Kartu Prakerja, Solusi Pandemi Covid-19, Efektifkah?

0
660

Oleh : Rita Hartati, S.Hum

Konsep Kartu Prakerja yang dibanggakan Presiden Joko Widodo sangat tidak tepat diterapkan saat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).

Tapi di saat terjadi pagebluk Covid-19, program ini tidak perlu diluncurkan. Apalagi sampai harus menaikkan anggarannya hingga 100 persen, dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk 5,6 juta orang.

“Ini kayak “Jaka Sembung” naik ojek (nggak nyambung), karena korban PHK sekarang enggak perlu dikasih pelatihan secara online gitu ya,” terangnya dalam diskusi online bertajuk “Dampak Ekonomi Covid-19 dan Telaah Paket Corona ala Pemerintah RI”, Minggu (12/4).

Menurutnya, di saat krisis seperti saat ini, masyarakat dan para korban PHK lebih membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dibanding Kartu Prakerja. Terlebih program Kartu Prakerja mengharuskan mereka mengikuti pelatihan online agar menerima bantuan. Sementara dana Kartu Prakerja yang digelontorkan juga akan terpotong untuk para penyelenggara.

Empat paket program Jaminan Pengaman Sosial (JPS) yang diluncurkan presiden pada 31 Maret lalu ternyata ditanggapi dingin oleh masyarakat. Bahkan sontak mendapat kritik pedas dari para pengamat kebijakan publik di Indonesia.

Selain dianggap tak solutif untuk mengatasi problem sosial yang terus meluas akibat pandemi corona, juga karena program ini nampak sekadar pencitraan saja. Bahkan situs tirto.id membuat ulasan khusus tentang program ini dengan judul Program JPS Hanya Gimik di Tengah Covid-19.

Untuk penanganan wabah Covid-19 ini misalnya, pemerintah telah mengeluarkan Perpu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Isinya negara akan menggelontorkan Rp 401,5 triliun untuk penanganan wabah Corona. Dan dari jumlah tersebut Rp 110 triliun dialokasikan untuk membiayai proyek JPS menghadapi wabah Corona.

Presiden sendiri mengklaim, bahwa alokasi dana dan jumlah penerima manfaat dari keempat program JPS ini meningkat dari sebelumnya. Keempat program utama JPS itu meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), Program Kartu Sembako, Program Kartu Prakerja, dan subsidi tarif listrik.

Masalah ekonomi negeri ini sejak dari dulu tak pernah selesai, apa lagi ditambah dengan pandemik wabah covid ini. Bagai istilah sudah jatuh tertimpa tangga, bagai mana tida di saat rakyat disibukkan dengan kekhawatiran akan tertularnya virus corona malah ditamabah gelombang PHK yang mencapai 150 ribu orang.

Menindaklanjuti solusi progmatis kartu prakerja yang diluncurkan pemerintah di saat pendemi banyak menilai konsep ini seolah dipaksakan. Bagaimana tidak? Rakyat yang sedang mengalami krisis ekonomi, tentunya yang dibutuhkan adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan perut.

Maka wajar banyak yang mengkritisi bahwa program ini adalah program tak nyambung dengan problem riil masyarakat di masa Corona. Saat rakyat butuh makan, justru sebagian mereka disuruh ikut pelatihan.

Belum lagi, program ini dipandang hanya akan menguntungkan pihak vendor bisnis pelatihan dan provider yang digandeng tanpa proses lelang. Sementara dari sisi sasaran, selain jumlahnya juga sangat terbatas dan tak semua pengangguran terbiasa dengan konsep kerja dalam jaringan, juga muncul pertanyaan, adakah lapangan kerja yang bisa mencerap lulusan pelatihan kerja sebagai hasil program kartu prakerja?

Inilah yang terjadi ketika landasan berpikir suatu bangsa itu salah, maka solusi yang diberikan juga akan salah.

Dalam sistem kapitalis liberal setiap keputusan yang diambil selalu memikirkan kepentingan pribadi atau kelompok. Untuk memenuhi janji – janji politik yang belum terpenuhi saat kampanye, namun tidak melihat situasi dan kondisi. Kartu prakerja mungkin bisa efektif di saat kondisi sedang stabil, namun tidak pas jika program ini dipaksakan untuk dalam kondisi yang krisis.

Tapi tak heran jika nampak penguasa ngotot mempertahankan kebijakan yang jelas-jelas menyengsarakan rakyatnya. Karena bagi mereka, kekuasaan memang diabdikan untuk menjaga kepentingan diri dan kroni-kroninya.

Hal ini jauh berbeda dengan kepemimpinan Islam. Yang atas nama Allah, diberi tanggung jawab oleh syara’ sebagai pengurus dan pelindung umat. Hingga keberadaan negara dan penguasa betul-betul dirasakan sebagaimana orang tua menjaga dan melindungi anaknya.

Penguasa dan negara dalam kepemimpinan Islam, benar-benar aware atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Tanpa berhitung untung rugi apalagi berpikir mencari untung dari rakyatnya. Termasuk dalam hal memberikan lapangan pekerjaan bagi setiap laki – laki dewasa agar dapat mencari nafkah atau memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi disaat kondisi abnormal seperti saat ini, tentunya negara yang menjamin semua keamanan masyarakat baik dari ancaman wabah atau dari ancaman ekonomi.

Tak heran sejarah telah mencatat peradaban Islam, yanga kaya dengan kisah menakjubkan tentang ketinggian level kesejahteraannya.

Secara manusiawi setiap insan pasti menginginkan tercapainya kebahagaian yang abadi. Semua ini sangat mungkin terwujud jika aturan hidup yang diterapkannya, berasal dari Allah yang Maha mencipta. Yang telah menjanjikan kepada penduduk suatu negeri jika ber iman dan bertaqwah maka Allah akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. ( Qs. Al – arraf 96).

Tentunya kita tidak perlu berlama-lama mempertahankan sistem yang sudah nyata kerusakannya. Hanya denga sistem Islam dalam naugan khilafah keberkahan itu bisa di rasakan oleh seluruh penduduk di muka bumi ini.
Wallahua’lam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here