
Oleh : Riyulianasari
TREND perceraian di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pada 2018, angka perceraian Indonesia mencapai 408.202 kasus, meningkat 9 % dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebab terbesar perceraian pada 2018 adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dengan 183.085 kasus. Faktor ekonomi menempati urutan kedua sebanyak 110.909 kasus. Sementara masalah lainnya adalah suami/istri pergi (17,55%), KDRT (2,15%), dan mabuk (0,85%). Salah satu kriris keluarga yang tertuang dalam RUU Ketahanan Keluarga adalah perceraian sebagaimana dalam Pasal 74 ayat 3c. Pemerintah daerah juga wajib melaksanakan penanganan krisis keluara karena perceraian dalam Pasal 78 RUU Ketahanan.
Rancangan Undang Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang masuk dalam program legislasi nasional DPR RI menjadi sorotan lantaran mengandung pasal-pasal yang memicu kontroversi. Draf RUU Ketahanan Keluarga ini diusulkan oleh Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Partai Keadilan Sejahtera, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Endang Maria Astuti dari Golkar, dan Ali Taher dari Partai Amanat Nasional.
Berikut pasal-pasal kontroversi RUU Ketahanan Keluarga.
Donor sprema dan ovom bisa dipidana
Dalam pasal 193 draf RUU Ketahanan Keluarga menyatakan setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Apabila tindakan menyangkut donor sperma ini melibatkan korporasi, maka korporasi tersebut dapat dijatuhi pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Korporasi tersebut juga bisa dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.
Bukan hanya itu, Pasal 140 juga mengatur bahwa orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain untuk memperjualbelikan, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan mandiri atau melalui lembaga juga akan dipidana.
Sorugasi atau Sewa Rahim bisa dipidana
Pasal 141 RUU Ketahanan Keluarga menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan sorugasi atau menyewakan rahim untuk keperluan memperoleh keturunan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Di pasal 142 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain agar bersedia melakukan surogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 untuk memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Wajib Rehabilitasi bagi LGBT
Dalam pasal 87 draf RUU Ketahanan Keluarga Setiap Orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan. Pada pasal 88 disebutkan bahwa badan tersebut nantinya dibentuk oleh pemerintah, Badan tersebut bertugas memberikan rehabilitasi sosial, psikologis, medis, dan/atau bimbingan rohani.
Pasal 74 draf RUU Ketahanan Keluarga mengatakan bahwa penyimpangan seksual merupakan salah satu sebab terjadinya krisis keluarga. Adapun kewajiban keluarga melaporkan anggotanya yang memiliki penyimpangan seksual ke badan yang menangani krisis keluarga tertuang dalam Pasal 86.
Sebenarnya tingginya angka perceraian yang terjadi di Indonesia sangat erat hubungannya dengan ideologi kapitalisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Ditambah dengan aqidah sekularisme yang menjadi pondasi bagi tegaknya ideologi kapitalisme demokrasi.
Ideologi kapitalisme demokrasi telah merusak akal sehat manusia yang menyebabkan manusia tidak mempunyai tolok ukur perbuatan, tujuan hidup manusia hanya difokuskan untuk meraih kebahagiaan hidup berupa materi saja.
Jika kita melihat fakta yang terjadi maka faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap tingginya angka perceraian. Kehidupan rumah tangga tidak berjalan sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Fungsi suami sebagai pencari nafkah perlahan hilang karena adanya PHK, sehingga para istri terpaksa keluar rumah untuk mencari nafkah. Faktor lainnya tentu saja adalah dampak dari kebijakan ekonomi kapitalisme demokrasi yang tidak berpihak kepada rakyat, ideologi kapitalisme demokrasi selalu memberikan mimpi bahwa kebijakan undang undang yang dibuat oleh pemerintah adalah untuk kesejahteraan rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Padahal kenyataannya undang undang itu hanya berpikir dan menguntungkan segelintir orang yaitu para pengusaha.
RUU omnibus law tentang ketahanan keluarga tidak akan merubah nasib rakyat menjadi sejahtera. Justru kehidupan rakyat akan semakin sengsara.
Seperti yang telah kita diketahui bahwa visi dan misi rezim saat ini adalah membuka investasi bagi investor asing dan menghilangkan semua hambatan yang menyulitkannya. Inilah watak ideologi kapitalisme demokrasi yang sesungguhnya.
Sesungguhnya ideologi adalah persoalan utama bagi tegaknya sebuah negara. Ideologi adalah penentu arah semua kebijakan negara. Jika kita menginginkan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, kita harus segera meninggalkan ideologi kapitalisme demokrasi sekularisme dan kembali kepada ideologi Islam yang diredhoi Allah SWT. ***


