Dilema Kesehatan dan Ekonomi Bagi Pedagang Pasar di Kala Pandemi

0
270

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST

Ketua Bidang Keanggotaan DPP IKAPP, Dimas Hermadiyansyah mengatakan, saat ini terdapat 13.450 pasar tradisional yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air.

Sebanyak 12,3 juta orang tercatat menjadi pedagang di pasar tersebut. Angka itu belum termasuk para pemasok barang, PKL, kuli panggul, serta jejaring rantai di pasar tradisional.

“Kami DPP IKAPPI mencatat data kasus Covid-19 di pasar seluruh Indonesia adalah 529 ditambah laporan terbaru yang kami terima dari Sumatera Selatan ada 19 temuan baru kasus Covid di Pasar Kebun Semai Sekip Palembang. Jadi total kami mencatat perhari ini Positif Covid-19 di pasar sebanyak 529 orang dan yang meninggal sebanyak 29 orang,” ujar Dimas dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2020).

Pasar memang tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi cluster sangat tinggi. Sementara di satu sisi kita memahami bahwa pasar menjadi nadi perekonomian rakyat karena bagian dari mata rantai pasok yang vital.

Oleh sebab itu, pemerintah melakukan pembukaan kembali pasar menjadi prioritas akan tetapi pengawasan dan penegakkan protokol kesehatan di wilayah ini harus dilakukan ketat.

Segala cara dilakukan pemerintah agar pasar bisa beroperasi kembali. Sejumlah pihak mengingatkan bahwa penanganan pasar berbeda dengan tempat lainnya dalam mencegah penyebaran Virus Corona (Covid-19).

Pasar mempunyai karakter yang berbeda dalam memastikan penerapan protokol kesehatan. Pasalnya, aktivitas di pasar tidak hanya dari manusia ke manusia melainkan melibatkan barang dan uang.

Pendekatan penanganan pasar beda dengan pendekatan penanganan sekolah, perkantoran, dan juga kawasan industri. Pasar itu ada karakter yang berbeda. Pertama itu ada penjual dan pembeli. Jadi ada orang, ada barang, dan ada uang.

Seharuan Dinas Kesehatan untuk melakukan pendekatan yang berbeda kepada para pedagang dan pembeli dalam memastikan pencegahan Covid-19.

Pembeli itu tidak terdata, dan cara melakukan mitigasi kepada penjual jangan mendatanginya di pasar. Periksalah di rumahnya dan juga lakukan secara persuasif untuk melakukan protokol kesehatan.

Apalagi melakukan rapid test massal di pasar. Pemeriksaan massal dengan mendatangkan ambulans di pasar akan mengakibatkan resistensi hingga penolakan dari para pedagang.

Belum lagi penerapan sistem lapak ganjil genap tak akan efektif menyetop penyebaran Virus Corona di pasar tradisional, namun para pedagang mengaku tak ada pilihan lain selain membuka tokonya demi perputaran roda ekonomi.

Para pedagang di pasar mengaku meski tempatnya berdagang kini menjadi kluster penyebaran virus, itu tak menyurutkan niatnya untuk mencari nafkah demi sesuap nasi.
Rasa khawatir pasti ada tapi mau apa lagi. Kalau nggak jualan, mau makan apa.

Ini semakin menegaskan pemerintah tidak cukup menyediakan sarana tes dan himbauan agar patuh, tetapi juga butuh pendekatan agar sadar protokol sehat, pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan sehingga rakyat tidak memaksakan untuk berjualan yang beresiko besar terhadap sebaran virus. Serta harus ada sanksi tegas yang dijalankan oleh aparat setelah edukasi memadai.

Seharusnya dalam menangani wabah harus ada kerja sama antara pemerintah dengan rakyat sehingga wabah segera dapat diselesaikan. Hal ini susah terjadi jika tatanan kapitalisme yang diadopsi oleh pemimpin ini di mana negara mengharamkan untuk menanggung kebutuhan hidup seluruh warga sekali pun dalam kondisi krisis.

Dalam sistem kapitalis rakyat harus miskin terlebih dahulu sehingga mereka dinilai layak untuk mendapatkan bantuan dan jaminan yang diberikan pun sifatnya hanya sementara. Parahnya lagi rakyat harus melewati serangkaian prosedur hanya untuk membuktikan bahwa mereka adalah kelompok yang layak mendapat bantuan

Sistem Islam dalam Memenuhi Hak Rakyatnya

Dalam sistem Islam yaitu khilafah, sekalipun tidak terjadi wabah, khalifah atau pemimpin wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya baik rakyat itu muslim ataupun nonmuslim, kaya atau miskin.

