Rupiah Melemah, Kapitalisme Bikin Ekonomi Babak Belur

0
76

Oleh Suci Ramadhania

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah seiring meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran di Timur Tengah. Kurs rupiah per dolar AS berkisar di atas Rp 16.000 pada pekan ketiga April. Ini terakhir kali terjadi empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19.

Nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi hingga menyentuh Rp 16.280 pada Jumat (19/04), saat pejabat AS menyebut sebuah rudal Israel telah menghantam Iran, merujuk data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia. (Dilansir dari BBC, 19 April 2024)

Ini adalah pertama kalinya nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.000 per dolar AS dalam empat tahun terakhir, yang sebelumnya juga mencapai Rp 16.741 pada April 2020 lalu.

Sejumlah pakar khawatir akan muncul dampak berantai yang dapat mengguncang ekonomi Indonesia.

Tidak hanya itu, Peneliti Makroekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky menyebutkan Pelemahan rupiah dikhawatirkan membuat harga barang-barang impor melonjak, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat.

Beberapa Faktor yang berkontribusi pada pelemahan nilai tukar adalah adanya perkembangan dunia selama masa libur lebaran, salah satunya konflik antara Israel dan Iran yang kian memanas.

Perkembangan tersebut menyebabkan makin kuatnya sentimen menghindari risiko. sehingga mata uang emerging market khususnya Asia mengalami pelemahan terhadap USD.

Bukan hanya negara Indonesia yang mengalami pelemahan nilai tukar, Saat ini dolar AS menguat terhadap mata uang negara-negara lain. Penguatan dolar AS ini juga diakibatkan oleh sentimen yang berkaitan dengan perkembangan fundamental ekonomi di Amerika Serikat.

Tak hanya itu, Bank Indonesia mencatat inflasi dan penjualan ritel di negara tersebut berada di atas ekspektasi pasar. Diprediksi pergerakan rupiah ke depan masih bakal didominasi oleh arah suku bunga AS yang mungkin masih akan dipertahankan.

Tak dipungkiri dolar AS memiliki pengaruh besar terhadap Ekonomi global, dengan kata lain AS yang dianggap negara adidaya pengemban ideologi Kapitalisme ini menjadi kendali mata uang di berbagai negara, salah satunya negara pengekor seperti Indonesia yang juga ikut terimbas akibat konflik Israel – Iran.

Lemahnya rupiah terhadap nilai tukar dolar juga tak lain karena saat ini Indonesia berada di genggaman imprealisme AS, yang mana penggunaan fiat money (uang kertas) sebagai alat pembayaran yang sah menjadi salah satu faktor terbesar negeri ini rentan mengalami inflasi. Lagi lagi ini merupakan akibat penerapan ekonomi kapitalis yang tidak menggunakan cadangan fisik seperti emas dan perak.

Berbeda dengan ekonomi Islam yang menetapkan mata uang berbasis emas, sebagaimana Rasulullah SAW pernah menerapkan ini sejak masa awal Islam, Sistem ini terbukti lebih stabil dan adil sehingga dari aspek ekonomi akan aman dan jauh dari krisis maupun inflansi.

Selain itu nilai mata uang Islam dwilogam juga tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif.

Sebagai contoh, seekor kambing pada masa Nabi SAW harganya adalah 1 dinar, atau yang besar seharga 2 dinar. Hari ini, atau 1.400 tahun kemudian, harga kambing kurang lebih masih sama, yaitu 1 atau 2 dinar.

Kemudian seekor ayam pada masa Nabi Muhammad SAW harganya 1 dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih sama, yaitu 1 dirham. Dengan demikian selama 1400 tahun, harga kambing dan ayam inflasinya adalah nol. Tidak ada perubahan, penambahan bahkan pengurangan.

Menurut Pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono menjelaskan bahwa dalam sistem Islam, segala sesuatu yang akan digunakan sebagai mata uang, harus memenuhi tiga syarat.

Pertama, mata uang tersebut harus dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai suatu barang dan jasa, yaitu sebagai penentu harga dan upah. Kedua, dikeluarkan oleh otoritas yang bertanggung jawab menerbitkan mata uang tersebut dan ini bukan badan yang tidak diketahui keberadaannya (majhûl).

Ketiga, mata uang tersebut harus tersebar luas dan mudah diakses oleh masyarakat luas dan tidak eksklusif hanya untuk sekelompok orang tertentu saja.

Dengan demikian apabila emas atau perak digunakan sebagai mata uang resmi oleh negara Indonesia ketiga syarat tersebut akan terpenuhi.

Namun kembali lagi penukaran mata uang emas dan perak hanya ada di Ekonomi Islam dalam naungan Daulah Islam (Khilafah), selama sistem ekonomi kapitalis masih langgeng dan terus dipakai, maka inflasi dan krisis ekonomi menjadi sebuah keniscayaan yang tak akan ada matinya.

Karena dengan menggunakan mata uang emas lah satu satunya solusi agar negara akan memiliki kekuatan ekonomi. Ini karena mata uang emas tidak akan bisa dipermainkan atau nilai tukarnya di naik turunkan oleh mata uang kertas mana pun, sekuat apa pun mata uang kertas tersebut.

Apabila mata uang emas ini dijadikan standar, maka seluruh mata uang lain nya akan berpatok ke mata uang emas, dengan begitu ekonomi rakyat akan berjalan stabil di bawah naungan islam terjamin akan tenang tanpa merasa khawatir dengan pelemahan nilai tukar mata uang dan krisis ekonomi.

Allahualam Bishowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here