Impor Beras Karena Proyek Negara Kapitalis Dunia, Bukan Karena El Nino

0
79

Oleh : Ummu Umar

Pemerintah akan melakukan impor beras 1 juta ton dari India. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi atas dampak cuaca panas ekstrim atau El Nino. Beras kita menang harus ambil (impor) walaupun kadang-kadang enggak populer ya, tapi kita harus ambil inisiatif karena nanti kalau El Nino berat keadaannya, kita enggak boleh bertaruh beras kurang kan,” kata Zulhas, Kamis (16/6/2023).

Dia menyebutkan pihaknya sudah MoU dengan India, jadi sewaktu-waktu Indonesia bisa membeli beras tersebut. Selanjutnya rencana importasi tersebut dilakukan di luar penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) ke Perum Bulog untuk impor beras 2 juta ton sepanjang 2023. Ini baru MoU untuk harga tetap barang ada tapi belum dibeli, tapi sudah ada MoU G2G, jadi kita sudah ada (kesepakatan harga) tahun ini kalau butuh bisa beli. Barangnya sudah ada.

Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah melalui Bapanas menugaskan Perum Bulog impor beras 2 juta ton hingga akhir Desember 2023. Impor beras ini dilakukan sebagai langkah untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang biasa menjadi pasokan untuk menjaga stabilitas stok dan harga beras.

Saat itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan impor beras tersebut dilakukan karena kemungkinan akan menghadapi El Nino atau kekeringan panjang. Jadi, pasokan tersebut untuk mengantisipasi kekosongan saat musim kekeringan tersebut. Detikfinance.

Liberalisasi pangan sudah dimulai sejak 1995, ketika Indonesia meratifikasi Perjanjian World Trade Organization (WTO) yang mewajibkan Indonesia meliberalisasi pasar secara bertahap. Pelaksanaannya dimulai pada 1998 sebagai bagian LoI dengan IMF dengan melakukan pencabutan subsidi pupuk, membuka keran impor beras, dan penerapan tarif impor nol persen. Liberalisasi berlanjut dengan penandatanganan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada 1 Januari 2010 yang menjadikan produk pangan Cina membanjiri pasar Indonesia.

Liberalisasi pangan makin parah dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Pasal 14 UU 18/2012 tentang Pangan berbunyi bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Jika belum mencukupi, pangan dapat dipenuhi dengan impor pangan sesuai dengan kebutuhan.

Namun, UU Cipta Kerja merevisi pasal ini bahwa sumber penyediaan pangan ada tiga, yaitu produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor. Dengan revisi ini, impor bisa dilakukan kapan saja, tidak menunggu adanya kekurangan stok dalam negeri. Pangan yang di impor bukan hanya beras, tapi juga bawang putih, kedelai, yang mengakibatkan semakin mahalnya harga pangan.

Sementara pemerintah membuat program food estate (perkebunan makanan) di beberapa daerah dengan tujuan untuk menjaga ketahanan pangan di dalam negeri agar pangan melimpah dan murah. Namun sayang, proyek food estate ternyata gagal dan justru merusak fungsi hutan, karena yang dijadikan area untuk food estate adalah hutan lindung yang seharusnya dijaga dan dilindungi oleh negara.

Bukankah kita sudah merasakan dan menyaksikan berbagai bencana banjir, longsor, tanah bergerak akibat kebijakan yang salah arah ini ? Kebijakan yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler liberal. Kebijakan yang hanya memikirkan keuntungan materi bagi para kapital (pemilik modal) tanpa memperhatikan dampak kerusakan lingkungan yang dapat merugikan rakyat.

Maka, el nino (cuaca panas ekstrim) hanyalah alasan untuk memuluskan kebijakan impor, bukankah di indonesia memang sudah ada 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Di negara barat juga ada musim salju dan musim semi. Bukankah di Arab Saudi sejak dulu cuacanya sudah ekstrim hingga mencapai lebih dari 40 derajat?

Dalam pandangan Islam, negara harus mempunyai strategi politik dalam negeri dan strategi politik luar negeri untuk mengurus semua aspek kehidupan manusia. Baik persoalan ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, keamanan yang bebas intervensi siapapun, karena pemimpin umat Islam mengurus rakyatnya hanya bersandarkan kepada Al Quran dan Al Hadits saja, bukan kepada manusia apalagi kepada orang asing.

Negara juga tidak akan mengikuti perjanjian atau kerjasama apapun yang merugikan kaum muslimin, dan menolak setiap pembangunan infrastruktur yang dapat merugikan kemaslahatan umum.

Oleh karena itu sudah saatnya hukum hukum syariah islam menjadi pedoman manusia untuk melakukan setiap tindakan dan perbuatan baik yang berkaitan dengan individu, masyarakat negara bahkan dunia. Agar keselamatan dan keberkahan hidup dapat dirasakan oleh seluruh alam semesta yaitu umat manusia termasuk hewan dan tumbuhan. Namun semuanya itu hanya dapat diwujudkan dalam sebuah negara warisan Rasulullah SAW yairu Khilafah, insyaallah, wallahualam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here