Oleh : Irohima
Kampanye body positivity melalui foto tanpa busana yang diunggah aktris Tara Basro di laman media sosialnya menimbulkan kegaduhan luar biasa. Meski tujuan sang artis hanya untuk mengajak orang untuk mencintai tubuhnya dan percaya dengan diri sendiri namun berpose bugil dan dipublish ke umum di tengah masyarakat yang masih banyak memegang teguh etika kesusilaan tentu akan menjadi polemik tersendiri.
Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengklaim bahwa foto tersebut berpotensi melanggar pasal kesusilaan dalam UU informasi dan transaksi elektronik. Namun di lain pihak Mentri Komunikasi dan Informatika, Johny G Plate justru menilai unggahan foto Tara Basro sebagai bentuk seni dan tidak melanggar pasal kesusilaan dalam ITE. Pembelaan terhadap Tara Basro juga datang dari Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin yang mengatakan apa yang dilakukan Tara sebagai “membangkitkan kepercayaan diri perempuan” sekaligus mengkritik konstruksi patriarki yang membentuk budaya yang beranggapan tubuh perempuan sebagai sesuatu yang negative dan membenci tubuh perempuan.
Di tengah-tengah kehidupan sekuler dan pemikiran liberal sebagian orang, tentu akan ada banyak dukungan terhadap apa yang dilakukan oleh Tara Basro dan menganggap reaksi kemenkominfo maupun warga yang menolak adalah reaksi yang berlebihan serta bentuk intimidasi terhadap perempuan yang ingin mengekspresikan hak atas tubuhnya. Pandangan ini jelas salah, mempublikasi foto vulgar dengan dalih mengekspresikan hak tubuh justru merendahkan perempuan. Wanita harusnya dihargai dan dilindungi bukan dijadikan konsumsi atau komoditi. Tak terbayang bila jutaan mata yang melihat akan menghasilkan reaksi yang beraneka ragam dan itu sungguh penghinaan bagi perempuan. Memperlihatkan sehelai rambut saja bagi seorang muslimah adalah musibah apalagi seluruh bagian tubuh
Body positivity sendiri adalah gerakan social yang berakar pada keyakinan bahwa semua manusia harus memiliki citra tubuh yang positif, sambil menantang cara masyarakat menyajikan dan memandang fisik. Tujuannya adalah membangun kepercayaan diri dan membuat masyarakat tidak terpaku pada standar kecantikan atau kesempurnaan bentuk fisik yang kadang tidak realistis. Ada juga Negative body image yang diartikan sebagai ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk fisik dirinya sendiri. Citra negative terhadap tubuh kebanyakan terjadi pada para perempuan. Menurut sebuah penelitian, ada sekitar 60% perempuan usia dewasa yang mengaku tidak menyukai tubuhnya. Citra negatif ini dapat muncul dari penilaian orang lain serta adanya media yang mempengaruhi pandangan masyarakat akan standar kecantikan yang ideal. Hingga berbuntut kehilangan kepercayaan diri bagi wanita yang tak memenuhi standar tersebut.
Setiap orang memiliki preferensinya masing-masing tentang bentuk fisik yang ideal. Beberapa orang lebih senang memilki tubuh langsing namun ada sebagian lainnya lebih senang bertubuh lebih berisi. Rasa tidak pernah puas adalah sifat alami yang dimiliki manusia.
Apalagi standar ideal kecantikan atau bentuk fisik yang dibuat baku oleh masyarakat cenderung bersifat temporal atau berubah ubah mengikuti perkembangan zaman. Contohnya ada masa dimana seseorang dikatakan cantik bila mempunyai kulit yang putih namun seiring berjalannya waktu saat ini berkulit coklat atau gelap lebih dianggap sexy dan exotis. Tak dipungkiri perkembangan zaman dan adanya pergeseran nilai mempengaruhi pandangan masyarakat akan kecantikan yang ideal.
Dalam kehidupan sekuler, liberal dan kapitalis makna kecantikan dan tubuh yang ideal telah berubah dan bertolak belakang dari makna kecantikan yang sebenarnya. Kecantikan yang diukur dengan tampilan fisik yang sempurna membuat manusia yang terlahir dengan kondisi biasa atau kurang seringkali menyesali diri dan berputus asa, selalu berusaha mencari kepuasan dan melakukan segala cara demi mencapai kepuasan tersebut meski terkadang bertentangan dengan norma agama. Keputusasaan inilah yang menjadi cikal bakal industri kecantikan tumbuh. Di era liberal kapitalis dunia kecantikan mengalami perkembangan yang signifikan, makna kecantikan dan bentuk fisik ideal yang bergeser serta kekecewaan akan diri sendiri membuat para kapitalis berlomba-lomba menawarkan sesuatu yang bisa memberikan solusi bagi para perempuan yang ingin terlihat ideal.
Mulai dari perawatan kecantikan alami hingga operasi ekstrem merubah bentuk fisik pun ada. Bisnis yang berhubungan erat dengan kaum Hawa pun menjamur bak cendawan di musim penghujan. Adanya standar yang berlaku di tengah masyarakat membuat banyak perempuan lupa akan qodho atau ketentuan sang pencipta. Mereka lalai bahkan berani menentang dengan menabrak aturan agama.
Jauh sebelum adanya gerakan social body positivity, Islam telah mengajarkan dalam ajarannya untuk mencintai diri sendiri, menerima apapun ketentuan Allah SWT dan mensyukurinya. Tunduk akan ketentuan Allah membuat kita senantiasa berprasangka baik pada Allah dan mendorong kita untuk menerima keadaan serta ikhlas yang akan memberi citra positif pada diri. Cantik memang adalah hal yang diidam idamkan kaum Hawa namun hendaklah itu tidak menjadi prioritas karena sebagai muslim kita harus percaya dan menerima ketentuan Allah SWT.
Dalam Islam terdapat qadla yaitu ketentuan dari Allah SWT yang tidak akan dihisab. Yang termasuk dalam qadla adalah bentuk fisik. Menerima ketentuan Allah adalah sebuah keharusan, menolaknya adalah perbuatan dosa. Sebagai muslim rasanya miris jika berusaha melakukan sesuatu yang tak bakalan dihisab namun justru melalaikan banyak hal yang pasti akan dihisab. Cantik dalam islam berbeda dengan pandangan kebanyakan masyarakat saat ini. Cantik dalam islam tak terfokus pada bentuk dan tampilan fisik yang sempurna. Dalam islam wanita adalah sosok yang dihargai dan dilindungi serta senantiasa dijaga harkat dan martabatnya. Islam memandang kecantikan jasmani memang baik namun memiliki kecantikan ruhani adalah lebih penting bagi seorang muslimah.
Wanita cantik dan ideal menurut Islam mempunyai ciri-ciri menutup aurat, memiliki akhlaq yang baik, rajin ibadah, serta menjalankan kewajibannya dalam keluarga. Menyadarkan orang-orang untuk mencintai diri sendiri juga mengubah pandangan masyarakat akan kecantikan yang hakiki haruslah dengan cara memahamkan mereka akan adanya qadla atau ketentuan sang pencipta dan menerimanya adalah tanda dari keimanan kita bukan dengan berfoto mengumbar aurat dan menunjukkan kekurangan fisik dengan dalih kampanye menghargai sendiri, juga dalih perempuan punya hak atas tubuhnya. ***
Wallahualam bishawab