
Oleh : Nazriah
Baru-baru ini masyarakat beri dukungan untuk Palestina dengan mengadakan gerakan Global March To Gaza (GMTA). Gerakan sipil lintas negara ini bertujuan mengekspresikan solidaritas terhadap warga Palestina serta mendesak untuk dihentikannya blokade dan agresi militer di Jalur Gaza.
Dilansir dari www.liputan6.com, sejumlah peserta aksi mengikuti aksi dukungan gerakan Global March To Gaza di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (15/6/2025). Global March to Gaza merupakan aksi jalan kaki internasional sejauh kurang lebih 50 kilometer (km). Peserta aksi akan berjalanan kaki dari Kairo. Mesir menuju Gerbang Rafah. Aksi tersebut dikabarkan akan diikuti 10.000 orang, yang berasal dari lebih 50 negara. Minggu 15 Juni 2025 menjadi puncak gerakan Global March to Gaza ketika seluruh peserta tiba di Gerbang Rafah untuk menyerukan dibukanya akses kemanusiaan ke Gaza. Sebelumnya, pada Kamis (12/6/2025), Kepala Badan Bantuan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) Philippe Lazzarini mengatakan gangguan terhadap distribusi bantuan kemanusiaan memperparah kelaparan di Jalur Gaza. Otoritas kesehatan Gaza pada Kamis (12/6/2025) juga melaporkan sedikitnya 21 orang tewas dan lebih dari 290 orang luka-luka ketika mencoba mengakses bantuan kemanusiaan.
Munculnya gerakan Global March To Gaza menunjukkan kemarahan umat yang sangat besar. Hal itu menandakan bahwa tidak bisa berharapan kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa. Tertahannya mereka di pintu Rafah justru semakin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apapun tidak akan pernah bisa menjadi solusi masalah Gaza, karena ada pintu penghalang terbesar yang berhasil dibangun penjajah di negeri-negeri kaum muslimin. Yakni nasionalisme dan konsep negara bangsa.
Paham nasionalisme ini merupakan paham buatan kafir Barat yang berhasil menghilangkan ukhuwah Islamiah. Kaum muslim menjadi terpecah belah tidak bersatu dan penguasa-penguasa muslim hanya mementingkan negerinya masing-masing, mereka seolah-olah tuli dan buta atas penderitaan saudara nya. Umat muslim lupa bahwa Islam adalah satu tubuh, jika saudara kita terluka maka kita ikut merasakan juga.
Paham inilah yang telah memupus hati nurani para penguasa muslim dan tentara mereka, hingga tega membiarkan saudaranya dibantai di hadapan mata hanya demi meraih keridhaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka yaitu Amerika.
Rasulullah SAW bersabda : “Muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Dia tidak layak mendzolimi dan menyerahkan saudaranya kepada musuh.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Umat Islam harus paham betapa bahayanya nasionalisme dan konsep negara bangsa, dilihat dari sisi pemikiran maupun sejarahnya. Keduanya justru digunakan oleh para musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri Islam. Negara muslim tercerai-berai, masing-masing tunduk pada batas wilayah nasionalisme sempit dan kepentingan geopolitik asing. Inilah yang membuat seruan jihad tidak pernah terwujud secara nyata dan menyeluruh.
Umat Islam juga harus paham bahwa arah pergerakan mereka untuk menyolusi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus membongkar sekat negara bangsa dan mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia. Tidak ada solusi selain kembali kepada syari’at Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah.
Selama kaum muslimin masih terpecah dalam sekat nasionalisme, Palestina akan terus menjadi ladang pembantaian. Solusi bagi Palestina bukanlah meja perundingan PBB, tapi penegakan khilafah yang akan mengirim pasukan untuk membebaskannya. Islam mewajibkan jihad fii sabilillah atas kaum muslimin ketika diperangi oleh musuh hukumnya adalah fardhu ‘ain. Jihad fii sabilillah hanya bisa terwujud jika khilafah sudah berdiri, sehingga mampu menghancurkan benteng nasionalisme dan konsep negara bangsa.
Khilafah Islamiyyah akan menjadi perisai umat muslim sehingga akan merasa aman dan nyaman. Jika umat Islam sudah bersatu, zionis Yahudi tidak akan mampu menahan kekuatan jihad kaum muslimin. Hanya dengan jihad dan khilafah lah yang bisa membebaskan Palestina. Oleh karena itu urgen untuk mendukung dan bergabung dalam gerakan politik ideologis yang berjuang tanpa kenal sekat dan terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan politik Islam tersebut di berbagai tempat. Wallahu a’lam bish-shawab.
