BPJS Jadi Syarat Mengurus Hajat Publik, Legalisasi Palak?

0
280

Oleh : Rita Bunda Suci

Lengkap sudah penderitaan rakyat hari ini. Sebab, di masa pandemi belum berakhir, ekonomi masyarakat sedang sekarat, ditambah pengangguran dimana – mana, kini Presiden Jokowi membuat aturan baru.

Mulai Maret 2022 nanti, rakyat diwajibkan menjadi anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan untuk bisa mengurus berbagai keperluan.

Seperti mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), mengurus surat tanda nomor kendaraan (STNK), surat kelengkapan Catatan Kepolisian (SKCK), dan berangkat ibadah haji serta umroh.

Selain itu, Presiden Jokowi juga menginstruksikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat jual beli tanah.

Kewajiban ini tercantum dalam Instruksi Presiden Inpres Nomor 1 Tahun 2022, tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesejahteraan nasional.

Aturan ini diklaim untuk meningkatkan dan menyempurnakan pelayanan kepada masyarakat. Alih-alih kesempurnaan pelayanan, yang ada masyarakat dipalak dengan ilegal dan sistematis dengan kebijakan penguasa.

Sebagai bukti dalam pasal 7 Uu nomor 24 tahun 2011, menjadikan BPJS kesehatan sebagai badan hukum publik, efeknya BPJS menjadi syarat jika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Tingkat pelayanan berdasarkan kemampuan premi yang dibayar oleh nasabah.

Sedangkan dalam pasal UU no 14 tahun 2011 dikatakan bahwa orang asing yang sudah bekerja di Indonesia, selama minimal 6 bulan maka wajib menjadi anggota BPJS. sedangkan bagi penunggak pembayaran PBJS akan dihambat dalam layanan-layanan publik lain.

Lalu dengan ketetapan Impres no 1 tahun 2022 ini, yang mewajibakan memiliki BPJS, bagi masyarakat ingin mengurusi urusan tertentu, sekalipun itu tidak berhubungan dengan kesehatan. Jelas rakyat akan terbebani dengan asuransi ini.

Dan inilah, bentuk pelayanan publik yang di atur dalam sistem kapitalisme. Sistem yang berorintasi pada prinisp untung dan rugi, menjadikan pelayanan publik dalam hal ini masalah kesehatan sebagai ajang komersialisasi.

Negara didudukan sebagai regislator sedangkan swasta dikukuhkan sebagai pelayan masyatakat. Alhasil rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan mereka.

Sangat kontas pelayanan publik dalam sistem kapitalisme dengan sistem Islam, yang disebut sistem khilafah.

Dalam siatem khilafah tidak dikenal prinsip untung dan rugi, sebab hubungan yang dijalan antara penguasa dan rakyat adalah riayah siulil ummah atau mengurusi urusan umat. Tidak ada komersialisasi dalam kepengurusan rakyat, karena itu humumnya haram.

Nabi saw pernah bersabda “siapa saja yang menyempitkan urusan orang lain, niscaya Allah akan menyempitkan urusanya kelak pada Hari Akhir (HR Al Bukhori).

Dalam sistem khilafah pelayan publik wajib diberikan negara dengan prinsip ihsan (kebaikan dan kesempurnaan).

Dalam kitab Ajhizah, Syekh Taqqiyudin Anabhani, dijelaskan bahwa pelayanan kepada masyrakat harus memenuhi 3 hal berikut.
Pertama kesederhanaan aturan. Kedua, Kecepatan dalam transaksi. Ketiga, di tangan oleh orang-orang yang profesional.

Dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi termasuk kesehatan dan keamanan.

Maka dalam pelayanan kesehatan, segala kebutuhan dan keperluan kesehatan akan ditanggung negara, baik dari segi rumah sakit, tenaga media, obat-obatan, perawat, alat-alat medis, dan lain-lain.
Semua jaminan ini akan diberikan pada rakyat dengan gratis dan berkualitas. Sumber dananya akan diambil dari pos kepemilikan Umum baitul mall. Yaitu sumber daya alam yang dikelolah mandiri dan lansung dibawah kendali khilafah.

Inilah bentuk pelayanan publik di bawah naungan khilafah, dan tidak akan kita temukan kebijakan yang akan menyengsarakan rakyatnya.

Wallahualam ….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here