Biografi Politik, Kehidupan Masa Kecil Chairul S Matdiah

0
163

Kliksumatera.com, PALEMBANG- Beragam kisah perjalanan setiap orang yang sukses di berbagai bidang bisa menjadi inspirasi banyak orang. Kesuksesan yang diperoleh tak instan, karena melalui proses perjuangan berat, mulai dari nol dan bahkan jatuh bangun merintis karier serta usahanya.

Kisah tersebut juga banyak ragamnya, ada yang sukses menjadi pengusaha dengan memulai dari awal yang sulit dan ada pula yang merintis karir dari bawah menjadi politisi agar dapat melanjutkan perjuangan agar berguna bagi masyarakat. Salah satu kisah perjalanan hidup tersebut berasal dari seseorang politisi bernama Chairul Saleh Matdiah atau lebih dikenal Chairul S Matdiah, SH, MHKes, Selasa (29/08/2023).

Chairul mengawali perjalanan hidupnya dari seorang penjual kopi di bawah Jembatan Ampera tahun 1978. Selepas menyelesaikan pendididikan tamat SMP pancadarma masuk SMAN 1 Palembang karena sering terlambat sekolah kerena jualan kopi di subuh hari dipanggil kepala sekolah pak Ali Hanafiah akhirnha saya pindah sekolah swasta bakti ibu Palembang..dia memulai karir sebagai wartawan tahun 1986. Tahun 1995, dia beralih menjadi seorang pengacara sukses yang memiliki kantor di Palembang Jalan Kapten Arivai dan Jakarta Belleza Permata Hijau.

Atas bekal komitmen, tekad dan kepercayaan kuat serta niat memperluas ruang pengabdian kepada masyakarat, pria yang dikenal dermawan ini memilih terjun ke dunia politik dan menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatra Selatan (DPRD Sumsel) periode 2014-2019 dan 2019-2024.

Masa kecil Chairul berada di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Dulunya, Desa Gajah Mati masuk dalam Kecamatan Pematang Panggang. Chairul tinggal bersama ayah-ibu dan enam saudaranya.

H Matdiah Faat adalah ayah Chairul S Matdiah yang merupakan seorang pengusaha kayu olahan di Desa Gajah Mati. Sementara Hj Rodiah Matdian adalah seorang ibu rumah tangga (IRT) yang bertugas merawat, membesarkan dan mendidik Chairul dan adik-adiknya dengan penuh kasih sayang.

Dari tujuh bersaudara, Chairul adalah anak sulung atau anak tertua yang tumbuh dari keluarga disiplin dan didikan keras. Tidak heran, Chairul tumbuh sebagai anak yang mandiri dan disiplin, meski secara ekonomi mereka termasuk keluarga yang berkecukupan.

Karena sifat mandiri yang dimilikinya dia menjadi penopang dan tumpuan bagi keenam adiknya. Chairul sudah mandiri sejak masih duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pancadarma, Palembang, dengan berjualan kopi bersama adiknya H Darmiat Darmowidakdo, SH MH.

Chairul yang sudah hidup mandiri jauh dari orang tua sejak tamat dari Sekolah Dasar (SD) Gajah Mati tahun 1976. Chairul juga yang menyekolahkan keenam adiknya, terlebih setelah kedua orang tuanya menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala. “Didikan orang tua keras, orang tua keras secara pendidikan dan disiplin. Sebagai anak disuruh bersikap santun. Yang lebih tua harus dihormati dan disujudi, sementara yang muda harus disayangi. Sebagai manusia kita tidak boleh hidup sombong,” ujar Chairul mengulang kembali pesan yang disampaikan kedua orang tuanya.

Chairul mengatakan, Desa Gajah Mati terletak di perbatasan Provinsi Lampung dan Sumsel. Desa Gajah Mati masuk Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten OKI. Kalau dulu masuk di Kecamatan Pematang Panggang. “Saya dilahirkan dengan seorang dukun, bukan bidan, pada tanggal 2 Juli 1964. Ibu saya bernama Hj Rodiah Matdian. Saya anak tertua dari tujuh bersaudara,” ujar Chairul.

Keenam adik Chairul adalah H Darmiat Darmowidakdo, SH, MH (Seorang pengacara dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten OKI Tahun 2009-2014). Misnaida, SPd (guru), Yusroisah (tidak bekerja), Aguspianto (Anggota DPRD Sumsel periode 2014-2019), Feni Sasriana, SH (Pengacara) dan Hatipah (Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Puskesmas Seberang Ulu (SU) 1, Palembang). “Rata-rata sukses. Itu semua berkat didikan keras dan disiplin kedua orang tua,” katanya.

Chairul menceritakan, sang ayah H Matdiah Faat adalah pengusaha kayu di Desa Gajah Mati, dan memiliki usaha somel atau mengubah kayu mentah hasil hutan menjadi kayu setengah jadi. “Dari sinilah saya terpatri (terlekat) menjadi seorang lawyer karena ada penangkapan yang dilakukan Komandan Korem (Danrem) 044/Gapo Palembang bernama Sihombing,” kata lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang.

“Dia (Sihombing) menghabisi dan menangkap kayu masyarakat termasuk kayu orang tua saya. Tahun 1984. Waktu saya SMA, Pak Sihombing merampas kayu masyarakat di Mesuji, tidak diganti rugi, dirampas begitu saja dan ditampung oleh salah satu pengusaha kayu terkenal di Sumatra Selatan. Kayu masyarakat yang sudah ditebang kemudian dirampas oleh tim Pak Sihombing. Dulu ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) ini berfungsi untuk menangkap kayu. Kayunya diambil dan diangkut, sementara orangnya disiksa. Dari sini terpikir menjadi pengacara untuk membela masyarakat,” tambahnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Gajah Mati, Chairul melanjutkan pendidikan di SMP Pancadarma di Tangga Buntung, Palembang. Dia bisa bersekolah di Palembang, berawal dari mengantar ibunya Hj Rodiah Matdian ke Palembang untuk berobat.

“Tahun 1977 umak (Ibu-red) sakit ginjal dibawa ke Palembang dan tinggal di rumah nenek Arsyat Sangkut di Yayasan 2. Waktu mau dibawa ke Gajah Mati, namun saya sudah mendaftarkan diri ke SMP Pancadarma di Tangga Buntung, Karang Anyar, dan sekarang sekolah itu sudah hilang. Jadi itu awal melanjutkan pendidikan SMP di Palembang,” terang Chairul.

Laporan : Akip
Editing : Imam Gazali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here