
Oleh : Nina
Pajak merupakan kontribusi orang pribadi dan badan yang bersifat wajib dan memaksa berdasarkan undang-undang, dan digunakan kembali oleh pemerintah dalam pengeluaran publik, bagi kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Awal tahun 2025, rakyat Indonesia mendapatkan hadiah yang istimewa dari pemerintah berupa kenaikan pajak. Keputusan pemerintah untuk menaikkan pajak dari 11% menjadi 12% tentu menambah beban bagi masyarakat khususnya menengah ke bawah. Kenaikan pajak tentu saja sangat memberatkan. Penghasilan yang didapat masyarakat tidak sebanding dengan kenaikan harga yang melambung. Adanya kenaikan pajak tersebut tentu berpengaruh juga terhadap harga kebutuhan yang lain.
Kampus ITS, ITS News — Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen telah memicu berbagai reaksi mengkhawatirkan dari masyarakat Indonesia. Menanggapi fenomena tersebut, dosen Departemen Manajemen Bisnis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Arman Hakim Nasution MEng memberi pandangannya dalam sisi akademisi.
Menurut Arman, dampak dari kenaikan PPN ini secara langsung memengaruhi roda perekonomian Indonesia. Tentunya dampak tersebut menyebabkan masyarakat harus membeli barang pokok maupun strategis lainnya dengan harga yang relatif lebih tinggi. “Dengan kenaikan PPN ini, dapat diprediksikan nantinya daya beli masyarakat Indonesia akan menurun drastis,” tuturnya, (28 Desember 2024).
Alasan mengapa pemerintah menaikkan anggaran pajak dimana pajak merupakan sumber penerimaan negara. Apalagi dalam sistem kapitalisme, pajak adalah sumber pendapatan yang utama. Pajak digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastuktur, seperti pada sektor kesehatan, pendidikan dan juga sosial. Tetapi dalam kenyataannya pembangunan infrastuktur yang dilakukan pemerintah tidak dapat dirasakan oleh seluruh rakyat yang ada di Indonesia. Hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saja.
Sebagaimana Rasulullah Ahalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak akan masuk surga para pemungut pajak (cukai),” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim).
Dengan dinaikkannya pajak sebesar 12%, hal ini hanya akan menambah beban ekonomi rumah tangga, menurunkan daya beli masyarakat terhadap suatu barang. Dapat dipastikan pula banyak pekerja yang di PHK. Pekerjaan sulit dicari, tindak kriminalitas pun akan semakin merajalela.
Sungguh ironi, Indonesia yang notabene memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah, ternyata tidak bisa mencukupi kebutuhan rakyatnya. Banyak rakyat yang kelaparan. Hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Di sisi lain, sumber daya alam yang melimpah dikeruk dan dikelola oleh pihak swasta dalam hal ini asing dan Aseng atau biasa disebut dengan oligarki. Negara tidak memiliki kekuasaan atas sumber daya alam. Alhasil Kasus korupsi pun merajalela. Para koruptor melenggang dengan santai ketika kedapatan kasus penyelewengan dana negara trilyunan rupiah, dan hanya mendapatkan vonis yang ringan. Hal ini tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Berharap pada kepemimpinan berbasis sistem kapitalis yang telah gagal dalam mensejahterakan rakyat. Bahkan bisa dikatakan menyengsarakan. Tidak berpihak pada rakyat. Mereka hanya mencari keuntungan semata, tidak akan pernah memikirkan nasib rakyatnya. Rakyat hanya dianggap sebagi alat perah yang selalu dijadikan korban kebijakan berdasarkan nafsu belaka. Sistem kapitalis sekuler merupakan sistem yang zalim. Mengatasnamakan kedaulatan berada ditangan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, mereka sama sekali tidak berpihak kepada rakyat, justru merampas hak-hak rakyat.
Berbeda halnya di dalam sistem kepemimpinan Islam. Islam memiliki seorang pemimpin yang dinamakan Khalifah. Dimana seorang pemimpin adalah yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Pemimpin adalah pelindung dan penjaga bagi rakyatnya, tidak berlaku semena-mena. Mengajak seluruh rakyat untuk beriman dan bertakwa kepada Yang Maha Kuasa. Perilaku seorang pemimpin berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Semua tindakannya sesuai hukum syara yang berlaku berasal dari Allah azza wajalla, yaitu halal dan haram. Dan semua perbuatan yang dilakukan selama didunia kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Seorang pemimpin tidak akan menyengsarakan rakyatnya. Termasuk dalam hal pemberlakuan pajak. Negara tidak akan memungut pajak dari tiap-tiap individu. Apalagi dari rakyat miskin. Apabila kas negara mengalami kekosongan, maka negara barulah memungut pajak dari orang-orang muslim yang mampu saja.
Sumber pendapatan negara Islam berasal dari sumber daya alam yang di kelola oleh negara yang diperuntukkan bagi kemakmuran rakyat. Selain itu ada ganimah, fai, khairaj, dan jizyah. Sumber daya alam tidak boleh dikelola oleh pihak swasta apalagi diprivatisasi. Sehingga tidak akan menimbulkan perbuatan tindakan korupsi. Kalaupun terjadi tindak korupsi, Islam sudah memiliki hukum yang akan membuat efek jera bagi para pelaku koruptor. Hukum Islam adalah hukum yang adil karena berasal dari Allah subhanahu wata’ala. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari sosial atau pergaulan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, hukum sanksi bahkan sampai ke pemerintahan. Maka dari itu hukum Islam harus segera ditegakkan.
Wallahu’alam