Hal ini berdasarkan tugas utama khalifah adalah sebagai periayah (pelayan) umat. Khalifah akan bertanggung jawab menjamin dan melayani semua keperluan rakyat bukan regulator seperti pemimpin kapitalis saat ini.

Sistem Khilafah akan menjamin secara tidak langsung pemenuhan kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat luas. Hal tersebut bukan utopis sebab dalam sistem khilafah sumber daya alam mutlak adalah kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan haram diserahkan kepada pihak swasta atau privatisasi.

Pengelolaan yang mandiri oleh negara inilah yang berpotensi membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas. Karena bisa dipastikan lapangan pekerjaan diutamakan bagi rakyat bukan bagi tenaga kerja asing. Jika terpaksa menggunakan tenaga asing pun mereka adalah yang benar-benar tenaga ahli dibidangnya dan saat itu di dalam negara khilafah belum ditemukan yang seahli seperti dia. Bukannya mendatangkan tenaga buruh asing seperti saat ini.

Adapun hasil keuntungan dari sumber daya alam wajib dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk langsung yaitu berupa jaminan terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan secara murah bahkan bisa gratis, pembangunan infrastruktur, dan hajat publik lainnya.

Menurut Abu Abdullah dalam bukunya Emerging World Order The Islamic State, khilafah masa depan memiliki atau menguasai 72 % cadangan minyak bumi di antaranya di Arab Saudi 19,407 %, Iran 9,88 %, Irak 8,34 %, dan sisanya di negeri-negeri muslim yang lain. Dari sisi produksi pada tahun 2009 dunia islam menguasai 48,5 % dari produksi minyak dunia. Gas memiliki cadangan 107,75 trilliun meter kubik atau 61,45 % total deposit gas dunia. Uranium memiliki 22,6 % deposit uranium dunia. Biji besi memiliki 17,23 % cadangan di dunia.(Al-Wa’ie edisi sya’ban 1-30 April 2020, hal. 17).

Bayangkan jika kekayaan Sumber Daya Alam tersebut dapat dikuasai dan dikelola negara khilafah tanpa mengambil keuntungan demi kesejahteraan seluruh manusia di muka bumi ini. Dan bukan dikuasai oleh negara-negara penjajah baik secara langsung maupun melalui korporasi-korporasi mereka seperti saat ini. Pasti sistem khilafah akan berhasil mensejahterakan rakyat. Sistem Khilafah benar-benar akan menjamin untuk dapat terpenuhinya segala kebutuhan pokok rakyatnya.

Apabila terjadi wabah khalifah akan menetapkan lockdown. Masyarakat yang berada di dalamnya dilarang keluar wilayah dan yang di luar wilayah dilarang masuk wilayah yang terkena wabah.

Dengan mekanisme lockdown ini wilayah di luar wabah tetap bisa melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana biasanya. Sehingga mereka bisa ikut menyuplai kebutuhan pangan wilayah terdampak wabah, menyuplai masker, APD, dan lain-lain.

Dengan demikian negara bisa fokus menyelamatkan pasien terdampak di dalam wilayah wabah dengan konsentrasi penuh. Adapun kebutuhan setiap individu rakyat terdampak wabah baik berupa kebutuhan logistik atau obat obatan medis dan keperluan lainnya otomatis ditanggung oleh khalifah.

Masyarakat pun akan mendapat edukasi penanganan dan pencegahan wabah baik melalui media televisi, medsos, selebaran, poster ataupun berbagai penyuluhan dari puskesmas hingga masuk ke RT RT. Sehingga meminimalisir penularan di daerah wabah dan mencegah penularan di luar daerah wabah.

Khilafah tidak akan membedakan miskin ataupun kaya. muslim ataupun nonmuslim hanya sekedar agar mendapat bantuan dari pemerintah. Alhasil kebijakan dengan mekanisme seperti ini akan membuat rakyat merasa aman dan percaya terhadap Khalifah.

Oleh karena itu untuk mengembalikan kedaulatan umat atas kekayaan sumber daya alam yang mereka miliki, harus ditempuh dengan menegakkan kembali khilafah. Karena itu pula jika saat ini ada penolakan terhadap penegakan negara khilafah dan kriminalisasi ide khilafah yang dilakukan oleh rezim di negeri-negeri Islam, bisa diduga kuat bahwa di belakang mereka adalah para kapitalis dan negara-negara penjajah yang khawatir kehilangan mata pencarian mereka. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here