis jika SDM menjadi korban dalam kebijakan penanggulangan pandemi global ini.
Kebijakan yang diambil penguasa saat ini terlihat sekuler, jauh dari agama. Karena yang dikorbankan adalah nyawa manusia demi meningkatkan perekonomian. Perekonomian bisa diperbaiki akan tetapi orang yang sudah meninggal tidak bisa dihidupkan kembali. Inilah potret sistem yang aturannya berdasarkan hawa nafsu semata. Padahal jika kita ingin ada sistem yang lebih mulia yang akan mengatur kehidupan kita hari ini, yang aturannya datang dari Sang Pencipta. Allah SWT berfirman, yang artinya “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah[5]: 50).
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Baik sarana dan prasarana semua negara yang menjamin, terutama pada masa pandemi seperti sekarang ini. Nyawa generasi menjadi prioritas utama. Satu nyawa kaum muslimin itu sangatlah berharga. Dari al-Barra’ bin Azib RA, Nabi Saw bersabda, yang artinya: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah SWT dibandingkan terbunuhnya seorang mikmin tanpa hak,” (HR. Nasai 3987, Thirmizi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Oleh karena itu, Marilah bersama kita berjuang tegakkan kembali ‘izzul islam wal muslimin yang akan memberikan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat. ***
WalLahu a’lam ash-shawab.