Dilema Tahun Ajaran Baru di Masa Pandemi

0
521

Oleh: Hj. Padliyati Siregar ST

Di era New Normal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan membuka tahun ajaran baru 2020/2021 pada Juli 2020. Namun, rencana itu mendapat tentangan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Ketua IDAI, Aman B Pulungan menolak keras rencana sekolah di buka di era new normal ini. Aman mengatakan, bahwa satu juta anak bisa meninggal jika mereka mulai masuk sekolah. Hal itu lantaran kekhawatiran IDAI mengenai pasien anak-anak Covid-19 yang cukup tinggi.

Diketahui, kurva kasus Covid-19 pada anak terus meningkat tiap pekan. Hal itu bisa menjadi risiko tinggi menambahnya pasien Covid-19 anak jika sekolah tetap dibuka.

Jika kita merujuk pada beberapa negara pelonggaran restriksi sosial diberlakukan karena jumlah kasus di negara mereka sudah berada di single digit setiap harinya sebelum new normal dijalankan.

Seperti diketahui, beberapa negara seperti Korea Selatan, Jerman, dan Singapura telah menerapkan new normal pada 1 Juni 2020 lalu. Hal itu dikarenakan menurunnya positif Covid-19 pada anak.

Singapura saat ini kasus komunitas sudah di bawah 10 atau maksimal belasan per harinya. Ini mungkin karena sangat dibantu dengan kedisiplinan masyarakatnya dan ketegasan sanksi dari pemerintahnya.

Sementara di Indonesia, penularan pasien kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terbilang cukup tinggi.

Dengan demikian, apakah artinya era a new normal adalah jalan keluar agar Indonesia bisa berdamai dengan Covid-19?

Apalagi menyangkut anak-anak yang akan kembali disekolah. Padahal kita ketahui hampir 1000 anak trrinfeksi Covid, naik karena tertular orang tuanya atau lingkungannya.

Maka rencana tahun ajaran baru dengan sekolah new normal akan menghadapi kerawanan masalah tersendiri. Bila anak-anak masuk ke sekolah saat pandemi bisakah anak-anak tertib memakai maskernya sepanjang waktu di sekolah dan bisakah orang tua menjamin anak-anak akan disiplin mengganti masker tiap empat jam pemakaian atau setiap kotor dan basah.

Membayangkan bagaimana anak-anak menjalankan protokol kesehatan yang sedemikian ketat, membuat orang tua ragu untuk memasukkan anak mereka ke sekolah saat pandemi.

Seharus pemerintah mau mempertimbangkan saran Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk tetap melaksanakan metode pembelajaran jarak jauh mengingat sulitnya melakukan pengendalian transmisi apabila terbentuk kerumunan.

Perhatian terhadap generasi adalah sesuatu yang urgen,generasi penerus bagi generasi sebelumnya. Karena itu, ada ungkapan dalam bahasa Arab, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” [pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang]. Karena itu, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka, bahkan sejak dini. Di masa lalu, banyak pemuda hebat, karena generasi sebelumnya adalah orang-orang hebat. Karena itu, khilafah memberikan perhatian besar pada generasi muda ini.

Sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian besar untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya tidak terkecuali calon calon pencetak peradaban yang gemilang.

Islam Penyelamat dan Pelindung Nyawa Manusia

Sungguh, Islam sangat melindungi nyawa setiap manusia. Nyawa manusia dalam pandangan Islam sangat tinggi nilainya. Karenanya Islam telah memerintahkan Khalifah, sebagai pemimpin umat, untuk melindungi nyawa setiap manusia yang wajib dilindungi. Dalam Islam, aktivitas menghilangkan nyawa manusia tanpa hak akan dihukum dengan hukuman yang setimpal, yakni dibunuh kembali. Atau jikapun pelaku pembunuhan mendapatkan kata maaf dari keluarga korban pembunuhan, tetaplah si pembunuh akan mendapatkan hukuman berupa kewajiban membayar diyat kepada keluarga korban pembunuhan sebanyak 100 ekor unta, 40 ekor unta di antaranya adalah unta betina yang sedang hamil tua. Jika pun hari ini tidak ada unta, maka konversi total harga sejumlah unta itulah yang harus dibayarkan kepada ahli waris korban pembunuhan. Jika tidak mampu ditunaikan, maka akan dinilai sebagai dosa, tersebab hal itu adalah kewajiban yang harus ditunaikan.

Jika keluarga korban tidak mau memaafkan si pembunuh. Maka jatuhlah hukuman berupa dibunuh kembali bagi sang pembunuh. Pelaksanaan hukuman ini hanya akan bisa dilaksanakan oleh seorang Khalifah yang menerapkan syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.

Pelaksana selain Khalifah adalah tidak benar dan tidak sah. Pelajaran yang dapat diambil dari jenis hukuman ini adalah manusia tidak akan mudah menghilangkan nyawa manusia yang lain tanpa hak. Mengingat beratnya hukuman yang akan diterima. Nyawa manusia akan terjaga, dengan penjagaan yang sempurna.

Mengharapkan pemimpin-pemimpin negeri dalam sistem sekuler kapitalis agar memperhatikan keselamatan nyawa manusia,menghukum manusia-manusia yang berbuat zalim dengan kebijakan -kebijakannya adalah bagaikan fatamorgana. Tak akan mungkin dapat terealisasi. Apa yang dilakukan lebih cendrung memikirkan kepentingan ekonomi daripada keselamatan rakyatnya. Karenanya saatnya kita menghempaskan sistem sekuler kapitalis tempat lahir manusia-manusia yang berorientasi materi, bukan mencari keberkahan yang akan diturunkan Allah.

Hanya kembali kepada sistem Islam kaffah yang akan mampu menyebarkan dan menegakkan keadilan serta menjaga nyawa manusia, si yatim yang di rindu orang-orang beriman. ***
Wallahualam ….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here