
Oleh : Eci Anggraini, Pendidik Palembang
Polisi diminta menindak tegas berbagai bentuk premanisme. Sebab, perbuatan tersebut dinilai sangat mengkhawatirkan dalam beberapa waktu belakangan. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni saat memimpin kunjungan kerja (kunker) Komisi III DPR ke Polda Metro Jaya. Menurut dia, aparat harus bergerak cepat menindak berbagai bentuk premanisme.
Bendahara Umum (Bendum) DPP Partai NasDem itu menyampaikan, aksi premanisme mengancam keselamatan warga. Para pelaku tak jarang menggunakan senjata saat melakukan aksinya. Sekretaris Fraksi NasDem itu menyebut tindakan premanisme tidak boleh dibiarkan. Sebab, dinilai mempertaruhkan kewibawaaan aparat dan negara. “Belakangan ini aksi premanisme di Indonesia kian mengkhawatirkan dan kelewatan. Salah satu yang jadi perhatian saya adalah aksi tawuran yang menggunakan senjata tajam yang sangat membahayakan warga dan belakangan ini marak terjadi di Jakarta, bahkan di lingkungan rumah saya,” ungkap dia, (Metro TV, Kamis, 08/05/2025).
Melihat maraknya premanisme, pemerintah resmi membentuk Satgas Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas untuk menangani aktivitas yang mengganggu ketertiban umum dan menghambat iklim investasi. Namun, ada keraguan publik yang masih mengganjal, yaitu akankah kehadiran Satgas Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas dapat mencegah terjadinya aksi premanisme? Masalah premanisme tidak bisa dilihat dari satu sisi semata karena ini bukan fenomena dadakan yang muncul begitu saja. Ada peran sistem yang memicu budaya premanisme sehingga sulit dituntaskan, yaitu sistem kehidupan sekuler kapitalisme.
Penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalisme telah melahirkan kemiskinan, kesulitan hidup, sulitnya lapangan kerja, serta ketimpangan sosial. Kemiskinan terjadi bukan karena rakyat malas bekerja, tetapi karena kebijakan negara yang tidak memihak kepentingan rakyat.
Sistem sekuler kapitalisme menjadikan fungsi negara hanya sebatas regulator dan fasilitator bagi kepentingan pemilik modal. Lalu lahirlah kebijakan prokapitalis dengan mengesampingkan kemaslahatan rakyat. Seharusnya, prioritas negara adalah menjamin kehidupan rakyat. Jaminan yang dimaksud bukanlah memenuhi segalanya dengan pemberian bantuan sosial, tetapi seharusnya negara memberi kemudahan akses dan layanan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti harga pangan murah, pendidikan dan kesehatan gratis, lapangan kerja banyak, dan sebagainya. Sayang, negara tidak menjalankan kewajiban tersebut sehingga memicu tingginya angka kriminalitas, termasuk aksi premanisme.
Kesulitan memenuhi kebutuhan pokok karena harga barang-barang makin tidak terjangkau oleh masyarakat bawah mendorong perilaku instan dalam mencari nafkah. Apalagi jika para penanggung nafkah merasa sempit dan buntu mencari kerja lalu menjadi pengangguran, jadilah cara haram yang dijalani, yang penting dapat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kejahatan dan kriminalitas melonjak karena ada pemicunya, salah satunya adalah kesempitan hidup karena ekonomi sulit.
Alhasil, biang masalah munculnya budaya premanisme, aksi kekerasan, serta perbuatan kriminal yang dilakukan masyarakat tidak lain akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme yang divalidasi oleh penguasa melalui kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, semisal kenaikan harga pangan, kenaikan tarif layanan publik, pajak yang mencekik, dan sebagainya.
Islam memiliki konsep hidup yang komprehensif dalam menyelesaikan persoalan kehidupan, termasuk premanisme. Sistem Islam membangun ketakwaan komunal secara menyeluruh. Prinsip keadilan dan pengurusan negara dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat akan menciptakan kehidupan yang harmonis dan seimbang. Di antara mekanisme Islam dalam mewujudkan situasi kondusif dalam kehidupan masyarakat sebagai berikut.
Pertama, membangun ketakwaan individu dan komunal melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai aturan Islam. Setiap keluarga dibekali pemahaman bahwa penanaman akidah Islam kepada anak harus dilakukan sejak usia dini. Kurikulum pendidikan harus berasas akidah Islam yang akan menumbuhkan keimanan mereka kepada Allah Taala sehingga ketika terjadi perselisihan diselesaikan dengan cara pandang Islam.
