Pembajakan dan Perusakan Generasi

0
146

Oleh: Rizkika Fitriani

Bocah kelas enam SD di Tasikmalaya jadi korban bullying. Bocah malang itu mengalami depresi hingga sakit keras dan akhirnya meninggal usai dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman sebayanya, (Detik.com, 21/7/2022).

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta langsung para anak-anak yang berkumpul di acara Citayam Fashion Show, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, membubarkan diri pada pukul 22.00 WIB, kemarin. Menurutnya, hal itu untuk membiasakan disiplin waktu, mengingat hampir semuanya masih pelajar SD, SMP, hingga SMA. “Sebelum pukul 22.00 WIB sebaiknya sudah di rumah. Ini bagian untuk mencegah kekerasan, pelecehan terhadap anak. Karena angka kekerasan meningkat, prostitusi daring juga meningkat,” kata Riza di akun instagramnya (Republika.co.id, 24/7/2022).

Melirik kelakuan generasi hari ini semakin tak terkendali, berbagai macam kasus kerap kali terjadi. Seperti yang viral baru-baru ini, bullying yang dilakukan oleh bocah Tasikmalaya berujung terkobankannya nyawa, sungguh perbuatan yang sangat keji dan sangat tidak layak dilakukan oleh manusiawi apalagi sudah sampai dilakukan para bocah. Begitu juga dengan viralnya Citayam fashion week, yang diikut sertakan oleh para generasi dari berbagai kalangan. Para generasi yang begitu ambis ikut serta pada ajang tersebut, buat mereka tak segan-segan untuk mengorbankan waktu, uang, bahkan ada yang sampai tidur dijalanan, dengan dalih sebagai ekspresi kreatifitas anak negeri.

Masih layakkah menormalisasikan generasi hari ini? Apakah bangga dan memang seperti ini yang diharapkan negara terhadap generasi? Apakah tidak berpikir bagaimana jadinya negara kalau generasi muda bersikap seperti ini? Dimana peran pendidikan yang katanya berjanji akan mencetak generasi unggul? Dimana peran negara yang katanya mengharapkan generasi penerus untuk kemajuan bangsa? Dimanakah peran orang tua yang katanya menginginkan anaknya mempunyai masa depan yang cerah? Sungguh semua sekaan lupa akan perannya masing-masing. ***

Semua seakan sibuk sendiri, lihatlah bagaimana ranah pendidikan yang sibuk menggonta-ganti versi, salah satunya kurikulum moderasi, murid digiring menjadi generasi yang super toleransi, syariat semakin memudar pada jiwa sang anak. Buat mereka semakin asing dan takut jika mendengar Islam kaffah, ekstrim bagi mereka karena sudah terbiasa gaya hidup yang sekuler dan liberal. Begitu juga dengan negara, yang harusnya negara berperan untuk generasi hari ini, namun apalah daya perebutan kursi kekuasaan lebih di utamakan, pembangunan infrastruktur tak tetinggal, debat antara politik dan agama makin masif, cegah radikal radikul selalu digaungkan. mengharapkan pendidikan orang tua pun tak sesuai harapan, para orang tua telah dibius oleh kaum kapitalis, digiring untuk mengejar materi karena desakan situasi ekonomi hingga lalai pada peran utamanya mendidik anak-anaknya.

Kelalaian akan peran seakan tak sadar bahwa kritisnya pemuda hari ini, potensi mereka dibajak, dijajah, dan dikendalikan oleh arus sekuler dan liberal. Namun sedihnya, masih banyak yang mendukung dan mengapresiasi tentang pemuda hari ini yang katanya generasi kreatif. Apakah tidak bisa membedakan bagian dari kreativitas? Jika yang dilakukan para pemuda suatu hal keburukan, tentunya bukanlah bagian dari kreativitas tapi merupakan kemerosotan akibat kuragnya perhatian pendidikan. Jika masih banyak yang mendukung, tentu berarti memang seperti itu generasi yang mereka harapkan.

Tidakkah melirik sejarah bagaimana potensi pemuda muslim yang seharusnya, seperti Ali bin Abi Thalib yang sejak usia muda sudah mempunyai jiwa pemberani, potensi yang beliau gunakan yaitu tak lain untuk dakwah Islam. Begitu juga dengan Usamah bin Zaid yang menggunakan potensi pada usia muda untuk di garda terdepan jihad membela agama Allah dengan tekad dan keberanian yang tinggi. Ada juga pemuda yaitu Atab bin Usaid diangkat oleh Rasulullah menjadi gubernur Makkah untuk melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan. Dan banyak para pemuda inspiratif lainnya yang bisa dijadikan contoh untuk pemuda jaman sekarang yang sudah diambang kerusakan. Seharusnya yang dijadikan pijakan dan cerminan yaitu pemuda islam yang sesuai akan jati dirinya. Bukan malah melirik trend barat yang jelas sekali penjajah dan membajak potensi pemuda hari ini.
Pemuda harus sadar akan jati dirinya, namun untuk itu perlu peran negara yang menjadi arahan utama. Negara harus menerapkan sistem Islam agar semua terjalankan seusai dengan hukum-Nya. Jika sistem Islam sudah terjalankan, maka pendidikan juga akan tergiring untuk menerapkan kurikulum Islam yang mampu mencetak beriman, bertakwa, unggul, dan pejuang Islam, sebagaimana generasi terdahulu. Begitu juga para orang tua yang terbekali akidah dan dipahamkan apa saja tugas utamanya sehingga para orang tua akan menjalankan amanahnya sesuai dengan ketetapan-Nya. Sudah seharusnya masyarakat sadar bahwa penolong satu-satunya generasi hari ini yaitu dengan penerapan sistem Islam, maka saatnya umat bangkit untuk ikut bergerak di barisan menjadi pejuang Islam. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here