Kenaikan Harga Telur, Kenapa Bisa Terjadi?

0
153

Oleh : Desi Anggraini, Pendidik Palembang

Harga telur ayam di pasaran kerap mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir akibat dari melonjaknya permintaan. Badan Pangan Nasional (Bapanas) pun mengambil sejumlah langkah.Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menerangkan, salah satu upaya yang diambil adalah penyaluran bantuan telur dan daging ayam untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS). Program ini secara efektif menyerap telur dan daging ayam yang dihasilkan peternak mandiri dengan harga yang baik untuk disalurkan guna menurunkan angka stunting.

Menurutnya, ini menjadi semacam closed loop yang terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir. Di hulu melibatkan peternak mandiri sebagai pemasok produk, di tengah menyiapkan ID FOOD sebagai stand by buyer dengan harga yang baik untuk jaga stabilitas harga di peternak, lalu di hilir didistribusikan kepada masyarakat yang berisiko stunting sesuai data by name dan by address dari BKKBN.Lebih lanjut Arief mengatakan, untuk memastikan dilakukannya langkah mitigasi yang cepat, NFA melalui aplikasi Panel Harga Pangan dengan enumerator yang tersebar di 514 kabupaten/kota, terus melakukan monitoring dan pemantauan pergerakan harga telur di seluruh provinsi dan kabupaten/kota setiap hari.( Liputan6.com,17/05/2023)

Sebenarnya ketakstabilan harga pangan pokok (termasuk telur) sudah menjadi persoalan lama yang sulit diselesaikan. Menurut Guru Besar FEM IPB Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, politik perekonomian nasional Indonesia berada dalam ekosistem oligopolistik, termasuk industri unggas. Produk kebutuhan pangan sebagian besar memiliki struktur oligopoli, bahkan Menkeu Sri Mulyani mengatakan hanya dua perusahaan di Indonesia yang menguasai industri unggas dari hulu ke hilir.

Perusahaan integrator itu merupakan perusahaan peternakan unggas besar terintegrasi. Mereka menguasai mulai dari produksi, pakan, daily old chick (DOC), sapronak, budi daya ayam, budi daya telur, sampai produk olahan. Wajar saja harga bisa dikendalikan dan peternak unggas kecil dirugikan.

Seperti yang dikeluhkan para peternak ayam terkait harga pakan yang tinggi. Tentu ini sangat berpengaruh terhadap harga telur. Pasalnya, peternak ayam layer (petelur) lebih banyak membutuhkan pakan dari pada peternak ayam pedaging (potong). Walhasil, kenaikan harga pakan sangat berdampak pada peternak layer.

Sementara itu, bahan baku utama pakan ternak, yaitu jagung, sebagian besarnya diimpor. Tentu harganya bisa dikendalikan importir. Belum lagi fakta bahwa hampir seluruh produksi jagung tanah air dikuasai oleh perusahaan integrator. Jadilah harga pakan sangat tinggi.

Sudahlah harga pakan tinggi, peternak pun harus membeli DOC dan sapronak yang mahal sebab semuanya dikuasai perusahaan besar. Ongkos produksi pun mahal. Inilah yang menyebabkan harga telur naik.

Akhirnya, ibu-ibu menjerit. Pangan pokok berprotein tinggi nan murah itu kini harganya selangit. Apalagi UMKM yang berbahan baku telur, sangat terpukul, bahkan banyak di antara mereka yang terpaksa berhenti produksi.

Bagaimana peternaknya? Jangankan diuntungkan, mengambil sedikit saja keuntungan sudah bagus sebab penguasaan industri unggas dari hulu ke hilir dikuasai pemilik modal.

Oleh karenanya, mahalnya harga telur dan semrawutnya perniagaan unggas tanah air sejatinya lahir dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan dalam tata kelolanya. Hingga kapan pun, praktik oligopoli bahkan monopoli yang membuat pasar menjadi tidak seimbang akan terus hadir, bahkan keberadaannya dilindungi oleh penguasa.

Stabilitas harga pangan sangat penting demi terpenuhinya kebutuhan umat akan makanan sehat, terlebih pangan pokok seperti telur yang mengandung protein tinggi dan menjadi bahan baku banyak olahan makanan. Terkait hal itu, Islam memiliki beberapa aturan.

Pertama, peran negara harus hadir sepenuhnya dalam pengaturan pangan sebab hal ini merupakan kebutuhan dasar rakyat. Dari mulai produksi, distribusi, hingga impor, semua dikelola negara. Negara harus menjaga keseimbangan suplai dan demand (penawaran dan permintaan). Contohnya, ketika jagung sebagai pakan utama ternak kurang, negara harus menjaganya dengan produksi masif agar lepas dari ketergantungan impor.

Kedua, rantai usaha pertanian pangan ini boleh dilakukan individu/swasta, tetapi negara harus memastikan mekanisme pasar berjalan dengan sehat dan baik. Kuncinya adalah penegakan hukum ekonomi Islam dan melarang atau menghilangkan semua distorsi pasar, seperti penimbunan, permainan harga oleh pedagang besar untuk merusak pasar; juga pelaksanaan fungsi kadi hisbah yang secara aktif dan efektif memonitor transaksi di pasar. Dengan ini, penimbunan atau pemusnahan ayam agar harga jual tinggi bisa cepat ditindak.

Hanya saja, semua ini bisa berjalan dengan baik jika sistem ekonomi Islam diterapkan dengan sempurna dalam naungan Khilafah. Wallahu’alam bishshowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here