
Oleh : Eci Anggraini, Pendidik Palembang
Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, angka pengangguran itu hanya turun 0,1 persen dari 5,3 persen pada 2023. Baca juga: Bantu Atasi Pengangguran, Wamendikti Fauzan: Kampus Bisa Kembangkan LPK Sementara seluruh penduduk Indonesia, terdiri dari angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja, diketahui sebanyak 279,96 juta orang. Angkat pengangguran Filipina pada 2024 berada di bawah Indonesia dengan 5,1 persen dari total penduduk 114,16 juta orang.
Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, angka pengangguran itu hanya turun 0,1 persen dari 5,3 persen pada 2023. Baca juga: Bantu Atasi Pengangguran, Wamendikti Fauzan: Kampus Bisa Kembangkan LPK Sementara seluruh penduduk Indonesia, terdiri dari angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja, diketahui sebanyak 279,96 juta orang. Angkat pengangguran Filipina pada 2024 berada di bawah Indonesia dengan 5,1 persen dari total penduduk 114,16 juta orang.( Kompas.com,Rabu,30/04/2025 )
Sistem kapitalisme menjadikan negara abai dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Melalui konsep investasi, kapitalisasi, dan privatisasi, negara seperti telah menyerahkan segala sesuatu di negeri ini pada mekanisme pasar ala swasta. Negara hanya terus berusaha mewujudkan berdirinya perusahaan-perusahaan besar yang dianggap mampu menyerap tenaga kerja. Berdirinya industri di banyak wilayah terus dipermudah walau seringkali merugikan warga setempat karena lahan dan ruang hidupnya terenggut.
Pemerintah juga terus menderegulasi kebijakan agar memudahkan para investor asing masuk demi terbukanya lapangan pekerjaan. Penguasa tidak peduli jika regulasinya merugikan rakyat, bahkan membahayakan jiwa penduduknya.
Oleh karena itu, kelangkaan lapangan kerja semakin menunjukan kegagalan negara dalam menjamin kesempatan kerja bagi warganya. Asal tahu saja, terciptanya lapangan pekerjaan adalah salah satu mekanisme dalam terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, betapa sulit berharap sejahtera dalam sistem hari ini yang tidak pernah bisa menyelesaikan persoalan pengangguran.
Islam telah memiliki mekanisme baku dalam menyelesaikan persoalan pengangguran. Pertama, Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam menyelesaikan seluruh persoalan rakyat, termasuk persoalan pengangguran. Penyediaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya merupakan tanggung jawab negara.
Ini berdasarkan keumuman hadis Rasulullah saw., “Seorang Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.” (HR Bukhari, 844).
Dalam riwayat lainnya, “Rasulullah SAW. Pernah memberi dua dirham kepada seorang Anshar, lalu, ‘Belilah makanan seharga satu dirham dengan uang itu dan berikanlah kepada keluargamu. Dan sisanya belilah sebuah kapak dengan satu dirham dan bawa kapak itu kepadaku.’ Lalu Rasulullah membelah kayu dengan kapak tersebut, kemudian berkata, ‘Pergilah dan carilah kayu bakar, lalu juallah. Jangan kembali ke hadapanku, kecuali setelah 15 hari.’ Lelaki Anshar itu pun mencari kayu bakar lalu menjualnya. Setelah itu ia datang lagi kepada Rasulullah dengan membawa 10 dirham. Sebagian ia belikan baju dan sebagiannya lagi makanan.” (HR Ibnu Majah, 2189).
Kedua, Islam memiliki regulasi kepemilikan yang khas, menjadikan SDAE dikelola negara, swasta apalagi asing haram memiliki dan mengelolanya. Regulasi ini menjadikan sumber pendapatan negara melimpah sehingga mampu membangun negara tanpa bantuan utang atau investasi. Selain itu, pengelolaan SDAE yang mandiri menjadikan lapangan kerja terbuka secara lebar karena eksplorasi SDAE membutuhkan banyak SDM. Jika sektor tersebut dikelola negara, pembukaan lapangan kerja untuk rakyat bisa dioptimalkan.
Ketiga, menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan merata. Pendidikan dapat menjadi salah satu bekal untuk mencari pekerjaan. Dengan begitu, persoalan kurangnya skill atau ijazah yang rendah akan mudah terselesaikan. Pembangunan sekolah yang berkualitas dan menjangkau semua kalangan baik yang kaya ataupun miskin juga di desa dan di kota, sangat niscaya terwujud dengan pembiayaan berbasis baitulmal.
Pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya kepribadian Islam yang kuat, sekaligus memiliki keterampilan untuk berkarya. Hal ini akan melahirkan generasi tangguh yang kuat secara mental maupun fisik. Selain itu, bukan materi semata yang ia impikan melainkan target capaian kontribusinya bagi majunya peradaban. Inilah yang menjadi jaminan setiap generasi termasuk Gen Z memiliki kepribadian Islam yang kukuh.
Keempat, jaminan kesejahteraan dalam Islam. Tersedianya lapangan pekerjaan adalah salah satu mekanisme Islam dalam menyejahterakan rakyatnya secara ekonomi. Bagi kepala rumah tangga laki-laki yang cacat/sakit atau yang tidak mampu bekerja, Islam memiliki mekanisme nonekonomi, yaitu dengan menyantuni keluarga tersebut.
Oleh karena itu, akar persoalan pengangguran termasuk pada Gen Z adalah penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Negara telah abai terhadap kewajibannya dalam membuka selebar-lebarnya lapangan usaha. Sungguh, dengan kembali kepada sistem Islam, akan menghantarkan terselesaikannya persoalan pengangguran dan menciptakan kesejahteraan. Wallahualam bissawab.
