KONTRIBUSI KELAPA SAWIT DALAM MENGATASI KEMISKINAN UNTUK MENCAPAI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

0
462

Gambar 1. Produksi Kelapa Sawit di Indonesia

Dalam perekonomian Indonesia, industri minyak sawit memiliki peran strategis, antara lain sebagai penghasil devisa terbesar, lokomotif perekonomian nasional khususnya dalam pembangunan pedesaan, kedaulatan energi, pendorong sektor ekonomi kerakyatan, peningkatan sanitasi air bersih dan penyerapan tenaga kerja. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang dengan sangat cepat. Dua pulau utama sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Sumatra dan Kalimantan. Sekitar 90% perkebunan kelapa sawit di Indonesia berada di kedua pulau sawit tersebut. Dari kedua pulau itu menghasilkan 95% produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia. Dalam kurun waktu 1990–2015, terjadi revolusi pengusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yang ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya perkebunan rakyat dengan cepat, yakni 24% per tahun selama 1990–2015. Pada 2015, luas perkebunan sawit Indonesia adalah 11,3 juta ha (Kementerian Pertanian, 2015). Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tentunya sangat menarik perhatian bagi negara tetangga lainnya khusunya negara Malaysia yang menjadi penghasil CPO terbesar di dunia setelah Indonesia.

Indonesia dan Malaysia merupakan negara penghasil CPO terbesar di dunia saat ini. Indonesia berhasil mengungguli Malaysia. produksi CPO Indonesia telah mencapai 53,4% dari total CPO dunia, sedangkan Malaysia memiliki pangsa sebesar 32%. Demikian halnya dalam pasar minyak nabati global, minyak sawit juga berhasil mengungguli minyak kedelai (soybean oil) sejak 2004. Pada 2004, total produksi CPO mencapai 33,6 juta ton, sedangkan minyak kedelai adalah 32,4 juta ton. Pada 2016, produksi CPO dunia mencapai 40% dari total nabati utama dunia, sedangkan minyak kedelai memiliki pangsa sebesar 33,18% (United States Department of Agriculture, 2016).

Peningkatan produksi minyak sawit dalam pasar minyak nabati didunia menjadi sorotan dalam dinamika pasar minyak nabati dunia, sehingga perkebunan kelapa sawit saat ini telah menjadi banyak perbincangan terkhusus dalam aspek keberlanjutannya (sustainability). Menilik dari fakta-fakta yang telah dijelaskan di atas pembangunan kelapa sawit Indonesia dipersepisikan tidak keberlanjutan (unsustainability). Perkebunan kelapa sawit saat ini sedang dihadapkan dengan berbagai isu dan kampanye negatif. Berbagai macam polemik tentang komoditas kelapa sawit tidak berhenti. Deforestasi hutan menjadi salah satu polemik yang selalu dikaitkan dengan perkebunan kelapa sawit tersebut.

Banyak yang menyebutkan bahwa pemanasan global yang terjadi saat ini diakibatkan oleh deforestasi hutan yang dialihkan menjadi perkebunan sawit. Namun kenyataanya pemanasan global yang terjadi disebabkan oleh meningkatnya intensitas efek gas rumah kaca yang kita ketahui bahwa atmosfer bumi terdiri dari gas-gas rumah kaca (greenhouse gas, GHG) seperti uap air (H20), karbondioksida (CO2), metane (CH4) dan nitrogen (N2) dan konsentrasi alamiah lainnya. Intensitas efek gas rumah kaca meningkat tergantung dari aktivitas kehidupan manusia di bumi. Meningkatnya intensitas efek gas rumah kaca maka radiasi matahari yang terperangkap di atmosfer bumi lebih besar. Menurut International Energy Agency (IEA, 2012) bahwa emisi terbesar CO2 dari bahan bakar fosil yang didominasi oleh batu bara (43%), minyak bumi (36%) dan gas bumi (20%) baik dari proses produksi sampai dengan konsumsi. Dalam menurunkan angka tersebut maka masyarakat harus mampu menurunkan angka konsumsi bahan bakar fosil tersebut atau dengan menggantikan energi-energi terbarukan seperti penggunaan biodiesel sawit (FAME) sebagai substitusi solar fosil yang mampu menurunkan emisi karbon mesin diesel sebesar 62% (European Commission, 2013).

Ternyata kelapa sawit merupakan tumbuhan yang memiliki multi fungsi, baik dari fungsi ekologis, sosio dan ekonomi. Jika dinilai dari fungsi ekologis seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kelapa sawit terbukti menyumbang pada pembangungan berkelanjutan dengan menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Kemudian jika dilihat dari fungsi sosio atau sosialnya perkebunan kelapa sawit telah terbukti dalam membantu pengurangan kemiskinan dan pembangunan dipedesaan. Seperti yang telah diketahui bahwa perkebunan sawit sangat membantu dalam pembangunan di pedesaan yang dulunya tidak ada fasilitas apapun sekarang secara perlahan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam suatu desa dapat terpenuhi. Tidak hanya dalam mengurangi angka kemiskinan dipedesaan dengan Adanya perkebunan kelapa sawit ini dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada di pedesaan. Dimana mayoritas masyarakatnya memiliki kemampuan yang terbatas, maka dari itu adanya kelapa sawit rakyat ini membuka jalan untuk masyarakat yang ingin bergabung dan belajar bersama dalam mengolah kelapa sawit. Semakin banyak masyarakat yang bergabung maka angka pengangguran yang ada di pedesaan semakin lama semakin berkurang dan pembangunan di pedesaan akan semakin maju.

Sedangkan dalam fungsi ekonomi perkebunan kelapa sawit ini berperan dalam peningkatan pendapatan petani, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan pada devisa dan pendapatan negara. Sawit rakyat yang tumbuh daerah pelosok, pinggiran, terpencil dimana kehidupan ekonomi belum berkembang mampu menjadi “obor” dalam perekonomian desa. Kontribusi sawit rakyat yang besar dalam perkembagan industry sawit nasional, juga turut berdampak pada pembangunan ekonomi daerah pedesaan melalui peningkatan pendapatan, penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan (PASPI, 2016). Setiap 10% kenaikan lahan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak yang positif bagi berbagai aspek dalam kehidupan. Adanya perkebunan sawit ditengah-tengah kehidupan pedesaan membuat masyarakat harus keluar dari zona kemiskinan dan kemiskinan yang ada dipedesaan semakin lama semakin dapat teratasi.

Sudah jelas bahwa kelapa sawit sangat berperan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut didukung dengan peraturan menteri pertanian Republik Indonesia Nomor 11/Pementan/OT.140/3/2015 tentang system sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System/ISPO). Sudah seharusnya kita menyadari bahwa Indonesia menjadi penghasil CPO terbesar didunia merupakan jalan dalam meningkatkan perekonomian dan mendukung kelapa sawit menuju pencapaiannya dalam Sustainable Development Goals (SDG’s).

Penulis : Hilwa Salsabila (Mahasiswa Semester V Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis Universitas Sriwijaya)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here