Oleh: Riyulianasari (Pemerhati Sosial)
Indonesia adalah negara yang subur dan makmur, beriklim tropis, tanahnya subur, apapun di tanam pasti tumbuh; segala jenis sayur mayur, kacang-kacangan dsb. Tetapi anehnya negara kok masih saja impor sayuran. Sebagaimana dikutip dari laman kompas.com. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor sayur- sayuran sepanjang tahun 2019 meningkat dari tahun 2018, menjadi 770 juta dollar AS atau setara Rp 11,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per dollar AS).
Merespon hal tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian ( Kementan) Prihasto Setyanto mengatakan, angka tersebut didominasi oleh komoditas sayur-sayuran yang pasokannya memang masih perlu dibantu oleh impor, seperti bawang putih dan kentang industri. “Kalau ada pengamat yang cerita impor sayuran kita meningkat di tahun 2019, dari data BPS bisa di kroscek, impor tersebut adalah terbesar bawang putih dan kentang industri. Komoditas ini masuk dalam kelompok aneka sayuran. Nyatanya kita masih butuh pasokan besar memang,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (25/5/2020).
Kebijakan impor oleh negara sangatlah dirasakan oleh seluruh rakyat baik di desa maupun di kota. Akibat kebijakan impor, hasil panen sayuran lokal sangat murah harganya dan tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan oleh petani, sehingga para petani meninggalkan kebun-kebun mereka, kemudian menjualnya kepada pengusaha lalu kebun itu berubah menjadi perumahan atau mall milik para pengusaha. Inilah yang terjadi khususnya di Indonesia, akibatnya apabila musim penghujan terjadi banjir yang luar biasa, tanah longsor yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda.
Seolah visi dan misi negara Demokrasi kapitalis ini tidak sesuai dengan pernyataan yang sering mereka lontarkan yaitu Demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, untuk kepentingan rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Tapi kenyataannya kebijakan itu adalah dari pengusaha, oleh pengusaha dan untuk pengusaha. Dan yang sejahtera adalah para pengusaha.
Kini rakyat pun telah merasakan kesulitan ekonomi yang luar biasa, ditambah lagi dengan datangnya virus Covid-19 yang semakin menambah kesempitan hidup. Harta yang mereka kumpulkan terpaksa dijual demi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Inilah potret kehidupan manusia dalam sistem kapitalisme yang menyengsarakan dan memiskinkan kehidupan umat manusia. Bagi yang tidak punya harta benda untuk dijual, mereka harus rela menjadi pencuri, pembegal, menjual narkoba, mengemis atau mengakhiri hidup ini dengan bunuh diri dll. Dan kebijakan impor Ini hanyalah salah satu kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada rakyat, dan masih banyak lagi kebijakan lain yang abai terhadap hak rakyatnya.
Islam mempunyai aturan yang sangat lengkap dan sempurna untuk mengatur kehidupan individu, masyarakat dan negara. Masing-masing mempunyai peran untuk menjaga stabilitas negaranya.
Individu adalah orang orang yang siap diatur sesuai dengan aturan Allah SWT, masyarakat nya adalah masyarakat yang melakukan amar makruf nahi munkar kepada penguasa dan penguasa adalah orang yang menerapkan hukum hukum Allah SWT dalam setiap persoalan yang dihadapinya. Sehingga tidak ada seorang pun yang dirugikan dalam setiap aturan ataupun kebijakan yang diterapkannya.
Ketika negara melanggar hukum syariah dalam mengurus persoalan individu, masyarakat dan negara, maka ada majelis umat yang wajib mengoreksi kebijakannya dan mengingatkannya kepada hukum- hukum Allah SWT. Dan semua berjalan sesuai dengan ketentuan syariah, sehingga tidak ada individu ataupun pihak- pihak yang bisa mengintervensi kebijakan penguasa seperti yang terjadi saat ini.
Jika penguasa melakukan penyimpangan terhadap hukum-hukum Allah SWT, maka penguasa itu akan segera diganti karena ketidak mampuannya dan ketidakamanahannya menjadi seorang pemimpin negara. Semua ini dapat diwujudkannya dalam sistem pemerintahan Islam yang menerapkan semua syariah Islam secara menyeluruh. ***