
Oleh : Noviyanti
Bocor lagi, bocor lagi. Kasus dugaan kebocoran data terulang kembali. Kali ini, diduga adanya kebocoran data sekitar 34 juta data paspor dan data tersebut diperjualbelikan. Kebocoran data ini diungkapkan oleh Teguh Aprianto lewat akun twitternya.
Dalam cuitan twitternya itu, Teguh menjelaskan bahwa adanya data yang berjumlah 34.900.867 dengan file sebesar 4 GB. Data tersebut ditawarkan dengan harga 10 ribu dolar AS atau Rp 150 jutaan. Ia pun mempertanyakan, mengapa kebocoran data ini bisa terjadi lagi?
Berulangnya kebocoran data ini ditanggapi oleh pakar keamanan siber Alfons Tanujaya, bahwa tidak adanya pengamanan data yang baik. Ia juga mengatakan, pemerintah bisa mencegah adanya kebocoran data itu dengan menerapkan standar internasional ISO 27001 dan 27701 sebagai pedoman dalam perlindungan data pribadi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim menyampaikan, data yang diduga bocor adalah data teks yang struktur datanya bukanlah data yang digunakan oleh Dirjen Imigrasi. Karena data dari Imigrasi saat ini menggunakan sidik jari dan wajah (biometrik) sehingga pemegang paspor RI akan aman dan tidak adanya kebocoran database.
Dikutip dari dataindonesia.id (6/7/2023), pada tahun 2023 ini tercatat ada beberapa kasus besar dugaan kebocoran data di Indonesia yang sudah terjadi selain kebocoran data paspor ini. Di antaranya Pertama, data BPJS Ketenagakerjaan Indonesia pada 12 Maret 2023. Data dari 19,56 juta yang ditawarkan seharga US$5.000 atau setara Rp 752,65 juta.
Kedua, data Nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 8 Mei 2023. Dengan kebocoran data pribadi pengguna BSI sebanyak 1,5 terabyte (TB), Yang penebusan pembayaran sebesar US$20 juta atau setara Rp 297 miliar hingga 15 Mei 2023. Ketiga, data Pengguna MyIndiHome pada akhir Juni 2023. Dengan kebocoran data lebih kurang 35 juta data dan menjualnya senilai US$5.000 atau setara Rp 752,65 juta.
Negara Abai Melindungi Data Warga
Keamanan data rakyat adalah hal yang sangat penting bagi negara, apalagi ditengah gencarnya arus transformasi digital Indonesia saat ini terhadap peretasan, yang tentunya sangat mengkhawatirkan. Karena dengan adanya kebocoran data ini sangat berpotensi dapat disalahgunakan untuk tindak kejahatan seperti penipuan, pemalsuan, serta kejahatan digital lainnya.
Apalagi penyebab kebocoran data ini adalah kesadaran yang rendah dari badan publik di Indonesia, adanya serangan siber, human error, outsourcing data ke pihak ketiga, kesengajaan orang dalam, kegagalan sistem, rendahnya awareness, dan tidak peduli dengan kewajiban regulasi. Ini merupakan salah satu bisnis yang sangat menggiurkan, di tengah maraknya bisnis digital.
Dan juga kerentanan dunia siber di era digitalisasi ini bisa dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu, pastinya yang memiliki modal besar untuk dapat memperjualbelikan data sesuai dengan kepentingan mereka. Oleh karena itu, sebagai negara yang memiliki potensi SDM dengan dana besar yang bersumber dari kekayaan alam negeri ini, seharusnya memiliki political will. Sayangnya, akan sulit terwujud apabila negara tidak mempunyai visi besar sebagai negara adidaya yang berdikari, kuat, dan mandiri.
Keamanan Data Dalam Islam
Menjaga dan melindungi data pribadi warga negara adalah bagian dari tanggung jawab negara. Dimana negara itu merupakan salah satu fungsi untuk memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warganya, sehingga negara benar-benar memaksimalkan penjagaannya sebagaimana negara menjalankan fungsinya sebagai junnah (pelindung) rakyatnya dengan melakukan berbagai inovasi teknologi dalam rangka mencegah kebocoran data untuk kepentingan imperialisme digital. Oleh karenanya, sudah seharusnya negara melaksanakan tugasnya itu dengan baik.
Semua ini akan berjalan secara totalitas ketika tata kelola negara itu diatur berdasarkan syariat. Pertama, negara mengatur keuangan dengan konsep baitulmal. Dimana pengelolaan sumber dana baitulmal seperti minyak bumi, batu bara, dan tambang lainnya dikelola dan tidak diprivatisasi. Negara dapat membangun infrastruktur dan instrumen digital yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga dengan besarnya dana yang ada di baitul mal.
Kedua, menghasilkan SDM yang mumpuni dan mencetak SDM-SDM berkualitas, handal, unggul, dan berkarakter mulia. Seperti para ahli dan pakar di bidang teknologi informasi untuk mewujudkan sistem keamanan siber dengan melaksanakan sistem pendidikan yang berbasis Islam.
Ketiga, haruslah memiliki prinsip perlindungan data pribadi yaitu :
(1) Proaktif, bukan reaktif.
(2) Menggunakan sistem IT yang hebat.
(3) Desain teknologi secara holistik dan komprehensif.
(4) Sistem keamanan total.
Dengan prasarana, instrumen hukum, serta tata kelola yang teratur dengan baik, maka keamanan data pribadi warga negara akan terjamin tidak hanya secara preventif, tapi juga sistemis melalui peraturan dan peningkatan penjagaan melalui penguasaan teknologi digital, guna mewujudkan kemaslahatan warga negara Islam. Sehingga visi besar negara sebagai negara adidaya akan terwujud dalam pandangan Islam sebagai ideologi yang terstruktur dalam institusi negara Islam.
Wallaahu a’lam Bishowab
