
Oleh : Rizkika Fitriani
Gelar sarjana yang dianggap sebagai pintu menuju masa depan cerah, namun faktanya dilapangan berkata lain, banyak luluraan universitas di Indonesia masuk dalam lingkaran pengangguran. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495.143 orang, dan angka ini melonjak secara drastis menjadi 981.203 orang ditahun 2020, mesti sempat menurun jadi 842.378 orang di 2024, namun jumlah tersebut tetap tergolong tinggi (cnbc Indonesia, 01/05/2025).
Tingkat pengangguran massal semakin meningkat, hal ini membuktikan bahwa sistem kapitalis gagal, tidak menjamin kesejahteraan rakyatnya. Tidak heran lagi, sistem hari ini hanyalah bertindak sebagai regulator yang hanya mementingkan korporat, tapi abai dalam mengurusi kepentingan rakyat.
Begitu miris generasi hari ini, sudah lelah dan banyak mengeluarkan biaya menyelesaikan bangku pendidikan dengan harapan agar setelah lulus bisa mendapatkan pekerjaan. Apalagi banyaknya tuntutan pengeluaran hidup di demokrasi sedangkan pemasukan tidak setara, apalagi banyaknya pengangguran, yang menyebabkan mereka terhalang untuk memenuhi kebutuhan yang serba berbayar. Bukankah negara kita kaya akan sumber daya alam? Patut dipertanyakan kemana kekayaan jika rakyat nya saja tidak merasakan.
Faktanya, sistem hari ini tidak menjadikan prioritas dalam mengurusi rakyat, hanya mementingkan bagaimana memperoleh keuntungan, buktinya saja, sumber daya alam diserahkan kepada asing, bahkan menyerahkan tanggung jawab membuka lapangan kerja pada pihak pihak swasta atau korporasi melalui dengan membuka investasi sebesar-besarnya. Seharusnya membuat kita sadar dimana keberpihakan negara kita saat ini. Apalagi yang mau kita harapkan pengaturan dalam sistem ini?
Dalam hal ini, semakin menyadarkan kita bahwa tidak ada sistem yang bisa mensejahterakan umat selain dari sistem Islam, karena Islam merupakan agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan, bukan hanya mengatur ibadah individu saja, tapi juga mengatur dalam bernegara.
Terkait kasus pengangguran, tentunya Islam tidak akan membiarkan adanya kasus pengangguran, karena ini termasuk kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yakni menjamin bahwa setiap individu terpenuhi kebutuhan pokok, yang secara tidak langsung, dengan cara memberikan lowongan pekerjaan seluas-luasnya. Terutama bagi laki-laki, karena di dalam Islam, terutama seorang suami, diwajibkan untuk mencari nafkah, sedangkan perempuan bekerja hukumnya mubah. Jika laki-laki diwajibkan mencari nafkah, tentunya negara tidak lepas tangan, negara bertanggung jawab untuk memberikan fasilitas lowongan pekerjaan seluas-luasnya, dengan gaji yang cukup, sehingga setiap pencari nafkah, dimudahkan akses untuk bekerja.
Begitu sempurnanya sistem islam, karena dalam Islam, negara adalah raa’in (pengurus rakyat), jika ada satu saja yang tidak di urus, maka akan dipertanggungjawabkan kelak diakhirat terkait kepemimpinan, atau disebut sebagai Khalifah (pemimpin), begitu besar tanggung jawab sebagai seorang Khalifah, yang bukan hanya sebatas memangku jabatan, tapi bagaimana bisa mengatur urusan umat. Salah satunya terkait lowongan pekerjaan.
Dalam negara Islam atau disebut sebagai khilafah, maka akan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya, salah satunya dengan cara mengelola SDA secara mandiri, karena haram menyerahkan kepada swasta apalagi asing. Jika SDA dikelola secara mandiri, maka negara akan mampu membuka lapangan pekerjaan dari sektor industri dalam jumlah besar. Tidak ada lagi istilah SDA diserahkan kepada asing.
Islam bukan hanya mengatur sistem ekonomi saja, tapi juga mengatur bagaimana rakyat dilevel ketakwaan kepada Allah. Sehingga rakyat bukan memenuhi tuntutan pekerjaan, tapi sadar akan hubungannya dengan Allah, yakni sadar bahwasanya bekerja mencari nafkah terutama bagi laki-laki, dalam rangka menjalani ibadah kepada Allah.
Tidak ada pilihan untuk saat ini selain dengan kembali kepada sistem Islam, dengan cara mengajak masyarakat untuk kembali menyuarakan untuk menegakkan Islam kembali, sebagaimana Islam pernah berjaya pada masanya. Wallahu’alam bishawab.
