Kliksumatera.com, JAKARTA- Masyarakat Tembakau Indonesia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya, mendukung program dan kebijakan Presiden Jokowi Widodo dalam melindungi industri hasil tembakau di tanah air. Salah satu kebijakan Presiden Joko Widodo tersebut antara lain tidak menyederhanakan atau menolak simplifikasi dalam pemungutan cukai rokok. Hal ini seuai dengan Peraturan Menteri keuangan (PMK) yang digunakan saat ini yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 156/ 2018. Alasannya, apabila simplikasi pungutan cukai diiterapkan, selain hanya menguntungkan perusahaan asing juga akan mematikan industry rokok kretek di tanah air.
“Peraturan Menteri keuangan yang dipakai sebaiknya peraturan Menteri keuangan yang saat ini sedang dipakai. Yakni PMK No. 156/2018. Tidak perlu disederhanakan. Sebab kalau disederhanakan pungutan cukainya, akan memukul harga jual rokok dan hasil tembakau lainnya. Otomatis pada akhirnya, akan mematikan industry tembakau masyarakat, dan menyebabkan munculnya persaingan usaha tidak sehat di kalangan industry hasil tembakau, alias akan adanya oligopoly yang bertentangan dengan hukum di Indonesia, yang menolak iklim persaingan usaha tidak sehat,’’ papar Ketua Liga Tembakau Indonesia (LTI) Zulvan Kurniawan kepada pers, Rabu (17/7) di Jakarta.
Lebih lanjut mantan Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) ini juga menambahkan, saat ini, harga tembakau di dalam negeri sedang turun. Apabila pemerintah menaikan cukai rokok dan merubah sistem penarikan cukai dari banyak variasi menjadi beberapa golongan, atau disederhanakan, hal ini akan memukul harga jual tembakau di dalam negeri. Ujung-ujungnya, masyarakat tembakau di tanah air yang dirugikan.
“Saat ini produk sigaret kretek tangan sedang turun produksinya, juga kretek lain yang menyedot pemakaian tembakau dalam negeri. Jika harganya dinaikkan, atau terdapat perubahan pengelompokan penarikan cukai, semuanya akan berdampak pada perubahan harga. Dan pada akhirnya memberatkan konsumen tembakau. Itu semua akan berdampak pada masyarakat petani tmbakau. Apalagi saat ini akan memasuki musim panen tembakau, bisa bisa harga tembakau di tanah air jeblok. Yang dirugikan bukan hanya petani tembakau tapi juga masyarakat pekerja rokok kretek,” papar Zulvan Kurniawan.
Pendapat senada disampaikan Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Umar Salahudin. Menurut Umar apapun kebijakan yang dibuat pemerintah Indonesia, sudah seharusnya lebih mementingkan dan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia. Salah satunya kebijakan pemerintah Indonesia di bidang industri tembakau, harus ditujukan untuk melindungi masyarakat petani tembakau dan pekerja industri hasil tembakau.
“Kita tahu, cigarete kretek itu, adalah bagian dari budaya dan kebiasaan di Indonesia. Termasuk industry rokok cigarete kretek. Karena itu apapun kebijakan yang dihasilkan pemerintah mengenai rokok dan tembakau, harusnya untuk melindungi masyarakat Indonesia. Baik melindungi masyarakat yang tidak merokok dalam hal ini kesehatan masyarakat, maupun melindungi kesempatan kerja dan masa depan masyarakat petani dan pekerja industry hasil tembakau. Jangan justru kebijakan yang dihasilkan pemerintah itu merugikan rakyat Indonesia sendiri,” jelas Dosen FISIP Unair Surabaya ini.
