
Oleh: Qomariah (Muslimah Peduli Generasi)
Saat ini menghalalkan segala cara tentu tidak asing lagi, berbagai praktik kecurangan memang sudah menjadi kebiasaan yang dipertontonkan, oleh penguasa dan pemangku kebijakan di negeri ini.
KPK (komisi pemberantasan korupsi) mengungkapkan skor Survei Penilaian Integritas (SPI) pendidikan tahun 2024 berada di angka 69,50 atau masuk dalam posisi koreksi. sedangkan skor SPI tahun 2023 menurun yang berada di angka 71.
Meskipun implementasi serta pengawasan belum merata, konsisten, dan optimal,”kata deputi bidang pendidikan dan peran serta masyarakat KPK, Wawan wardiana, dalam acara peluncuran SPI pendidikan di gedung C1 KPK Jakarta, kompas.com (Kamis, 24/4/2025).
Wawan mengatakan terdapat beberapa temuan dari hasil SPI pendidikan 2004, terkait dengan kondisi integritas pendidikan di Indonesia.
Pertama; terkait kejujuran akademik. Hasil survei menunjukkan bahwa 78% sekolah dan 98% kampus masih ditemukan kasus menyontek.
Kedua; terkait ketidakdisiplinan akademik. Hasil survei menunjukkan bahwa 69% siswa mengatakan masih ada guru yang terlambat hadir di sekolah, dan 96% mahasiswa menyatakan masih ada dosen yang terlambat ke kampus.
Ketiga; temuan gratifikasi., hasil survei menunjukkan bahwa 30% dari guru/ dosen dan 18% kepala sekolah atau rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar untuk diterima.
Keempat; pengadaan barang dan jasa. Hasil survei menunjukkan bahwa 43% sekolah dan 68% kampus menentukan vendor pelaksana/penyedia barang dan jasa berdasarkan relasi pribadi.
Hasil survei yang didapatkan oleh SPI, sebagai sinyal yang sangat mengkhawatirkan. SPI menekankan betapa pentingnya penanaman nilai anti korupsi yang konsisten. Ia berharap generasi muda saat ini dapat membangun sikap anti korupsi sedari dini.
Siti Balqis Dgr (Aktivis Muslimah) asal Yogyakarta, menilai hasil survei yang didapatkan oleh SPI tersebut sebagai sinyal yang sangat mengkhawatirkan kita semua. Bahwa ketidakjujuran sudah menjadi pilihan sebagian besar mahasiswa dalam menjalani pendidikannya. Ia menyebutkan, pasalnya tujuan pendidikan itu untuk menciptakan manusia yang berbudi luhur, tetapi bagaimana mungkin tujuan itu dapat diraih melalui cara yang mencoreng kebaikan dengan berbagai perbuatan curang. Ungkapnya kepada MNews.com(3/5/2025).
Sehingga harapan besar yang disematkan pada generasi mendatang, untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik tentunya bertolak belakang ketika melihat fakta yang ada.
Bahkan, menurutnya perilaku kecurangan ini tidak datang dengan sendirinya pada benak para pelajar dan mahasiswa, tentu ada yang mendominasinya. “Justru berbagai praktik kecurangan memang sudah menjadi kebiasaan yang dipertontonkan oleh penguasa dan pemangku kebijakan di negeri ini.”
Meskipun berbagai kasus korupsi dengan angka fantastis yang dikenal sebagai “liga korupsi” merupakan catatan kotor para pejabat negeri ini.”seolah sudah menjadi hal biasa, cara koruptor tetap mampu menunjukkan senyumnya di depan kamera, seolah-olah mereka tidak bersalah.
Jadi kesimpulannya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan, adalah suatu budaya yang dilestarikan oleh pelajar dan mahasiswa, bahwa telah mencontoi dan mengikuti cara kerja para pemimpin sistem (sekuler kapitalisme).
Hanya sistem pendidikan Islam, yang berasaskan pada aqidah dan Syariah, mampu membentuk suatu perubahan setiap individu yang bertakwa dan taat pada seluruh hukum yang ditentukan oleh Al-quran dan as-sunnah. Bahwa pendidikan yang semacam ini, ia meyakini akan mencetak generasi terbaik, yang siap diberi amanah dalam mengurus berbagai hajat orang banyak.
Adapun kontrol masyarakat dapat berjalan dengan baik, ketika hukum syariat Islam diterapkan di tengah masyarakat. Bahkan bagi yang melanggar peraturan akan diberi sanksi yang jelas sesuai dengan syariat Islam. “Walaupun sering dianggap kejam, namun hakikatnya menjadi penebus dosa dan pemberi efek jera, agar supaya tidak ditemukan kasus serupa menggejala di mana-mana.”
Bahwa keuntungan lebih besar dapat diraih oleh seseorang yang melakukan dakwah. Rasulullah SAW bersabda; “barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka (HR- Muslim).
Hal serupa juga ditegaskan dalam hadis dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda; dan barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka atasnya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka (HR -Muslim).
Berdasarkan paparan di atas, jelaslah bahwa aqidah yang diyakini, syariah yang diamalkan, Dan dakwah yang dikerjakan, menjadi sebab bagi pelakunya untuk terselamatkan dari kecurangan dan memperoleh keberuntungan yang sangat besar. Insya Allah. Wallahu a’lam bishawab.
