Oleh: Qomariah
Inilah akibat dari membangun kemandirian industri pupuk di bawah kendali oligarki, yang mengimpor bahan baku pupuk untuk kemudian dia olah menjadikan pupuk dijual mahal kepada para petani. Padahal dengan adanya langka dan mahalnya pupuk, rakyat sangat berduka karena pupuk sangat dibutuhkan petani untuk mengoptimalkan hasil pertanian. Tetapi dalam sistem kapitalisme relasi penguasa dan pengusaha cuma sekedar mencari manfaat dan keuntungan sebesar mungkin.
Bahwa pemerintah tercatat memiliki utang subsidi pupuk pada PT pupuk Indonesia (persero) sebesar Rp 12,5 triliun. Direktur utama pupuk Indonesia Rahmad pribadi menyebutkan, utang tersebut terdiri atas tagihan berjalan. April 2024 sekitar Rp 2 triliun dan sisanya merupakan tagihan subsidi pupuk pada 2020, 2022, dan 2023 yang belum dibayarkan pemerintah.
Piutang subsidi ke pemerintah hingga saat ini totalnya ada Rp 12,5 triliun, ungkap Rahmad dalam rapat dengar pendapat dengan komisi lV DPR-RI, Rabu (19/6/2024).
Cara terperinci, dalam paparannya, utang pemerintah kepada PT pupuk Indonesia atas subsidi pupuk 2020 sebesar Rp 430,2 miliar, utang 2022 sebesar Rp 1,98 triliun. Sebelumnya, utang pada 2022 sebesar Rp 16,3 triliun telah dibayarkan pemerintah kepada pupuk Indonesia pada 28/12/2023. Bisnis, Jakarta (20/6/2024).
Dengan adanya kelangkaan pupuk ini tentu membuat petani terbebani, jika tidak ada pupuk bersubsidi, petani harus membeli nonsubsidi dengan harga mahal, padahal pupuk itu sangat dibutuhkan petani untuk mengoptimalkan hasil pertaniannya.
Petani sangat berharap negara hadir dengan menyediakan pupuk dengan harga terjangkau, penyediaan pupuk merupakan bukti bahwa negara hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyat. namun, realitasnya subsidi pupuk justru semakin turun.
Dengan adanya penurunan subsidi pupuk ini, justru presiden membuat pernyataan tentang penyebab kelangkaan pupuk seolah menjadi pemakluman bagi pemerintah terhadap langkahnya pupuk bersubsidi dan mahalnya pupuk nonsubsidi.
Pernyataan Jokowi yang mengeluhkan terhambatnya pasokan bahan baku pupuk dari Rusia dan Ukraina ke Indonesia, sehingga produksi pupuk ikut terhambat, hanyalah pemaparan fakta belaka. rakyat membutuhkan langkah konkret pemerintah untuk menyolusi kendala tersebut, bukan justru pemerintah meminta pemakluman rakyat.
Bahwa pupuk memiliki peran vital bagi petani. tanpa pupuk, pertumbuhan tanaman akan terganggu. Sehingga bisa berpengaruh pada musim panen. Sudah semestinya negara menyediakan harga pupuk dengan murah, stok melimpah, dan memastikan distribusi pupuk ke seluruh wilayah negeri lancar dan muda.
Seharusnya untuk menyolusi hal ini, negara butuh membangun kemandirian industri pupuk. Bukan justru bertekuk lutut di bawah kendali oligarki, yang segelintir pemilik modal yang mengimfor bahan baku pupuk untuk kemudian dia olah menjadi pupuk dan dijual mahal pada petani. Inilah relasi pengusaha terhadap petani tentu relasi keuntungan alias cuan. di dalam sistem kapitalisme motifnya pengusaha dan penguasa hanyalah sekedar mencari keuntungan sebesar mungkin.
Dalam sistem Islam seyogianya, pemerintah memposisikan dirinya sebagai raa’in dan Mas’ul, yaitu pengurus dan penanggung jawab terhadap urusan rakyat, termasuk urusan pupuk. Dengan posisi sebagai pengurus dan penanggung jawab ini, negara akan menjamin ketersediaan pupuk bagi petani, ketika ada kendala bahan baku, negara akan mengerahkan para peneliti untuk mencari bahan baku subtitusi.
Jika tidak ada, negara akan mencari alternatif pupuk lainnya yang bisa di gunakan petani untuk mengoptimalkan hasil pertaniannya. dengan demikian, hasil pertanian tetap tinggi karena ketersediaan pupuk terjaga secara kontinyu, hanya sistem Islam (khilafah) yang bisa mewujudkannya.
Sedangkan dalam sistem kapitalisme hari ini, negara justru berlepas tangan dari tugasnya mengurus rakyat (termasuk petani), bahkan menggelar karpet merah bagi swasta untuk mengapitalisasikan sektor pertanian demi keuntungan pemilik modal.
Ada pun dalam sistem Islam (khilafah) akan menjamin ketersediaan pupuk dan sarana produksi pertanian lainnya, negara tidak hanya menjamin ketersediaannya saja, tetapi juga menjamin harganya yang sangat terjangkau, bahkan digratiskan jika diperlukan.
Adapun dalam sistem Islam, pada masa pemerintah kekhalifahan Umar bin Khathtab seperti perilakunya, yang memberikan benih kepada seorang pria untuk kemudian ia tanam.
Mengingat betapa pentingnya sektor pertanian dalam ketahanan pangan, khilafah akan melakukan mekanisme agar usaha dan kehidupan petani sejahtera;
pertama; ketersediaan bahan baku pupuk secara mandiri sehingga dapat memproduksi pupuk dalam negeri dan stok banyak.
Kedua; negara mendistribusikan pupuk secara merata ke seluruh petani hingga ke pelosok negeri.
Ketiga; negara mendorong pendidikan bagi semua masyarakat.
Keempat; negara mendata status Tanah tanah mati yang layak dihidupkan dengan pertanian.
Maka demikianlah sistem Islam (khilafah) sangat memperhatikan ketahanan pangan rakyatnya, dengan diterapkannya Islam secara kafah, Insya Allah.
Wallahu a’lam bishawab.