Kedua, menegakkan budaya amar makruf nahi mungkar. Ketika Islam menjadi landasan dalam menjalani kehidupan, masyarakat akan memiliki pemahaman yang sama tentang perbuatan maksiat. Dengan pemahaman ini, lahirlah kebiasaan saling menasihati dalam kebaikan, juga saling mengingatkan dan menegur jika ada yang melanggar syariat Islam. Fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial akan terwujud dengan ditegakkannya amar makruf nahi mungkar sehingga rasa empati dan peduli dengan kondisi sekitar juga dapat tercipta dengan baik. Sementara itu, dalam sistem sekuler kapitalisme masyarakat cenderung individualis dan apatis.
Ketiga, menegakkan sistem sanksi Islam. Untuk menetapkan sanksi bagi pelaku kekerasan, harus dilihat jenis pelanggarannya. Sanksi bagi aksi premanisme ditetapkan berdasarkan jenis kejahatannya. Jika pelaku melakukan penganiayaan, ia dikenai sanksi jinayah. Jika pelaku melakukan pembunuhan, bisa dijatuhi sanksi bagi pembunuh, yakni kisas. Namun, jika kejahatannya terkategori takzir, sanksinya ditetapkan berdasarkan intih khalifah atau kadi.
Dalam kitab Nizham al-Uqubat wa al-Ahkam al-Bayyinat fil Islam hlm.192, Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah menjelaskan bahwa sanksi takzir ditetapkan sesuai kadar kejahatannya. Kejahatan yang besar mesti dikenai tingkat sanksi yang besar pula sehingga tercapai tujuan sanksi, yakni pencegahan. Begitu pula dengan kejahatan kecil, akan dikenai sanksi yang dapat mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan serupa. Pelaku kejahatan kecil tidak boleh dikenai sanksi lebih dari itu, agar tidak terkategori menzalimi pelaku dosa tersebut.
Syarak telah menjadikan penetapan sanksi takzir sebagai hak bagi khalifah, amir, ataupun kadi (hakim) secara mutlak. Dalam masalah ini, dikembalikan kepada ijtihad khalifah pada hal-hal yang ia ketahui, yaitu kondisi seseorang yang akan dijatuhi hukuman, fakta kejahatan yang wajib ia putuskan, serta lokasi kejahatan di suatu negara.
Dengan begitu, penetapan kadar takzir diserahkan kepada ijtihad khalifah. Itu sebabnya, membatasi ijtihad dengan batas sanksi lebih tinggi (maksimal) ataupun lebih rendah (minimal), kemudian menjadikannya sebagai batas bagi penetapan sanksi, justru akan menafikan keberadaan sanksi tersebut sebagai takzir, serta akan menafikkan pula ijtihad khalifah.
Keempat, mengoptimalkan aparat penegak hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam negara Khilafah, pengawasan terhadap tugas aparat berada dalam wewenang Departemen Dalam Negeri. Dalam kitab Ajhizatu ad-Daulah al-Khilâfah hlm.154 yang ditulis Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah, dijelaskan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Departemen ini juga mengurusi penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang diinginkannya.
Tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri adalah menjaga keamanan dalam negeri bagi negara. Di antara perbuatan-perbuatan yang mengganggu kemanan dalam negeri adalah al-hirâbah (perompakan), yakni pembegalan di jalanan, menyerang orang-orang untuk merampas harta milik mereka, dan mengancam nyawa mereka. Demikian juga termasuk perbuatan yang mengganggu keamanan dalam negeri adalah penyerangan terhadap harta masyarakat melalui kejahatan pencurian, perampasan, perampokan, dan penggelapan; gangguan terhadap jiwa masyarakat melalui pemukulan, pencederaan, dan pembunuhan; serta gangguan terhadap kehormatan melalui publikasi keburukan dan qadzaf (tuduhan) berzina. Yang juga termasuk tugas-tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri adalah treatment (perlakuan) terhadap orang yang dikhawatirkan menimbulkan kemudaratan dan bahaya. Treatment itu dilakukan untuk mencegah bahaya dan kemudaratan mereka terhadap umat dan negara.
Dengan sistem sanksi yang tegas serta fungsi aparat hukum secara optimal, keamanan dan kenyamanan masyarakat akan terjamin. Negara menjalankan fungsi riayah dengan memastikan penerapan syariat Islam kafah terwujud sempurna. Dalam sistem Islam, aksi premanisme dan tindak kriminal lainnya dapat dicegah dan ditangani dengan baik. Tidak ada sistem sanksi yang lebih baik dalam menangani kejahatan selain dari sanksi yang bersumber dari ketetapan Allah SWT. Wallahu alam bissawab.
