Sistem Sekuler Tidak Membuat Jera Penista Agama

0
285

Oleh : Rita Bunda Suci

Penghinaan dan penistaan agama kembali terjadi, di negeri yang penduduknya mayoritas muslim. Kali ini penghinaan dilakukan oleh seorang Youtober bernama Muhammad Kece, yang telah mengaku murtad sejak tahun 2014 yang lalu. Bukan kali ini saja, sayangnya kejadian semacam ini terus terjadi, mulai dari masyarakat biasa, artis, bahkan pejabat negara.

M. Kece sebagai seorang nonmuslim yang nama depannya masih “Muhammad”, sering mengupload video yang menghina Allah, Rosul, Islam, Alquran, dan para ulama.

Puncaknya umat Islam menjadi gerah, ketika MK berpenampilan seperti seorang ulama yang sedang berpidato dengan membahas Alquran dan Hadits, namun pemahamannya disesuaikan dengan agama yang dipercayainya sekarang. Bahkan dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah Iblis.

Ketua MUI Anwar Abbas meminta kepada Polisi untuk segera menangkap MK. Karena perbuatannya telah menistakan agama dan dilakukan di depan umum, jelas melanggar pasal 156a KUHP.

Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, jika penindakan proses hukum akan segera dilaporkan setelah laporan masyarakat masuk malam kemarin, (Sabtu 21/8) REPUBLICA.co.id.

Tapi masyarakat dibuat kecewa, karena MK belum diketahui keberadaannya. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Kombes Ahmad Ramadhan. Polisi terus mencari domisili dan keberadaan MK untuk diperiksa.

Kekecewaan masyarakat adalah sesuatu yang wajar, karena perlakuan terhadap penista agama yang biadab, gerak polisi dilihat begitu lambat bahkan dianggap sepele. Sedangkan terhadap seorang ulama yang melakukan pelanggaran kerumunan, polisi dengan sigap langsung menangkap, walau kesalahannya belum jelas.

Penistaan dan penghinaan terhadap agama merupakan buah pahit yang dihasilkan oleh sistem sekularisme yang berasal dari Barat ini. Ide kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadikan alasan pelaku, untuk melakukan apapun tanpa ada batasan halal dan haram. Karena agama tidak diberikan vorsi dalam mengurusi urusan kehidupan, agama hanya dijadikan sebagai ibadah spiritual semata.

Selain itu, semboyan HAM dan Toleransi yang selalu digaungkan, ternyata tidak pernah berpihak kepada umat muslim. Jika yang dirugikan adalah umat muslim, maka istilah intoleran sayup tak terdengar walau sudah ada pengaduan dan tuntutan. Tapi jika yang dirugikan nonmuslim atau kelompok yang pro kepada penguasa, maka seluruh berbicara HAM dan Intoleran. Menunjukkan adanya ketimpangan dalam hukum.

Memang, di dalam sistem Demokrasi sekular, hukuman penista agama tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Sehingga penistaan dan penghinaan agama ini terus terjadi. Sanksi yang diberikan kepada pelaku berupa penjara 5 tahun, tidak cukup bagi pelaku untuk menyadari kesalahannya dan berhenti melakukan penistaan. Bahkan diikuti oleh pelaku- pelaku yang lain.

Tentunya ini tidak sama dengan sistem Islam jika diterapkan, karena Islam akan menindak dengan tegas siapa saja yang melakukan penistaan terhadap agama atau Nabi.

Untuk menjaga kemuliaan agama Allah, maka seorang Kholifah akan memberikan hukuman yamg tegas bagi penghina agama dan Nabi, tidak akan ada kompromi bagi siapa saja. Sehingga penistaan agama tidak akan berulang dan akan memberikan efek yang jera bagi seluruh masyarakat.

Sebagaimana perincian hukuman bagi penista, yang berdasarkan alquran dan hadits.

Pertama : hukuman penghina agama atau Nabi secara tidak sengaja, seperti lelucon atau tidak secara langsung adalah hukuman Mati. Sedangkan bagi orang yang dipaksa melakukan penghinaan, tapi hatinya tetap beriman terhadap nabi, maka hukumannya terlepas dari hukuman mati.

Kedua : hukuman penghina agama atau Nabi dengan samar atau multitafsir para ulama berbeda pendapat, ada sebagian mengatakan dibunuh dan sebagian mengatakan tetap hidup.

Ketiga : jika pelaku adalah kafir Harbi, hukumannya bukan hanya bagi penghina Nabi, tetapi hukumannya adalah pernyataan Perang kepada negara penghina, karena hubungan dengan mereka adalah Jihad fiisabilillah.

Keempat : jika penghina adalah kafir Zhimmi, maka hukumnya adalah dibunuh karena kekafiran mereka, dan zhimma tidak lagi berlaku lagi bagi mereka

Kelima : Jika pelakunya muslim maka dihukum mati, sedangkan para ulama berbeda pendapat apakah karena hukuman hadd atau apakah karena kekufuran mereka.

Wallahu’alam ….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here