Oleh : Marsal (Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim)
Istilah kritik dan koreksi sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, melalui media cetak maupun elektronik. Juga melalui forum-forum diskusi, dialog, pidato, dan lain-lain. Bahkan soal kritik ini pernah dilontarkan oleh Presiden Soeharto dalam pidatonya sebagai Mandataris MPR. Waktu dia sedang menjabat, dalam pidatonya itu antara lain beliau mengatakan bahwa dalam menjalankan tugas tugasnya sebagai Mandataris MPR beliau siap menerima saran, koreksi, dan kritik, baik yang samar-samar maupun yang secara tegas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kritik itu artinya kecaman atau tanggapan, yang terkadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Sementara koreksi adalah pembetulan, perbaikan, dan pemeriksaan. Dengan demikian maka kritik dan koreksi ialah suatu usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan hasil karya atau pendapat, melalui cara yang samar maupun tegas, yang lembut maupun yang pedas, agar hasil karya ataupun pendapat itu menjadi baik dan lebih sempurna.
Dalam perjuangan untuk membangun kualitas hidup, kritik dan koreksi sangat diperlukan, sebab dengan kritik dan koreksi itu segala kekurangan dapat disempurnakan. Segala kesalahan dapat diluruskan, dan segala kejelekan dapat diperbaiki. Maka dalam kesempurnaan, kebenaran, dan kebaikan itulah peningkatan kualitas dapat diperoleh. Apalagi seorang pemimpin di masyarakat, kritik dan koreksi lebih diperlukan lagi, sebab menjadi pemimpin pada hakikatnya mengemban amanat yang amat berat, sangat membutuhkan dukungan dan bantuan orang lain. Maka, dengan menerima kritik dan koreksi dari orang lain itu, jalan kesuksesan bagi seorang pemimpin terjuka lebar. Akan tetapi bila seseorang tidak mau menerima kritik dan koreksi dalam hidupnya, bahkan bersikap acuh tak acuh dan mau menang sendiri, maka jalan kegagalan lebih terbuka lebar baginya.
Dalam perjuangan hidup di masyarakat cukup banyak contoh orang gagal meraih sukses akibat tidak mau menerima kritik dan koreksi dari lawan maupun kawan, dan bahkan cenderung meremehkan.
Misalnya kisah Abu Lahab dan Abu Jahal di masa awal kemunculan Islam di Negeri Arab, Raja Fir’aun di Mesir, Adolf Hitler seorang pemimpin bangsa Jerman, Musollini di Italia, dan lainnya. Mereka hancur hidupnya dan gagal kepemimpinannya akibat menolak kritik dan koreksi.
Itulah sebabnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab ketika mereka di angkat jadi pemimpin atau Khalifah, mereka meminta dengan sangat kepada para sahabat Nabi agar mendukungnya bila ia benar, dan menegurnya jika ia salah. Bahkan Khalifah Umar tersenyum menerima ancaman yang pedas dari Abu Khuzaifah, yang akan menegur dengan pedangnya bila Umar berbuat kesalahan. Dalam hal kritik dan koreksi Rasulullah SAW bersabda dengan artinya : “Tolonglah saudaramu yang berbuat aniaya atau yang dianiaya. Seseorang bertanya: bagaimana cara menolong saudara yang berbuat aniaya? Nabi bersabda : Cegahlah perbuatannya dan laranglah dia dari berbuat aniaya, maka sesungguhnya yang demikian itu cara menolongnya”. (Hadits Riwayat Bukhari).
Dari sini mengapa kritik dan koreksi itu sangat penting bagi kita dalam mengemban amanat Allah SWT. Terutama amanat kepemimpinan dan jabatan?
Pertama, manusia itu mempunyai sifat lupa, keliru dan salah. Hal itu sesuai dengan namanya “Al Insan” yang artinya lupa. Maka tidak dinamakan manusia jika tidak memiliki sifat lupa, salah atau keliru itu akan lebih sering terjadi. Kehidupan di dunia adalah kehidupan yang penuh dengan dengan godaan, di antara godaan dunia itu ialah wanita, harta dan tahta, kekuasaan bisa menjadi peluang untuk memperoleh kesenangan duniawi. Oleh karena itu para penguasa yang lupa dengan amanat kekuasaannya, sering menjadikan kekuasaannya itu untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Berbuat sewenang-wenang, menindas kaum lemah dan sebagainya. Oleh karena itu sangatlah perlu adanya kritik dan koreksi dari para tokoh dan anggota masyarakat untuk mengingatkan mereka yang lupa, meluruskan mereka yang bengkok, yang demikian agar mereka kembali sadar dan waspada terhadap godaan duniawi, dan agar mereka memperbaiki kesalahan- kesalahan, meninggalkan kemungkaran dan kejelekan serta kembali ke jalan yang benar. Berkaitan dengan kririk dan koreksi pula Allah SWT berfirman dengan artinya : “Dan hendakla ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang orang yang beruntung” ( QS Ali Imron : 104 ).
