Oleh : Umie Hasan
Umat Islam berduka, masih hangat dalam ingatan kita peristiwa yang terjadi di hari Minggu 13-12-2020 atas penahanan HRS.
Enam anggota FPI dibunuh, kemudian sepihak tanpa penyelidikan dengan mudahnya membunuh berdalih membela diri. Belum tuntas kasus ini diungkap, agar memberikan keadilan bagi FPI dan keluarga korban, kini menyusul HRS ditahan.
Penahanan ini nenimbulkan pro-kontra terkait pasal-pasal yang dikenakan terhadap HRS. Muncul pertanyaan besar dalam masalah ini. Apakah penahanan ini adalah murni penegakan hukum karena pelanggaran kriminal? atau ini masalah politis? Untuk menguak tirai di balik penangkapan. Maka, ini pun dibahas dalam diskusi online fokus khilafah cenel dengan para pakar yaitu Prof Suteki, DR Khoirul Romadhon, dan Ustadz Ismail Yusanto.
Prof. Suteki mengatakan terkait penahanan HRS ada penyelundupan pasal – pergeseran pasal 93 UU kekarantinaan – ke pasal 160 itu diarahkan untuk bagaimana caranya agar HRS dipidanakan dan di tahan. Pasalnya karena pasal 93 itu tuntutan hukumnya di bawah 5 tahun katanya. Tetapi kalau pasal 160 tuntutan hukumnya 6 tahun. Ini bisa ditangkap dan ditahan, tentu sudah tercium aroma aspek politis agar supaya HRS bisa ditahan.
Senada dengan Prof Suteki, dalam kesempatan itu DR Khoirul Romadhon ketika ditanyakan apakah petahana HRS adanya unsur politis. Dia mengatakan saya sangat yakin ini unsur politis. Karena ini tidak dilakukan pendekatan secara kaidah kaidah, norma-norma hukum yang berlaku, dan berdasarkan prinsip azas dokmatika ilmu hukum, ajaran hukum. Awalnya pasal 93 bergeser ke pasal 160 dan 216, UU yang dikenakan tidak berdiri sendiri. Ada ketidaktepatan penerapan hukum, berarti di sini ada rekayasa atau mencari-cari cela yang sebagaimana saya yakini itu ada, katanya.
HRS memang dikondisikan sebagai orang yang harus ditangkap dan dikondisikan harus ditahan. Kalau dengan UU pasal 93 dan 216 itu hanya 1 tahun tuntutan hukumnya HRS tidak bisa dipenjara.
Terakhir Ustadz Ismail Yusanto dalam diskusi itu mengatakan. ”Saya setuju bahwa penahanan HRS lebih menonjol aspek politiknya dari aspek kriminal. Saya kira sudah sangat jelas apa yang dikatakan para pakar bahwa nuansa aspek politiknya sangat keras. Apa yg terjadi sekarang ini tak lepas dari atmosfir politik atau backgroundnya. Jeda proses hukum HRS yang sudah dibuat begitu rupa sempat terhenti 3,5 tahun. Setelah HRS kembali dari Arab Saudi proses itu dilanjutkan kembali.”
Dikatakan, dalam kasus penahanan, terjadi dua kejahatan sekaligus. Kejahatan kriminalisasi dan kejahatan diskriminasi.
Kriminalisasi terjadi pada pada penerapan pasal 160 tentang penghasutan. Ya, seruan dakwah amar makruf nahi Munkar ditafsirkan penghasutan. Itupun, belum ada akibat material yang ditimbulkan.
Padahal, menurut putusan MK melalui putusan Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi material. Itu artinya, fokusnya bukan hanya pada perbuatan tetapi juga akibat perbuatan.
Diskriminasi terjadi pada penerapan pasal 93 Jo pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal ini hanya berlaku bagi HRS, tidak berlaku bagi Gibran dan Boby, tidak berlaku bagi Habib Luthfi, tidak pula berlaku bagi kerumunan lain yang jamak ditemui.
Ketika penyelenggara negara tidak berorientasi pada kebenaran dan keadilan, maka kecenderungannya yaitu memanfaatkan hukum dalam arti peraturan untuk memback up tindakan meskipun tindakannya keliru atau jahat.
Kemana umat berharap? Berharap kepada Anggota Dewan tidak mungkin, karena umat sudah tahu, sebagaimana UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan anggota Dewan, sementara mereka tidak memegang draf UUnya.
QS Ibrahim 42 ini menjawab pertanyaan- pertanyaan itu, kita harus meresapi apa yang dikatakan oleh Allah SWT
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.
1. Kita harus meresapi ayat ini. Jadi kita jangan mengira Allah lalai terhadap apa yang dilakukan oleh orang dzalim. Yakin seyakin-yakinnya Allah SWT tidak mengingkari janjinya. Allah melihat dan mendengar semua kedzaliman ini.
2. Kenapa Allah terus membiarkan kezoliman itu, sesungguhnya Allah SWT memberi tangguh kepada orang-orang dzalim itu sampai pada waktu yang pada saat itu mata mereka terbelalak.
Artinya Allah memberikan peluang pada umat pilihan-Nya untuk tetap berjuang, istiqomah memperjuangkan agama ini di tengah-tengah kedzaliman para penguasa dan rezim ini. Meraka tidak punya pelindung, jangan takut dengan ancaman mereka. Ancaman yang mereka tebarkan itu adalah konfirmasi janji Allah akan di tunaikan yaitu tegaknya khilafah ala minhaji Nubuwwa.
Khilafahlah satu-satunya solusi tuntas yang akan menghapus kedzaliman dan menegakkan keadilan. Penahanan HRS ini bisa dianggap sebagai THE BEGINNING OF THE END (awal dari berakhirnya). ***
Wallahu a’lam ….