Penyidikan Kasus Lukas Enembe Bisa Dihentikan, Kok Bisa?

0
151

Kliksumatera.com, JAKARTA- Pada 14 September 2022 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus rasuah senilai Rp 1 miliar.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga mengimbau Lukas Enembe untuk memenuhi undangan pemeriksaan yang telah dilayangkan. “Kami akan lakukan pemanggilan kembali. Mohon Pak Lukas untuk hadir di KPK, atau misalnya Pak Lukas ingin diperiksa di Jayapura, kami mohon kerja samanya, agar juga masyarakat ditenangkan,” ujar Alexander dalam konferensi pers pada 19 September 2022.

Permintaan Alexander kepada Lukas untuk menenangkan masyarakat menyusul kemunculan demonstrasi besar-besaran di Jayapura lakukan pembelaan terhadap Lukas. Pantauan Tempo melaporkan bahwa sepekan setelah ditetapkan sebagai tersangka, muncul gelombang pembelaan masyarakat dengan slogan “Save Lukas Enembe” baik di Papua maupun di Jakarta.

Merespons demonstrasi masyarakat Papua tersebut, Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK menyampaikan bahwa pihaknya akan bertindak profesional dan mengutamakan asas praduga terlebih dahulu.

Ia juga menilai bahwa narasi di masyarakat saat ini menunjukkan seolah-olah KPK melakukan kriminalisasi kepada Gubernur Papua atas dugaan rasuah Rp 1 miliar tersebut.

Bahkan, Alexander pun mengungkapkan bahwa dengan kemunculan undang-undang yang baru KPK bisa mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 apabila Lukas Enembe memang terbukti tidak melakukan tindak pidana rasuah. “KPK berdasarkan UU yang baru ini bisa menghentikan penyidikan dan menerbitkan SP3, kalau nanti dalam proses penyidikan Pak Lukas bisa membuktikan dari mana sumber uang yang puluhan, ratusan miliar tersebut,” katanya.

“Kalau nanti Pak Lukas Enembe bisa tunjukkan dari mana uang puluhan ratusan miliar tersebut, misalnya dari tambang emas, ya sudah pasti akan kami hentikan,” kata Marwata.

SP3 dalam UU KPK

Merujuk Pasal 109 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana alias KUHAP, SP3 umumnya diberikan oleh Tim Penyidik yang biasanya berasal dari pihak kepolisian kepada tersangka apabila tidak ditemukan bukti kuat dan peristiwa yang dilakukan terbukti bukan tindak pidana.

Sebenarnya, apabila merujuk Undang-Undang atau UU lama terkait KPK, yaitu UU Nomor 30 Tahun 2000 dijelaskan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3, sebagaimana penjelasan dalam Pasal 40.

Namun, setelah diperbarui sebanyak dua kali menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK diberi kewenangan baru untuk menghentikan penyidikan ataupun penuntutan apabila proses penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam kurun waktu 2 tahun, sebagaimana isi pada Pasal 40 Ayat (1).

Akan tetapi, bukan berarti tersangka tindak pidana rasuah bisa kabur begitu saja. Sebab, dalam Pasal 40 Ayat (4) dituliskan bahwa SP3 dapat dicabut oleh pimpinan KPK apabila ditemukan bukti baru terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka.

Sayangnya, perincian prosedur atau mekanisme terkait pengeluaran SP3 oleh lembaga antirasuah ini tidak diperjelas dalam UU yang sama.

Oleh karena itu, dengan kemunculan UU terbaru ini, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan kepada Gubernur Papua Lukas Enembe agar bersedia diklarifikasi dan memenuhi panggilan dari KPK.

Sumber : TEMPO.CO
Posting : Imam Gazali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here