Jangan Rugikan Rakyat
Demikian halnya dengan kebijakan di bidang pemungutan cukai. Kebijakan itu hendaknya tidak merugikan mayoritas rakyat Indonesia dan menguntungkan hanya segelintir pengusaha. Apalagi jika yang diuntungkan hanya kelompok perusahaan multi nasional company atau MNC di bidang industry rokok. Kebijakan yang dibuat harus dilakukan secara cermat oleh pemerintah. Jangan sampaik kebijakan yang diambil pemerintah sengaja maupun tidak sengaja, ujung-ujungnya mengarah ke arah oligopoly. Mematikan iklim persaingan bisnis termasuk bisnis industry hasil tembakau. Jika pasar hanya dikuasai oleh perusahaan modal besar apalagi dari luar negeri, bukan tidak mustahil yang akan sangat dirugikan, adalah industry industry kecil yang dikelola masyarakat.
Lebih lanjut, mantan aktivis mahasiswa tahun 1990-an ini menyampaikan, saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang sangat berat. Apabila pemerintah menaikkan cukai rokok dan melakukan perubahan cara pemungutan cukai, atau yang dikenal sebagai simplikasi penarikan cukai, dikhawatirkan akan memberatkan mayoritas pelaku industry rokok dan pada akhirnya memberatkan masyarakat petani dan pekerja rokok. Jika petani dan masyarakat pekerja industri rokok sampai kehilangan pekerjaannya, pemerintah belum tentu dapat dapat mencarikan lapangan pekerjaan pengganti buat mereka.
Karena itu, lanjut Umar, pihaknya mendukung langkah dan kebijakan presiden Jokowi yang berusaha melindungi masyarakat petani tembakau dan pekerja rokok. Dia berharap, para Menteri dan staf di bawahnya mendukung kebijakan kebijakan presiden Joko Widodo. Namun jangan melupakan juga melindungi kesehatan masyarakat dari paparan asap rokok.
Pada kesempatan tersebut, dosen yang aktif menulis opini di surat kabar ini menyampaikan kekhawatirannya apabila, industry rokok di tanah air dikuasai oleh satu atau dua perusahaan rokok berskala internasional atau yang dikenal dengan oligopoly. Menurut Umar, perlahan tapi pasti, perusahaan multi nasional akan mengganti teknologi teknologi pembuatan kretek atau rokok dari yang padat karya menjadi padat teknologi. Akibatnya akan semakin banyak tenaga kerja di industri rokok dan tembakau yang semakin kehilangan pekerjaannya.
“Perusahaan perusahaan multinasional yang bergerak di industri rokok, sudah dapat dipastikan membawa teknologi modern ke tanah air. Modernisasi teknologi industry rokok di tanah air, lambat laun akan dilakukan oleh mereka. Dan tentu saja, modernisasi ini akan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Industri rokok kita saat ini padat karya alias menggunakan banyak tenaga kerja. Kalau modernisasi dilakukan oleh perusahaan rokok berkala internasional, dapat dipastikan akan mengurangi kesempatan kerja bagi masyarakat pekerja industry hasil tembakau di berbagai daerah,” papar Umar Solahudin.
Umar juga menjelaskan, perkembangan teknologi terbaru, dengan munculnya rokok rokok elektronik yang dikembangkan oleh perusahaan perusahaan industri rokok dunia, otomatis akan mengurangi pemakaian tembakau. Perkembangan ini tentu saja akan merugikan petani tembakau nasional. Hasil panen tembakau para petani tembakau akan semakin susah terserap. Hal ini yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para pembuat kebijakan, baik di kementrian perindustrian, kementerian keuangan maupun kementrian perdagangan juga kementerian tenaga kerja dan kementrian pertanian.
“Apapun kebijakan yang diambil pemerintah harus melalui kajian yang cermat agar tidak merugikan masyarakat yang tidak merokok, juga agar tidak merugikan masyarakat petani dan pekerja industry hasil tembakau. Kebijakan yang diambil justru harus menguntungkan semua pihak, baik masyarakat yang tidak mengonsumsi rokok, juga masyarakat petani tembakau juga pekerja industry hasil tembakau. Asal jangan kebijakan yang dihasilkan hanya menguntungkan satu atau beberapa pemilik modal dari luar negeri tapi merugikan rakyat Indonesia,” papar Umar Solahudin.
Laporan : Eman Prabowo
Editor/Posting : Imam Ghazali