Rekonstruksi Sejarah untuk Kejayaan Negeri

0
229

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST

Wacana Kemendikbud terus mengkaji rencana penyederhanaan kurikulum pendidikan guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Kajian ini, kata dia, dilakukan dengan memperhatikan berbagai hasil evaluasi implementasi kurikulum baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat serta perubahan paradigma keragaman, bukan keseragaman dalam implementasi kurikulum.

Namun ia mengatakan penyederhanaan kurikulum masih tahapan awal karena membutuhkan proses dan pembahasan yang panjang. Diharapkan penggodokan penyederhanaan kurikulum dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan.

Sebelumnya, CNNIndonesia.com memperoleh file sosialisasi Kemendikbud tentang penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional.

Dalam file tersebut dijelaskan bahwa mata pelajaran sejarah Indonesia tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/sederajat kelas 10. Melainkan digabung di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Tentu saja wacana ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat pendidikan, terutama guru, dan akademisi. Termasuk Komisioner Bidang Pendidikan, KPAI, Retno Listyarti menilai wacana untuk menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai pilihan (tidak wajib) di jenjang SMA, bahkan menghapus di jenjang SMK adalah tidak tepat. Semua anak, menurut Retno, baik di jenjang SMA ataupun SMK berhak mendapatkan pembelajaran sejarah dengan bobot dan kualitas yang sama.

Sudah seharusnya pelajaran sejarah menjadi perhatian yang serius, yang memiliki peran penting bagi pengetahuan umat. Dengan mempelajari serah, umat Islam akan memahami bagaimana seharusnya mereka berjuang. Tidak heran, dua pertiga Al Quran pun disajikan dalam bentuk kisah. Selain menjelaskan fungsi sejarah, Al Quran juga menegaskan tentang akhir dari perjalanan sejarah. Menurut Al Quran, nasib akhir sejarah adalah kemenangan keimanan atas kekafiran, kebajikan atas kemunkaran, kenyataan ini merupakan satu janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mesti terjadi.

Sejarah dengan berbagai bukti dan saksinya adalah kenyataan masa lalu yang tidak bisa diingkari oleh hati yang suci dan akal yang sehat. Adanya upaya penghitaman sejarah dan penyelewengannya untuk kepentingan duniawi memang telah ada sejak zaman dahulu. Mencampurkan yang hak dan batil dengan menyembunyikan yang hak dan menampakkan yang batil sudah menjadi sunnatullah bagi musuh-musuh Islam sejak masa lalu, sekarang maupun yang akan datang. Tujuannya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus, agar tidak dapat meraih keselamatan dan kebaikan di dunia maupun di akhirat.

Pelajaran sejarah dan pelajaran agama bagai dua sisi mata uang. Memutilasi salah satu darinya berbahaya bagi negara dan generasi. Penulisan sejarah sangat mungkin sarat kepentingan rezim pada masanya. Rekonstruksi sejarah demi kemajuan memang diperlukan. Namun, upaya rekonstruksi sejarah harus bebas kepentingan komprador agar tidak kontraproduktif dimanfaatkan untuk menenggak kekuasaan. Rekonstruksi sejarah hanya demi mengungkap realitas, bukan mengaburkan apalagi mengubur kebenaran.

Begitu juga sejarah jejak Khilafah di Nusantara perlu diajarkan agar membuka mata kita lebar. Sungguh tak bisa dinafikkan ternyata sejarah Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan kekhilafahan Utsmaniyah yang berpusat di Istambul, Turki. Inilah yang menjadi dasar peradaban nusantara yang banyak dipengaruhi oleh Islam.

Islam sudah sejak duku masuk ke Nusantara, Islam lah yang telah membebaskan negeri ini dari kegelapan (yaitu dari kemusyrikan dan kekafiran) menuju cahaya. Dan Islam pula yang mendorong para pemeluknya untuk melawan para penjajah. Masa keemasan Nusantara sudah pernah dilalui oleh Negeri ini, yaitu ketika Kesultanan-kesultanan Islam Nusantara berada pada puncak kekuasaannya.

