Pejuang Wabah Minim Proteksi

0
387

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST

Menjadi tenaga medis, mengurusi orang terkena Covid-19 adalah tugas yang berat. Tenaga medis memang menjadi salah satu orang yang paling rentan terpapar virus corona, karena mereka bersentuhan langsung dengan penderita.

Para tenaga medis yang terikat sumpah sejatinya telah menolong dengan sukarela. Mereka berjibaku menyelamatkan pasien, kadang kurang tidur, haus tak bisa minum, bahkan telat makan. Harusnya apresiasi luar biasa diberikan kepada dokter dan perawat yang menjadi garda terakhir penanganan Covid-19, juga kepada dokter yang tetap praktik mengobati pasien non-Covid, namun juga ikut terpapar corona.

Karena itu sebutan pahlawan bagi para pekerja medis sebagai apresiasi positif sekaligus sikap hormat saja tidak cukup. Upaya melindungi para dokter, perawat, dan pekerja rumah sakit lebih penting ketimbang sekadar pemberian predikat pahlawan atau kata-kata sanjungan.

Di seluruh dunia, para pekerja medis yang tengah berjibaku menyelamatkan nyawa pasien mengalami hal yang sama. Persoalan yang paling mengemuka kebanyakan mereka kekurangan alat pelindung diri (APD). Sebagian lainnya kelelahan karena menangani pasien. Beban psikologis para pekerja medis di Indonesia ditambah lagi oleh stigma negatif sebagian masyarakat. Mereka yang seharusya disebut pahlawan itu ditolak warga sehingga harus ditampung di hotel. Bahkan jenazah seorang perawat pun ditolak sehingga harus dimakamkan di lahan milik rumah sakit.

Apalagi kita melihat data yang ada sekarang menunjukkan semakin banyak korban tenaga medis yang gugur saat menangani wabah, tidak mendapat perhatian memadai.

Yang menjadi persoalan sampai sekarang adalah pemenuhan kebutuhan APD bagi dokter dan pekerja medis. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian harus cermat menyiapkan perlengkapan ini sehingga para dokter dan pekerja medis terlindungi.

Tak bisa dimungkiri, saat ini APD sangat dibutuhkan oleh banyak negara di dunia. Stok terbatas semntara permintaan meningkat tajam karena pandemi. Pantas bila harga melambung dan di sinilah kesempatan para pemburu rente memanfaatkan kesempatan.

Karena itu perlu cermat, dalam arti pemerintah benar-benar lihai untuk tidak terjerembab memenuhi kepentingan mafia APD baik di dalam negeri maupun di pasar dunia. Cermat juga berarti tidak cukup melihat angka produksi hanya apa yang tampak di atas kertas, melainkan benar-benar dicek kesiapan industri di lapangan dalam memproduksi APD. Jangan sampai para pejabat berkoar-koar kebutuhan APD tercukupi, sementara di lapangan justru kondisinya bertolak belakang. Cermat juga berarti teliti menakar kualitas APD yang dihasilkan.

Kurangnya perhatian Pemerintah memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien Covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial juga tidak diberikan. Sebagian para medis tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS kesulitan dana.

Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit di garda depan Medan tempur.

Cara Islam Memberikan Penghargaan
Berkaca pada sistem Islam di era keemasan. Betapa, Islam menjadi garda terdepan dalam urusan kesehatan. Sejarah mencatat, bahwa kesehatan termasuk ke dalam kebutuhan primer yang wajib disediakan oleh negara. Bahkan rakyat memperolehnya dengan gratis. Karena mindset pemimpin pada saat itu adalah pelayan rakyat.

Tengok bagaimana kebijakan kesehatan yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih sang penakluk konstantinopel. Beliau dalam memberikan pelayanan kesehatan sungguh luar biasa. Di antaranya merekrut juru masak terbaik rumah sakit, dokter datang minimal 2 kali sehari untuk visit pasien. Tenaga medis dan pegawai rumah sakit harus bersifat qona’ah dan juga punya perhatian besar kepada pasien.

Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahu 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”

Kisah pengelana Eropa yang mahsyur ini juga menjadi bukti betapa luar biasanya sistem kesehatan pada abad keemasan itu. Ia menceritakan bahwa dia sengaja berpura-pura sakit karena ingin menikmati lezatnya makanan di rumah sakit Islam. Ia ingin menikmati ayam panggang yang populer itu. Karena pada saat itu diterapkan bahwa ciri pasien sembuh adalah dengan mampunya ia memakan ayam panggang tersebut dengan lahap.

Keberhasilan peradaban Islam ini disebabkan paradigma yang benar tentang kesehatan. Nabi SAW bersabda bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi penguasa adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya.

Betapa luar biasanya perhatian Islam terhadap kesehatan di masa itu. Apalagi perhatian terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Dengan perhatian yang luar biasa pada pasien, maka Islam dapat dipastikan memberikan fasilitas terbaik untuk tenaga medisnya. Berupa tunjangan dan akses pendidikan mudah dan gratis serta sarana prasarana. Agar mindset yang muncul dalam diri tenaga medis adalah mindset melayani tak semata-mata hitung-hitungan materi.

Islam memberikan perlindungan kepada para tenaga medis yang menjadi garda terakhir wabah dengan diberlakukannya karantina wilayah. Ini semata-mata dilakukan untuk mencegah semakin merebaknya wabah. Maka wabah tak akan sempat menjadi pandemi. Dengan terpusatnya wabah di satu wilayah saja, memudahkan para tenaga medis untuk fokus dan segera memberikan penanganan.

Selain itu, Islam menjamin sarana dan prasarana kesehatan yang terbaik dan berkualitas tinggi. Mindset menjaga nyawa telah menjadikan penguasa di era keemasan untuk menjaga aset tenaga medisnya. Sehingga dapat dipastikan sarana perlindungan diri seperti APD akan dipenuhi. Sehingga tak akan banyak tenaga medis yang dikorbankan. *** Wallahu’alam bishowab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here