Ribetnya Pemberian Bansos di Sistem Kapitalis

0
99

Oleh : Eci (Pendidik Palembang)

Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menilai, sistem pendataan penerima bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) masih buruk. Sebab, diduga ada ribuan pemilik perusahaan yang terdaftar sebagai penerima bansos.

Pahala menilai, persoalan ini timbul lantaran masih minimnya koordinasi antarlembaga. Selain itu, dia menyebut, tak jarang para pengusaha mencatut nama orang lain untuk menyamarkan asetnya.

Pahala melanjutkan, pihaknya menawarkan program yang dibuat oleh Stranas PK untuk mencegah permasalahan tersebut. Dia menjelaskan, dalam konsep yang disiapkan, setiap perusahaan wajib mencatat nama-nama pengendalinya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kewajiban itu, sambung dia, sebenarnya juga sudah sering ditegaskan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham. Namun, masih saja banyak pengusaha yang mengabaikan kewajiban itu. Padahal, kata dia, ada sanksi yang menanti (Republika.co.id,15/06/2023).

Dalam sistem kapitalistik hari ini persoalan penyaluran dana bantuan memang bukan hanya persoalan teknis berupa salah sasaran, data ganda, atau mekanisme berbelit. Jumlah atau besaran dana yang dialokasikan negara untuk rakyat seringkali mengusik rasa keadilan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sektor perbankan dan pariwisata dan pajak pengusaha seringkali mendapat perhatian lebih untuk mendapat anggaran besar, karena dianggap sebagai wajah dan ukuran kekuatan ekonomi Negara. Tak terkecuali di era krisis saat ini.

Mengapa pemerintah pelit dan berbelit untuk memberikan hak rakyat? Dan sebaliknya, begitu murah hati terhadap golongan borjuis. Bukankah ini menegaskan jati dirinya sebagai rezim kapitalis? Penguasa yang lahir bukan dari kepercayaan utuh rakyat tapi lebih banyak disokong pencitraan buah kampanye masif yang membutuhkan anggaran besar. Lalu dari mana didapat dana untuk kampanye? Kalau bukan karena dirinya sendiri adalah pengusaha, bisa jadi dana tersebut didapat dari sokongan kaum kapitalis yang tidak gratis. Mereka menuntut imbalan balik berupa kebijakan yang menguntungkan mereka.

Oleh karenanya, mengatasi permasalahan tidak cukup dengan solusi parsial atau tambal sulam. Akar masalah hari ini adalah penerapan kapitalisme demokrasi. Mau dimodel dengan strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme berdiri.

Islam menggariskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah kewajiban pemerintah untuk menjaminnya. Dalam soal pangan, jaminan negara berupa pemastian bahwa setiap individu rakyat mampu memenuhi kebutuhan pangan tersebut secara layak. Mekanisme langsung diberikan melalui pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat yang faktanya kesulitan mendapat bahan pangan karena tidak ada penghasilan atau tidak cukup dana (fakir miskin) atau juga harga sedang tidak stabilnya harga akibat pasokan kurang.

Pemerintah wajib memberikan bantuan dan melakukan operasi pasar tanpa mekanisme berbelit. Dalam kondisi wabah di masa Khalifah Umar RA terdata 70 ribu orang membutuhkan makanan dan 30 ribu warga sakit. Semua diperlakukan sebagai warga negara yang berhak mendapatkan haknya dari negara, tanpa direndahkan dan disengsarakan dengan mekanisme berbelit.

Khalifah terus mencari tahu apakah masih ada orang yang berhak yang tidak terdata atau bahkan mereka tidak mau menunjukkan kekurangannya. Sebab, membiarkan ada yang miskin dan tidak mendapat bantuan karena mereka tidak mengajukan diri adalah juga bagian dari kelalaian pemerintah.

Allah ta’ala berfirman, وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta) karena ia memelihara dirinya dari perbuatan itu.” (QS Adz Dzariyat:19) Pada sisi lain, dalam sistem Islam, setiap orang diperintahkan menjaga dirinya dengan sifat-sifat mulia termasuk menjaga diri dari meminta-minta.

Ketika pemimpin (Khalifah) memahami ini, mereka akan mencari orang-orang yang berkebutuhan untuk bisa memberikan bantuan karena itu merupakan kewajiban negara. Bukan sebagaimana dalam sistem kapitalisme seperti saat ini, di mana untuk mendapatkan haknya dari negara, rakyat harus menyengsarakan diri dengan proses ribet dan seolah harus memberi imbalan kepada penguasa yang “menolongnya” dengan memilihnya kembali sebagai penguasa.

Islam sesungguhnya memiliki konsep baku dan jelas dalam mengurai problematik kehidupan. Kekayaan alam yang membentang sejatinya memberikan solusi tepat bagi masalah kesejahteraan dan kemiskinan. Tata kelola SDA negeri ini makin amburadul tatkala dikelola dengan cara pandang kapitalisme.

Bukankah sudah banyak fakta terkumpul bagaimana rusaknya negara pengemban kapitalisme? Mulai dari anggaran tidak tepat sasaran, pemerintahan yang nirempati kepada rakyat, sampai pada program bantuan yang gagal mengatasi kesulitan ekonomi rakyat, semua itu mestinya menjadi pintu pembuka kesadaran pemikiran masyarakat bahwa pangkal keruwetan masalah negeri ini ialah kapitalisme.

Islam sendiri adalah solusi penerapan kapitalisme, biang masalah negeri ini. Dengan tata kelola pemerintahan Islam secara kafah, setiap masalah pasti ada solusinya. Namun, jika dikelola dengan kapitalisme, setiap masalah pasti ada masalah baru lainnya. Pilih mana? Wallahualam bissawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here