Khilafah Islam adalah bentuk pemerintahan Islam yang bersumber dari Al Quran dan As-Sunah, Ijma Sahabat, dan Qiyas. Kepemimpinan yang dimulai dari pengangkatan Khalifah Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah SAW setelah wafat untuk menjadi pemimpin sebagai pengurus umat. Kemudian dilanjutkan Umar Bin Khattab hingga Ali Bin Abi Thalib.

Kemudian silih berganti hingga kurang lebih 1300 tahun. Selama itulah kaum muslim pernah bersatu dalam satu kepemimpinan yaitu dalam naungan Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan Khilafah menyebar hingga pada tiga benua Eropa, Afrika, hingga membentang ke Benua Asia dan sampailah ke Nusantara.

Para ahli sejarah mengakui kekhilafahan Islam itu memang ada dan menjadi kekuatan politik yang jelas untuk umat Islam. Terlebih di wilayah Nusantara. Pengaruh keberadaan Khilafah Islam terhadap kehidupan politik Nusantara sudah terasa sejak masa-masa awal berdirinya Daulah Islam. Adanya kekuatan politik di Asia barat yang berhadapan dengan Cina telah mendorong tumbuh dan berkembangnya perdagangan di Cina Selatan, Selat Malaka dan samudra Hindia. Hal ini dengan sendirinya memberi dampak bagi para penyebaran Islam dan tumbuhnya kekuatan ekonomi karena banyaknya pendakwah Islam yang sekaligus berprofes sebagai pedagang.

Jika menelusuri berbagai sumber-sumber Islam, maka akan ditemukan bahwa banyaknya kesultanan-kesultananan Islam di Nusantara yang merupakan bagian dari Kekhalifahan Islam di bawah Turki Utsmaniyah.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa di negeŕi ini jejak khilafah begitu nyata. Tengku Zulkarnain menyebut, negeri-negeri Nusantara yang dikuasai 200-an sultan dari Aceh sàmpai Raja Ampat, tidak bisa dipisahkan dengan Khilafah Islam.

Di sinilah pentingnya generasi mempelajari sejarah. Karena Sejarah Islam adalah sarana untuk mengenal jatuh bangun peradaban Islam. Dan neraca peradaban Islam terus berayun. Ada masa kepemimpinan yang lemah menerapkan syariat, maka melemahlah kedudukan Khilafah. Ada masa keemasan di bawah pemimpin-pemimpin mulia, teguh lagi kuat menerapkan syariat, maka Khilafah menjadi mercusuar peradaban dunia.

Banyak fakta yang mengungkapkan kebenaran itu di antaranya, Buku Story of Civilization mengungkap, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”

Montgomery Watt seorang orientalis dan sejarawan Britania Raya menyatakan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan Islam yang menjadi “dinamonya”, Barat bukanlah apa-apa.”

Hal yang sama pernah dikatakan oleh Barack Obama. Dia mengatakan, “Peradaban berutang besar pada Islam.”

Dari gambaran di atas yang terjadi dimasa lalu berubah menjadi sejarah. Penting untuk diketahui dan dikaji oleh generasi muda Islam sekarang. Untuk diambil pelajaran dan untuk merenda sejarah dimasa mendatang. Mengenal sejarah besar untuk membangun peradaban yang gemilang.

Membangkitkan memori kolektif generasi muslim untuk mewujudkan Khilafah yang menerapkan syariat kaffah, baldatan thoyyibatan warabban ghafuuran.

Allah SWT telah berfirman di dalam Al Qur’an yang bunyinya:

يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖوَاتَّقُوااللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
( TQS. Al Hasyr (59): 18)

Dari ayat inilah mengisyaratkan bagi kita semua wajib belajar sejarah untuk mengetahui jati diri kita agar diambil ibrohnya membangkitkan peradaban Islam agar kembali berjaya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Selanjutnya di pundak generasilah perjuangan itu sekarang beralih.
Wallahu ‘alam bishowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here