Gabungan Perusahaan Rokok Mendukung Kebijakan Presiden, Tolak Simplifikasi

0
504

Kliksumatera.com, JAKARTA- Pengusaha dan Pengelola Perusahaan Rokok yang tergabung dalam Gaperoma, mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo menolak Simplifikasi penerapan tarif cukai yang semula 10 tier menjadi 5 tier. Simplifikasi akan berdampak pada banyaknya perusahaan rokok yang berguguran dan puluhan ribu tenaga kerja industry hasil tembakau (IHT) akan kehilangan lapangan pekerjaan. Namun Gaperoma tidak menolak rencana pemerintah menaikkan cukai rokok di tahun 2020 mendatang, asal tidak melebihi angka inflasi.

“Simplikasi itu penyederhaan sistem tier cukai dari yang semula sepuluh menjadi lima tier. Hal ini memberatkan kalangan perusahaan rokok terutama rokok rakyat. Ini akan mematikan rokok rakyat. Karena itu, kami mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghentikan simplikasi penerapan cukai,” papar Ketua Umum Gaperoma Johni SH dalam salah satu diskusi di Jakarta, kemarin.

Menurut Johni, rencana kementrian keuangan yang akan menerapkan simplifikasi penarikan cukai, hanya akan menguntungkan monopoli pemasaran rokok perusahaan besar. Mematikan industri rokok di dalam negeri. Yang tercipta kemudian adalah monopoli usaha di bidang industri hasil tembakau. Johni sendiri sangsi, kebijakan simplifikasi akan meningkatkan pendapatan negara. Yang pasti hanya menguntungkan perusahaan dan produsen rokok besar. Mematikan produsen rokok rakyat.

“Kami minta, kementrian keuangan menghentikan rencana penerapan kebijakan simplifikasi tarif cukai sebab hal tersebut akan mematikan banyak perusahaan perusahaan rokok nasional terutama rokok rakyat. Dan menciptakan monopoli usaha dan industry rokok oleh kelompok usaha tertentu. Ini berbahaya bagi perekonomian negara dan masyarakat jangka pendek maupun jangka Panjang,” urai Johni.

Ditambahkan oleh Johni, apabila kementerian keuangan tetap memaksakan melakukan dan menerapkan simplifikasi, selain mematikan perusahaan perusahaan dan pabrik pabrik rokok, juga akan menimbulkan jutaan tenaga kerja di sektor industry hasil tembakau kehilangan lapangan pekerjaan. Mereka akan menganggur. Jika kondisi ini terjadi bukan hanya pengusaha rokok yang dirugikan, tetapi juga seluruh masyarakat, juga pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Menurut Johni organisasi yang dipimpinnya Gaperoma, saat ini menaungi 18 pabrikan sebagai anggota, dengan jumlah tenaga formal tak kurang dari 22 ribu orang. Jika Kebijakan Simplifikasi cukai jadi diterapkan, puluhan ribu tenaga kerja di pabrik rokok milik anggota Gaperoma, terancam kehilangan pekerjaan.

“Pemerintah dan masyarakat harus melihat industri rokok itu secara keseluruhan. Bukan hanya dari kacamata pemerintah pusat. Majunya industry rokok bukan hanya menguntungkan pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah meningkat. Ekonomi masyarakat bergerak. Lapangan pekerjaan tersedia, bukan hanya lapangan pekerjaan di pabrik pabrik rokok, tapi lapangan lapangan pekerjaan di industri turunan dari industri rokok seperti logistik, perusahaan periklanan dan sektor penginapan, kuliner di sekitar pabrik rokok juga diuntungkan. Nah kalau simplifikasi diterapkan, banyak perusahaan rokok yang mati, bukan hanya pengusaha dan pekerja industry rokok yang kehilangan pekerjaan. Pekerja dan pengusaha sektor usaha lainnya juga kehilangan mata pencarian. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga kehilangan pendapatan baik dari cukai maupun pajak petambahan nilai atau PPN dan pajak penghasilan lainnya,” tegas Johni.

Menurut Johni para pemilik dan pengelola perusahaan rokok meminta pemerintah khususnya kementrian keuangan untuk menghentikan rencana penerapan kebijakan simplifikasi cukai rokok, dalam rangka menyelamatkan perekonomian masyarakat, menyelamatkan sektor usaha kecil dan menengah serta membuka lapangan kerja. Jika industry rokok mati, maka sektor usaha UMKM (usaha menengah kecil dan mikro) juga akan mati. Jutaan pekerja akan kehilangan lapangan pekerjaannya.

“Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan kebijakan, menghapus simplifikasi dalam rangka menyelamatkan perekonomian masyarakat. Karena itu, seharusnya kementrian keuangan juga mengikuti kebijakan dan keputusan presiden, untuk tidak lagi mengada ada dengan menghidupkan kembali rencana simplikasi penarikan cukai yang akan merugikan industri rokok dalam negeri dan usaha kecil menengah dan mikro. Kementrian keuangan harusnya sejalan dengan kebijakan Presiden. Kementrian keuangan harus melindungi UMKM di sektor industri rokok dan turunannya,” papar Johni.

Tergantung Presiden

Di tempat yang sama,, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Berli Martawardaya berpendapat, jadi atau tidaknya kebijakan Simplifikasi penarikan cukai diterapkan tahun depan, tergantung dari persetujuan Presiden Republik Indonesia, yang memimpin organisasi pemerintah, termasuk di dalamnya adalah Kementrian Keuangan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) setelah melakukan kajian soal simplifikasi penarikan cukai rokok menyerahkan kebijakannya kepada Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menteri keuangan sebelum menerapkan kebijakan tersebut tentunya akan berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo.
“Dalam sistem organisasi pemerintahan, meskipun Kementrian Keuangan mendukung dan sudah melakukan berbagai kajian, keputusan ada di tangan presiden. Presidenlah yang akan menentukan apakah simplikasi jadi atau tidak jadi diterapkan,” papar Dosen FEB UI Berli Martawardaya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gaperoma Johni menegaskan, Presiden Joko Widodo sudah menolak dan menghentikan rencana Simplifikasi cukai. Kebijakan Presiden Widodo sudah sangat bijaksana untuk keadilan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sudah sepantasnya Kementrian keuangan dan para pejabat di dalamnya, mengikuti arahan dan kebijakan Presiden untuk kebaikan bersama.

Laporan : Eman
Editor/Posting : Imam Ghazali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here