Gegara Sabu, Kanit Satres Narkoba dan 2 Bintara Divonis Mati

0
350

Kliksumatera.com, MEDAN- Tiga dari 11 oknum Polri yang bertugas di Tanjungbalai divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai, pada sidang putusan, Kamis 10 Februari 2022. Ketiga oknum itu masing-masing, Kanit I Sat Res Narkoba Polres Tanjungbalai, Aiptu Wariono, Komandan Kapal Polair Polres Tanjungbalai, Brigadir Tuharno, dan Bripka Agung Sugiarto Putra.

Ketiganya dinilai terbukti menggelapkan 19 kilogram sabu hasil tangkapan di perairan Sei Lunang, Kecamatan Sungai Kepayang Timur, Kabupaten Asahan pada 19 Mei 2021 lalu. Vonis yang sama juga dua warga Nelayan “Mengadili dengan ini majelis hakim memutus untuk terdakwa masing-masing dengan hukuman mati,” tegas majelis hakim diketuai Salomo Ginting.

Hakim dalam amar putusannya menilai bahwa para terdakwa diyakini bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat 1 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika. Hal yang memberatkan, terdakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai polisi, terdakwa membuat kepercayaan masyarakat tidak percaya terhadap instansi Polri. “Sedangkan yang meringankan tidak ditemukan,” timbang hakim

Selain itu, untuk terdakwa Tuharno dikenakan dalam tindak pidana pencucian uang karena telah menikmati hasil penjualan narkotika hasil tangkapan tersebut.

Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) Rikardo Simanjuntak menyatakan sikap pikir-pikir. Sedangkan terdakwa langsung menyatakan banding. “Siap, banding yang mulia,” kata Tuharno melalui video conference.

Begitu juga untuk Supandi dan Hasanul, dua nelayan sebagai terdakwa 76 kilogram sabu yang digelapkan oleh 11 oknum polisi Tanjung Balai seberat 19 kilogram.

Kedua Nelayan itu juga terbukti bersalah melanggar Pasal 114 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika. Hal yang memberatkan terdakwa terlibat jaringan narkotika Internasional, tidak mendukung program pemerintah, dan membahayakan bagi masyarakat Indonesia. “Sedangkan yang meringankan tidak ada,” timbang hakim.

Sementara, penasihat hukum terdakwa, Guntur Surya Darma saat dikonfirmasi, mengaku putusan hakim tersebut tidak memperhatikan prikemanusiaan. “Bagi kami, putusan majelis hakim tersebut tidak adil bagi terdakwa. Karena fakta-fakta persidangan tidak dipertimbangkan,” ujar Guntur.

Penangkapan 76 Kg Sabu

Perlu diketahui kasus ini bermula kasus ini berawal pada Rabu 19 Mei 2021 lalu. Di mana, terdakwa Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin yang merupakan anggota Satuan Polisi Air Polres Tanjungbalai menemukan kapal kaluk yang membawa narkotika seberat 76 kilogram sabu di Perairan Tangkahan, Sei Lunang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan.

Kapal ini dikemudikan oleh Hasanul Arifin dan Supandi di perbatasan Indonesia Malaysia. “Kemudian, Syahril Napitupulu melaporkan ke Kasat Polair Polres Tanjungbalai, Togap Sianturi, dan langsung memerintahkan Tuharno, Juanda, Hendra, dan Jhon Erwin Sinulingga berangkat menuju lokasi kapal keluk menggunakan kapal patroli Kamtibmas,” ujar JPU Rikardo Simanjuntak.

Selanjutnya, Leonardo Aritonang, dan Sutikno menggunakan kapal lainnya menyusul untuk mengawal di lokasi penemuan. “Sesampainya di lokasi, Syahril Napitupulu bersama Denhan Khoirudin, Rizky Ardiansyah, Tuharno, Juanda, Hendra, Jhon Erwin Sinulingga, Leonardo Aritonang dan Sutikno membawa kapal kaluk yang membawa 76 kilogram sabu itu menuju dermaga Polair Polres Tanjungbalai dengan cara ditarik,” jelas JPU.

Di pertengahan jalan, Tuharno lompat ke kapal kaluk untuk mengambil satu buah goni yang berisikan 13 kilogram sabu dan dipindah ke kapal Babinkamtibmas dan disimpan di lemari bahan bakar minyak kapal. “Selanjutnya, Tuharno dan Khoirudin sepakat untuk menyisihkan kembali sabu-sabu untuk dijual sebagai uang rusa (kibus). Kesepakatan diambil, dan kembali mengambil 6 kilogram sabu dari kapal kaluk dan di sembunyikan di bawah kolong kursi depan,” kata JPU

Selanjutnya, Tuharno menghubungi Waryono selaku Kanit Narkoba Polres Tanjungbalai untuk menginformasikan bahwa ada temuan sabu. Selanjutnya, antara Waryono dan Tuharno sepakat untuk bertemu di dermaga tangkahan Sangkot Kurnia, Desa Sei Nangka untuk menyerahkan sabu seberat 6 kg kepada Waryono yang selanjutnya disimpan di semak-semak dekat Posko di Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai.

Setelah itu, sisa 57 kilogram sabu dibawa ke Polres Tanjungbalai, untuk dilakukan penyidikan oleh satuan narkoba Polres Tanjungbalai. “Selanjutnya, Waryono dengan Hendra Tua Harahap, Agung Sugiarto Putra, Rizky Ardiansyah, Joshua, dan Kuntoro bertemu. Selanjutnya, Waryono menghubungi Tele (DPO) untuk menjual sabu satu kilogram dengan harga Rp 250 juta di belakang SMA 2 Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai,” jelasnya.

Satu jam kemudian, Agung menghubungi Boyot (DPO) dan menjual sabu seberat 5 kilogram dengan harga Rp 1 miliar dan disetujui oleh Waryono. Namun, Boyot baru membayar Rp 600 juta kepada Agung dengan lima kali tahap.

Setelah berhasil menjual sabu, Tuharno dan Khoirudin, menyerahkan uang Rp 100 juta kepada Syahril untuk uang rusa (kibus). “Bahwa perbuatan tersangka yang telah menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan, menerima sabu tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang,” tegas Rikardo Simanjuntak.

Sumber : Sinar Lampung/Kliksumatera.com
Editor/Posting : Imam Ghazali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here