Oleh : Qomariah (Muslimah Peduli Generasi)
Jika pemerintah benar-benar tulus dalam mengurusi urusan rakyat, maka tidak hanya cuma diberlakukan dua bulan saja, mengenai diskon tarif listrik. Juga semestinya dinolrupiahkan tarif listriknya.
Dalam hal ini, pemerintah telah memutuskan untuk memberikan diskon listrik sebesar 50% selama 2 bulan, untuk kelompok menengah ke bawah dengan daya 450 volt ampere (VA) hingga 2.200 VA.
Diskon ini diberikan hanya untuk meredam dampak dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai (1/1/2025).
Menteri koordinator bidang perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan diskon listrik sebesar 50% ini hanya diberikan pada Januari- Februari 2025. Jakarta, VIVA (Senin,16/12/2024).
Diskon listrik ini adalah kebijakan tambal sulam yang sarat pencitraan? Di mana pemerintah harus berupaya untuk meredam gejolak protes rakyatnya, sehingga pemerintah membagikan lima paket bansos, supaya dapat meringankan masyarakat yang terdampak oleh kenaikan PPN. Salah satunya paket bansos tersebut adalah diskon listrik 50%.
Jika benar pemerintah ingin menjaga daya beli dan ketahanan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah, tidak semestinya kenaikan PPN dipertahankan. Inilah menandakan bahwa kebijakan yang semacam ini menegaskan karena buruknya pengurusan negara terhadap rakyatnya.
Dengan adanya kenaikan PPN 12%, dan juga diskon listrik 50%, apakah pemerintah mampu menjaga daya beli dan ketahanan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah. Meski demikian, PLN sendiri pada akhirnya berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 10 triliun dengan adanya diskon ini.
Adapun kebijakan tambal sulam ini, membuat daya beli masyarakat akan tetap turun meski mendapatkan diskon listrik 50%, yang hanya dua bulan itu. sebab, harga kebutuhan pokok dan biaya hidup lainnya malah semakin tinggi, sedangkan pendapatan masyarakat justru berkurang.
Terlebih lagi, meski pemerintah memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 % selama Januari Februari 2025, namun hal itu tidak serta merta menghapus potensi kenaikan tarif listrik pada kuartal 2025.
Kebijakan ini adalah kebijakan kapitalistik, di mana kebijakan pemerintahnya yang menyengsarakan rakyat dan buruknya pengurusan negara terhadap rakyatnya. jika mencermati PLN yang katanya akan merugi Rp10 triliun akibat diskon listrik ini, sejatinya APBN lah yang akan menambalnya demi kelancaran operasional PLN. Artinya, rakyat lagi yang sebenarnya menanggung beban tersebut, sebab sebagian besar pemasukan APBN berasal dari pajak rakyat.
Negara hanya memosisikan dirinya sebagai regulator, bukan pengurus umat. Negara tidak merasa memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya, bahwa kebijakan yang kapitalistik tidak akan mampu menyelesaikan persoalan, sebab aturannya bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Sehingga akan menimbulkan perselisihan dan persoalan baru.
Sedangkan tata kelola listrik dalam Islam, mengkategorikan listrik sebagai kebutuhan pokok rakyat, yang pengadaannya akan dijamin oleh negara. Negara juga akan memastikan tiap individu rakyatnya mendapatkan listrik. Baik itu rakyat yang kaya maupun yang miskin, yang di kota maupun di desa, semua harus memiliki akses listrik sesuai kebutuhannya. Hal yang demikian itu bisa terwujud dengan pengaturan sistem Islam yang paripurna.
Beberapa cara tata kelola listrik dalam Islam:
Pertama, Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengurusi seluruh urusan umat, dan memposisikan dirinya sebagai pelayan bagi rakyatnya.
Kedua, regulasi kepemilikan yang khas dalam Islam akan menjadikan kas negara (BaitulMal), memiliki pemasukan melimpah dari pengelolaan SDA.
Listrik termasuk harta kepemilikan umum yang utama, iya nih harta yang dibutuhkan oleh seluruh kaum muslim atau menjadi hajat hidup orang banyak.
Rasulullah SAW bersabda: “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR.Abu Dawud).
Hadits ini dengan tegas menyampaikan, bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu maupun asing. Pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan kepada swasta, melainkan harus sepenuhnya dikelola oleh negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan publik.
Ketiga, pengelolaan negara yang mandiri atas SDA, setidaknya memberikan dua keuntungan.
A. Hasil pengelolaannya menjadi sumber pemasukan negara yang amat besar, sehingga negara mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
B. Negara bisa terbebas dari utang luar negeri yang amat menyandera kebijakan dalam negeri sehingga negara bisa terlepas dari campur tangan asing.
Keempat, Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama BaitulMal. Pajak dalam Islam tidak menjadi tumpuan kas negara, tidak pula dibebankan kepada seluruh warga, melainkan hanya kepada laki-laki muslim yang kaya saja.
Hanya dalam sistem Islam (khilafah), yang Meniscayakan rakyat mendapatkan listrik murah bahkan gratis, rakyat juga tidak akan dibebani pungutan pajak yang menzalimi. Insya Allah. Wallahu a’lam bishawab.