Kliksumatera.co.id, LAHAT- Gairah investasi pemanfaatan potensi tambang batubara dan panas bumi di Sumatera Selatan diduga kuat menjadi penyebab terjadinya amukan harimau memangsa manusia sehingga sudah banyak nyawa melayang.
Seperti dikutip dari Buku berjudul “The Splendors of Tourism, Trade and Investment in South Sumatra” ditulis Ajmal Rokian yang diterbitkan tahun 2012 diungkapkan bahwa sumber daya panas bumi (geothernal) Sumatera Selatan mencapai 1.191 Mwe yang merupakan 40 % dari cadangan dunia atau terbesar kedua di dunia. Wilayah prosfek sumber energy panas bumi di Sumatera Selatan itu terdapat di Kabupaten Lahat, Muara Enim, dan Ogan Komering Ulu.
Merujuk kepada potensi itu, Sumatera Selatan mulai melakukan pengusahaan sumber geothermal secara industri dari tahap eksplorasi di lapangan Lumut Balai seluas 225.000 ha di Desa Penindaian, Kecamatan Semendo Darat dan Laut, Kabupaten Muara Enim dengan wilayah kerja Perusahaan (WKP) PT. Pertamina Geothermal Energy untuk PLTP 1 X 55 Mwe sampai 2 x 55 Mwe hingga menjadi 110-600 Mwe.
Kegiatan pengeborannya dari 2006 – 2040 dimanfaatkan secara komersial sebagai sumber energy alternatif diharapkan ramah lingkungan.
Selain itu juga panas bumi yang berada di Rantau Dedap yang sudah di survei oleh PT. Supreme Energy potensinya 106 Mwe berada di Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim dan Kota Pagar Alam sudah ditetapkan oleh Menteri Energy Sumberdaya Mineral tanggal 15 Januari 2010 lalu untuk memanfaatkan areal seluas 35.460 ha.
Dengan berdirinya PT. Supreme Energy di wilayah Kabupaten Lahat Kecamatan Kota Agung untuk memanfaatkan Tenaga Pembangkit Listrik Terbesar dengan mengambil kandungan panas bumi di dalamnya itu, tanpa diduga, kegiatan pembukaan lahan atau mengubah fungsi hutan lindung menjadi lokasi industri dengan pengeboran dan pekerjaan lainnya oleh PT. Supreme Energy, diduga adanya pengrusakan lahan kebun dan hutan lindung serta habitat harimau jadi terganggu. Hewan-hewan seperti rusa dan babi hutan juga lari. Padahal itu semua menjadi sumber makanan bagi kawanan Harimau Sumatera yang hidup di sekitaran Bukit Barisan.
Tidak hanya itu, karena suara-suara bising pengerjaan proyek industri tambang tadi juga telah membuat harimau keluar dari habitatnya.
Akibatnya harimau mencari tempat lain dengan tujuan mencari makanan kemudian mengamuk memangsa manusia. Ini dibuktikan beberapa kali terjadi di 4 Kabupaten Kota dalam beberapa bulan terakhir seperti Kota Pagaralam, Kabupaten; Lintang 4 Lawang, Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten OKU sudah banyak korban luka diserang harimau, bahkan sudah banyak nyawa manusia melayang, dalam keadaan badan tercabik-cabik sangat mengenaskan.
Bahkan hingga sekarang konflik harimau dengan manusia masih terus terjadi. Hal itu ditandai masih seringnya kemunculan harimau meneror manusia, hingga membuat takut para petani untuk ke kebun.
Hal ini disebabkan selain habitatnya terganggu juga habisnya rantai makanan bagi hewan buas pemangsa daging ini karena adanya eklpoitasi perusahaan tambang yang diduga dalam pengerjaannya terjadi pelanggaran dengan melakukan kegiatan tidak ramah lingkungan dan merusak ekosistem habitat makhluk hidup seperti harimau menyebabkan hewan buas pemangsa daging ini merasa terganggu, marah, hingga memangsa manusia.
Hairul Sobri yang akrab dipanggil Eep selaku Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel ketika diwawancarai awak media via seluler maupun WhatsApp Minggu (5/1) terkait pemanfaatan lahan konversi menjadi industri tambang batubara dan panas bumi memicu kerusakan hutan lindung sebagai habitat harimau, sedangkan warga berkebun di hutan rimba dilindungi hanya sebagian kecil saja menjadi penyebab kerusakan hutan lindung sampai berita ini diturunkan belum membalas.
Sementara salah satu pemuka masyarakat Asnadi yang kini menjabat Ketua PWI Pagaralam mengetahui sejarah dari nenek moyang warga di kawasan Semendo Darat. ‘’Ditambah adanya keterangan secara resmi dari beberapa pihak terkait. Bahwa, maraknya aksi teror harimau di wilayah Kota Pagaralam, Kabupaten Lahat, dan Kabupaten Muara Enim dalam beberapa bulan terakhir ini diduga kuat akibat kerusakan hutan lindung. Salah satunya perambahan hutan yang dilakukan PT Sumpreme Energy Investor yang bergerak di bidang enegy listrik yang sudah mencapai puluhan hektare. Kita bisa buktikan jika dari pengamatan, pengecekan lewat satelit dan data yang berhasil kita himpun jika PT Supreme sudah merusak sekitar 10 hektare lebih hutan lindung di daerah Rimba Candi berbatasan dengan Kecamatan Semendo Kabupaten Muara Enim,” kata Asnadi didampingi Ardiansyah PKH Sumsel di Kota Pagaralam, Minggu (5/1).
Menurutnya, pihak PT Supreme terkesan mempersulit akses masuk lingkungan perusahaan untuk melakukan pengecekan penggunaan hutan lindung wilayah Kota Pagaralam.
“Sepertinya pihak perusahaan kurang proaktif dalam mendukung program kehutanan dan pemerintah daerah dalam pengendalian ekosistem kehutanan, kalaupun mereka gunakan hutan lindung tentu ada sulosinya,” cetus Asnadi.
Ia mengatakan, sudah jelas petugas kehutanan masih dipersulit dan tidak diperbolehkan melakukan pemantauan eksplorasi lahan hutan lindung milik Kota Pagaralam yang sudah diubah PT Supreme.
Sementara itu Humas Suprem Energy Gurila Tan ketika dikonfirmasi mengatakan, semua terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi sudah tercakup dalam izin pinjam penggunaan hutan yang tercakup dalam tiga daerah eksplorasi.
“Untuk hal dimaksud tercakup dalam Izin Pinjam Kawasan Hutan IPPKH PT Supreme yang mencakup Kabupaten Lahat, Muara Enim, dan Kota Pagaralam demikian juga Amdalnya,” tandasnya.
Laporan : Idham/Novita
Editor/Posting : Imam Ghazali