Konsep Sekolah dalam Sistem Islam, Tak Perlu Khawatir Pandemi

0
210

Oleh : Syizka Sepridha (Pengelola PAUD di Palembang)

Sebagai seorang pengusaha di bidang pendidikan, situasi Covid-19 ini membawa perubahan besar yang sangat cepat. Dari kenyataan bahwa sekolah harus diliburkan mendadak di saat kami sudah merencanakan rekreasi berenang bagi anak-anak yang sudah lama sekali mereka tunggu. Namun keamanan dan keselamatan anak-anak adalah prioritas kami dalam membuat keputusan.

Terhitung sejak 16 Maret 2020, sekolah resmi tutup dan kegiatan dirumahkan baik itu bagi guru maupun murid. Guru berupaya tetap bisa mentransfer ilmunya dan murid tetap bisa menerima pembelajaran melalui wa grup setiap hari sekolah. Usia prasekolah tentu saja tidak ada masalah, karena mereka senang-senang saja ketika belajar dari rumah. Belum ada yang mengeluh ataupun kecewa, namun ada saja sebagian yang rindu bertemu dan bermain dengan kawan-kawannya. Ya begitulah anak-anak senang mengekspresikan perasaan dengan caranya masing-masing.

Kalau melihat jadwal bulan ini adalah akhir tahun ajaran, dimana guru-guru akan menyiapkan evaluasi siswa agar bisa dijadikan rujukan pengisian raport, saya sebagai pengelola juga mulai sibuk dengan administrasi kegiatan perpisahan dari persiapan tanda tamat belajar hingga merancanakan acara akhir tahun. Namun kenyataan berkata lain karena tahun ini di perkirakan tidak akan ada acara akhir tahun, walaupun tetap ada pembagian raport dan hasil belajar setahun nantinya.

Kemudian muncul pertanyaan dari wali murid ” Miss kira-kira kapan sekolah buka lagi ya?”. Sebagai pengelola saya bingung menjawabnya, kenapa? Karena kalau mengikuti hati ingin sekali buka sekolah saat tahun ajaran baru, karena memikirkan kondisi guru yang masih hidup bergantung pada gaji, anak-anak yang pastinya sudah bosan di rumah dan para orang tua yang juga kemungkinan kerepotan ketika mengajari anak-anak pembelajaran di rumah, selain fasilitas, sarana dan prasarana yang kurang mendukung, semangat dan motivasi anak-anak juga pasti tidak seantusias ketika berangkat ke sekolah.

Tapi kalau melihat kondisi di lapangan yang belum kondusif dimana penyebaran virus corona ini juga semakin masif dan tidak terkontrol, maka keputusan membuka sekolah saat tahun ajaran baru masih amat sangat beresiko.

Ini juga yang menjadi bahan pertimbangan. Dilihat dari situs corona.jakarta.go.id, pada Minggu (31/5/2020), hingga hari ini ada 91 balita (0-5 tahun) di Jakarta tercatat positif terinfeksi COVID-19. Data menunjukkan sebanyak 42 balita perempuan positif Covid-19. Sedangkan balita laki-laki sejumlah 49 orang.

Ada pun balita yang menjadi orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 682 perempuan dan 681 laki-laki. Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 159 balita perempuan, serta 210 laki-laki. Sementara itu, kasus positif Corona anak usia 6-19 tahun di Jakarta juga belum tuntas. Tercatat, sebanyak 390 anak, dengan 195 perempuan dan 195 laki-laki positif virus ini. Jumlah ODP anak perempuan mencapai 904, sedangkan laki-laki 910 orang. Untuk PDP sebanyak 199 anak perempuan, serta 197 anak laki-laki.

Jadi intinya pandemi Corona masih belum berakhir. Tak hanya orang dewasa, virus Corona juga menyerang anak-anak.

Meski begitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menyatakan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020.

Indonesia memang sedang menghadapi pandemi, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, menegaskan pihaknya tidak akan memundurkan kalender pendidikan ke bulan Januari. “Tanggal 13 Juli adalah tahun pelajaran baru, tetapi bukan berarti kegiatan belajar mengajar tatap muka. Metode belajar akan tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing,” jelas Hamid seperti dikutip dari laman Kemendikbud (28/5).

Padahal Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti yang meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada 13 Juli 2020.

Langkah pembukaan sekolah dikhawatir mengancam kesehatan anak karena penyebaran virus corona (Covid-19) belum menurun. Bahkan kasus Covid-19 pada anak di Indonesia cukup besar dibandingkan negara lain.

Ternyata pandemi ini banyak menimbulkan masalah baik di pihak masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Namun seharusnya sebagai penguasa yang dibutuhkan masyarakat adalah ketegasan dan pengurusan yang menyeluruh, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi dan kebingungan di masyarakat, belum lagi harus menghadapi kesusahan-kesusahan yang tidak berkesudahan akibat pandemi ini.

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Terutama pada saat pandemi.

Rasulullah SAW bersabda,
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dana, Sarana, dan Prasarana

Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan.

Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan  sebagainya.

Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.
1. Membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
2. Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan, laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
3. Mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan; mendorong para pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
4. Menyediakan sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan penerbitan yang dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.
5. Mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televisi—walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.
6. Melarang jual-beli dan ekspor-impor buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam; termasuk melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
7. Menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan Islam lalu dimuat di surat kabar dan majalah.
8. Melarang seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio dan televisi yang sifatnya rutin milik orang asing beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.

Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara.

Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas baitulmal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada ijmak Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitulmal dengan jumlah tertentu.

Sungguh sempurna pengurusan pendidikan dalam Islam. Maka ketika pandemi pun baik siswa ataupun guru tak perlu khawatir karena penghidupannya akan terjamin. Seandainya pun dilakukan metode pembelajaran dari rumah maka akan di fasilitasi secara penuh oleh kholifah. Dan penyelesaian masalah pandemi juga tidak akan berlama2 karena ketegasan dan kesigapan penguasa dalam Islam. Masya Allah… maka tidak akan ada ke khawatiran baik dari individu, masyarakat dan Negara. Sungguh indahnya Islam. *** Wallahu alam….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here