Kedua, tentang pentingnya kritik dan koreksi bagi kita ialah karena kita ternyata manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Selain mudah lupa, keliru dan salah sebagai kekurangan lahiriyah manusia, juga tidak ada manusia yang serba pintar dàlam segala hal. Masing- masing mereka punya kelebihan dan kekurangan, ada yang ahli dalam bidangnya masing-masing tetapi tidak dalam bidàng làinnya.
Oleh karena itu jika suatu tugas diserahkan kepada orang yang bukan ahli dàlam bidangnya, maka tinggal menunggu saat kegagalannya. Namun ada sekelompok orang dalam masyarakat yang sengaja menguasai bidang yang bukan keahliannya karena ada udang di balik batu. Maka dari sinilah bermula timbulnya ketimpangan dalam kehidupan di masyarakat. Sàlah satu pentingnya kritik dan koreksi ialah agar manusia memiliki keahlian yang tinggi dalam bidangnya masing-masing, dan tidak menangani suatu urusan atau tugas yang bukan di bidangnya. Serta agar masyarakat tidak mengangkat seseorang untuk menduduki suatu jabatan yàng bukan ke ahliannya.
Adapun yang dimaksud dengan “ahli” bukan hanya sekedar mengerti, tetapi juga mampu mempertanggungjawabkannya secàra adil, benar, dan profesional. Dalam hal keahlian Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya : “Apabila sesuatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah waktu (kehancuran) nya”. ( HR Bukhari )
Ketiga : tentang pentingnya kritik dan koreksi bagi kita ialah bahwa zaman selalu berubah oleh karena itu pada masa tertentu perlu adanya perubahan perubahan sesuai dengan perubahan yang tengah berlaku. Misalnya senjata yang paling modern padà masa lalu ialah sènapan dan meriam, kini yang paling modern ialah rudal, bom nuklir, senjàta kimia dan biologi. Dulu alat tulis modern adàlah mesin ketik, kini yang paling modern komputer, dulu alat komunikasi yang paling modern adalah telephon, kini di samping telephon ada handphone android. Dan masih banyak yang lainnya. Serta masih lagi perubahan perubahan di dunia modern. Bahkan begitu cepat terjadinya perubahan, segala kemampuan yang kita persiapkan, masih kala cepat untuk menghadapinya.
Oleh karena itu jika kita bertahan dengan pola lama. Atau kita bergerak lamban, kita akan menjadi bangsa yang tertinggal, maka untuk menghadapi (mengantisipasi) perubahan zaman yang yang sangat cepat itu perlu ada kritik dan koreksi, sebab dengan kritik dan koreksi itu àkan lahir berbagai solusi (jalan keluar) dan gagasan baru yang lebih baik dan sempurna, sehingga dengan solusi dan gagasan baru setia perubahan akan mampu teratasi.
Namun demikian kritik dan koreksi itu harus didasarkan atas iktikad baik, dan si penerima harus menerimanya dengan sikap legowo (terbuka ), sekali pun kritik dan koreksi itu cukup pahit rasanya. Sebab dengan sikap terbuka itu, setiap kritik dan koreksi akan memberikan masukan yang besar manfaatnya kepada kita, dan sangat membantu kita mencapai keberhasilan. Dalam hal waktu selalu berubah, Allah SWT berfirman yang artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang orang yang beriman dan mengajarkan amal shaleh (kebajikan) dan saling menasehati agar menepati kebenaran, serta saling menasehati dalam menetapi kesabaran” ( QS. Al Ashr : 1-3 ).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pertama kritik dan koreksi ternyata penting sekali. Artinya bagi kita, sekalipun kritik dan koreksi itu pahit rasanya. Sebab dengan semua itu segala kelemahan, kekurangan dan kesalahan kita dapat diketahui dan segera diperbaiki.
Kedua kritik dan koreksi itu besar manfaatnya bila diterima secara lapang dada, tanpa sikap itu tidàk ada gunanya kritik dan koreksi. ***

