Harga Beras Melambung Tinggi, Bukti Kapitalis Menguasai Ekonomi

0
111

Oleh : Ummu Umar

Harga beras terpantau naik hari ini dan kembali cetak rekor tertinggi. Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium hari ini naik Rp 20 ke Rp 12.110 per kg, rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran.
Pengamat Pertanian Khudori mengatakan, harga beras mahal di periode ini sebenarnya adalah siklus normal. Yaitu, siklus di mana harga gabah/ beras tinggi saat musim gadu (Juni-September), dibandingkan saat musim panen raya (Februari-Mei).

Namun, imbuh dia, saat ini harga memang sudah lumayan tinggi dari harga pembelian pemerintah (HPP). Di mana, ujarnya, HPP gabah kering panen (GKP) di petani sebesar Rp5.000 per kg. “Tapi harga di pasar sudah jauh meninggalkan HPP. Rerata sudah lebih dari Rp 6.000 per kg. Bahkan ada yang sudah menyentuh Rp 7.000 per kg. Ini kenaikan yang luar biasa,” kata Khudori kepada CNBC Indonesia, Selasa (22/8/2023).

Mengapa ini terjadi? Agak sulit untuk memastikan apa penyebabnya. Hampir bisa dipastikan bukan karena faktor tunggal,” tambahnya.

Khudori pun memaparkan faktor pemicu di balik kenaikan harga beras saat ini. Pertama, siklus panen. Memang, jelasnya, saat musim gadu harga gabah/beras akan lebih tinggi dari musim panen raya.

Kedua, perkiraan produksi beras yang menurun. Perkiraan ini membuat keseimbangan pasokan dan permintaan tak seimbang. Berujung pada ekspektasi harga yang naik. Produksi pada sembilan bulan 2023, merujuk data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, diproyeksikan 25,64 juta ton GKG (gabah kering giling).

“Kendati data Juli-September 2023 masih proyeksi, yakni berdasarkan luas tanam, angka itu turun dibandingkan sembilan bulan pertama 2022 yang tercatat 26,17 juta ton GKG,” ujar Khudori.

Di saat bersamaan, lanjutnya, konsumsi beras nasional periode Januari-September tahun 2-23 diproyeksikan meningkat, mencapai 22,89 juta ton. “Menurut data BPS, angka itu lebih tinggi dibandingkan konsumsi beras periode sama tahun 2022 yang mencapai 22,62 juta ton,” katanya. Jika dilihat lebih detail, neraca beras nasional mulai defisit lagi sejak Juli, Agustus, dan September 2023. Jumlah defisit beras selama tiga bulan itu diestimasi sebesar 420.000 ton. Ini setelah lima bulan berturut-turut neraca beras surplus 4,35 juta ton,” ujar Khudori.

Di mana, surplus pada musim rendeng/panen raya terjadi karena kinerja luas panen pada bulan Maret dan April amat tinggi. Sehingga produksi gabah di bulan Maret mencapai 8,89 juta ton dan April sebanyak 6,24 juta ton GKG.

“Faktor ketiga, El Nino. Walaupun El Nino bukan hal baru, akan tetapi pemberitaan dan eksposure El Nino cukup luas. Terutama dampaknya pada sektor pertanian,” katanya.

“Sejumlah pihak memperkirakan produksi padi bakal turun 1,5 juta ton GKG. Bahkan, ada yang memperkirakan produksi beras turun hingga 5%. Jika yang terakhir ini yang terjadi, lumayan besar,” cetusnya.

Pemicu keempat, terangnya, efek dinamika global yang tercermin dari kebijakan negara-negara eksportir beras yang cenderung restriktif. “Salah satunya India. India pada 20 Juli lalu menutup ekspor beras non-basmati. Dampaknya, harga beras sempat naik. Negara-negara yang selama ini tergantung pada beras impor dari India bakal terkena dampaknya. Indonesia impor dari India sebagian besar dalam bentuk beras patahan (broken rice), yang sebenarnya tidak bakal terdampak langsung oleh kebijakan India. Tapi sentimen ini ke mana-mana,” kata Khudori.

Menurutnya, rangkaian pemicu tersebut diduga menjadi penyebab harga gabah/ beras terus naik. “Kalau mengikuti siklus, harga akan masih berpeluang untuk naik. Baik gabah maupun beras,” ujarnya.

Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium hari ini, Selasa (22/8/2023), naik Rp 20 ke Rp 12.110 per kg. Terpantau, setidaknya dalam sepekan terakhir, harga beras berfluktuasi naik, di mana pada 15 Agustus lalu berada di Rp 12.030 per kg.

Begitu juga harga beras premium. Tercatat hari ini bertengger di Rp 13.780 per kg, naik dari sepekan lalu di Rp 13.680 per kg. Harga tersebut adalah rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran.

Sementara di tingkat produsen, harga beras medium di penggilingan hari ini turun Rp 10 jadi Rp 10.840 per kg. Sedangkan harga beras premium di penggilingan naik Rp 50 ke Rp 12.020 per kg. Harga gabah hari ini di tingkat produsen memang tercatat naik.

Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik Rp 20 ke Rp 5.710 per kg, di tingkat penggilingan naik Rp 10 ke Rp 6.060. Sementara, harga GKG di tingkat penggilingan naik Rp 20 ke Rp 6.610 per kg.

CNBC Indonesia
Beras adalah kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh setiap orang, dan seharusnya harga beras bisa dijangkau oleh masyarakat. Oleh karenanya negara seharusnya mengantisipasi jika terjadi musim kemarau panjang atau gagal panen.

Seharusnya negara bisa memperkirakan berapa kebutuhan beras cadangan untuk menghadapi musim kemarau dan tidak perlu mengimpor beras karena indonesia merupakan negara agraris yang kebanyakan sebagian besar mata pencarian masyarakatnya adalah bertani. Bukankah Indonesia pernah menjadi negara swasembada pangan di era orde baru, mampu memproduksi beras dan menjadi negara pengekspor pangan pada tahun 1984. Bahkan presiden Soeharto atas nama rakyat Indonesia menyerahkan bantuan berupa 100.000 ton padi kepada korban kelaparan di sejumlah negara Afrika. Bantuan tersebut merupakan sumbangan dari kaum petani Indonesia sekaligus menegaskan bahwa negara-negara yang sedang membangun dapat meningkatkan kemampuannya sendiri.

Namun yang perlu diingatkan adalah pada waktu itu indonesia sudah masuk dalam perebutan penjajah para kapitalis asing dan aseng lalu masuk dalam jeratan utang IMF. Dan menjelang masa berakhirnya pemerintahan orde baru, para kapitalis berhasil membuka pintu investasinya di Indonesia. Kemudian terjadilah kenaikan harga beras, gula, BBM dan berbagai kebutuhan hingga terjadi krisis ekonomi dan pergantian pemimpin di era refornasi yang menginginkan perubahan. Namun ternyata kekuasaan para kapitalis asing dan aseng semakin menguat di berbagai aspek kehidupan hingga saat ini, harga beras melonjak tinggi, BBM dan harga pangan mahal.

Inilah bukti kekuasaan para kapitalis di negeri ini, melonjaknya harga beras justru terjadi ketika panen padi terjadi di beberapa daerah seperti di Sumut, Indramayu, Batam, Kebumen dan Jember. Alasan lainnya adalah masalah siklus panen, elnino, ekspektasi penurunan produksi dan pembatasan di berbagai negara yaitu pembatalan impor beras dari India. Sehingga memicu sentimen pasar dalam negeri dan dapat memicu inflasi.

Inilah kesalahan tata kelola pertanian dalam sistem kapitalisme neoliberal, yang menjadikan pangan hanya sebagai komoditas ekonomi yang orientasinya adalah untung atau rugi.

Dalam pandangan Islam, negara harus mempunyai kemandirian pangan, apalagi indonesia mempunyai lahan pertanian yang sangat luas, seharusnya mampu memproduksi beras sendiri, negara akan mengerahkan potensi SDM dan SDA nya untuk meningkatkan produksi beras, menghidupkan lahan kosong untuk ditanami. Oleh karena itu negara harus mempunyai strategi politik dalam negeri untuk mengatasi setiap kendala agar target produksi dapat tercapai.

Ketika negara tidak mempunyai kemandirian pangan seperti saat ini, dia akan menjadi kepentingan dan pasar bagi negara negara besar. Melalui kebijakan impor beras yang diambil pemerintah justru menyebabkan kerugian petani dalam negeri, maka beras mahal dan sebagainya.

Namun kemandirian politik ini haruslah dalam tuntunan ideologi Islam agar tidak ada kepentingan individu dan kelompok, melainkan dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT saja. Negara yang mampu melaksanakannya adalah negara Khilafah. Insya Allah, wallahualam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here