Marsel, Anna, Faurani, Dudung, dan Aan Bicara Batik

0
571
Google doddle berlatar kain batik karya asli Lydia Nichols, persembahan Hari Batik Nasional 2 Oktober 2019. (foto: net)

Kliksumatera.com, BANDARLAMPUNG – Rabu, 2 Oktober 2019 kemarin genap satu dasawarsa diperingati oleh segenap bangsa Indonesia sebagai Hari Batik Nasional. Batik akhirnya diakui dunia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu dan Kebudayaan (UNESCO), 2 Oktober 2009.

Dikutip dari Antaralampung.com, Kamis (3/10/2019), sejumlah tokoh Lampung dan maestro batik asal Pekalongan, Jawa Tengah urun pendapat soal Hari Batik Nasional.

Komentar perdana datang dari akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) yang dikenal sebagai ekonom yang pertama kali memopulerkan diksi ‘kejahatan anggaran’ dalam kosakata politik anggaran Tanah Air pascareformasi, Marselina Djayasinga.

Penulis buku laris, Membedah APBD terbitan Graha Ilmu ini berpendapat, batik merupakan warisan yang harus dilestarikan, dan kita bersama-sama harus mendukung itu dengan cara memakai batik pada hari tertentu.

Marsel –sapaan akrabnya, menggambarkan bahwa batik itu membuat anggun bagi para pemakainya dan penuh kharismatik. “Ciri bangsa Indonesia, ya batik,” ujarnya via WhatsApp di Bandarlampung, Rabu petang.

Kedua, dihadirkan mantan Ketua DPRD Kota Metro 2014-2019 Anna Morinda. Komentar politisi hijabers ini menggelorakan penting pelestarian batik sebagai warisan budaya bangsa. Melalui pesan audio, ia menyatakan, Trisakti Bung Karno salah satunya adalah berkepribadian dalam berkebudayaan.

Indonesia, ujar Anna, adalah negara yang besar, terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki akar adat-istiadat budaya sangat tinggi, yang menunjukkan bahwa Indonesia sejak zaman kerajaan pun, kerajaan-kerajaan Nusantara, sudah memiliki budaya tinggi. “Salah satunya adalah batik Jawa, batik Indonesia,” imbuh Ketua DPC PDIP Metro itu.

Namun kebudayaan ini kalau tidak kita kembangkan pada era sekarang, sambung ia, lama kelamaan akan menjadi hilang. Bahkan, kebudayaan yang mencirikan tingginya ilmu pengetahuan kita pada zaman dahulu itu bisa diakui bangsa-bangsa lain, Anna yang kini Wakil Ketua DPRD Kota Metro 2019-2024 itu menekankan.

“Hari Batik Nasional saya kira adalah sangat tepat untuk kita semua menunjukkan bahwa batik Indonesia adalah milik kita, yang berasal dari akar budaya bangsa Indonesia, bangsa-bangsa, suku-suku bangsa dari kerajaan di Nusantara,” pungkas dia.

Penekanan bahwa selain citra merek, batik bisa jadi basis industri kreatif, disuarakan Dekan FEB Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya, Faurani I Santi Singagerda.

“Batik merupakan warisan budaya yang bisa menjadi brand image bagi Indonesia, dan menjadi basis bagi pengembangan industri kreatif,” kata penulis aktif jurnal ilmiah yang pernah mengajar di Politeknik STMI (Sekolah Tinggi Manajemen Industri) Kementerian Perindustrian, Jakarta ini.

Sementara pesohor pebatik asal Pekalongan, Jawa Tengah, Dudung Alisjahbana yang raya karyanya dikenal progresif nan unik, antara lain inventori desain baru motif modifikasi Batik Parang yang dianugerahi penghargaan Seal of Excellence dari UNESCO pada 2007 dan Inacraft Best of The Best 2014 itu, berpesan singkat namun kaya agregat. “Etika-kan estetika batik,” ujarnya khidmat.

Pendapat pamungkas, ditaja desainer asal Lampung Aan Ibrahim, Rabu malam. Usai mengupas sejarah dan perkembangan batik yang meskipun kini telah mewaris jadi aset nasional namun secara faktual terkendala regenerasi sumber daya pembatik, Aan pun berharap agar program penatalaksanaan batik juga menjadi prioritas pemerintah.

“Batik karya seni anak bangsa Indonesia. Belakangan, seluruh Indonesia membuat batik karena dianggap unik, menarik, dan berdaya ekonomi tinggi. Selayaknya batik ini harus jadi prioritas penting bagi kita bangsa Indonesia. Bukan hanya indah, unik, paling penting batik bisa menyerap tenaga kerja nonformal, lebih banyak. Itulah kenapa saya katakan harus jadi prioritas pemerintah,” kata Aan Ibrahim, desainer yang mempopulerkan Tapis Lampung secara gigih sejak 1985 ini.

Laporan : Muzzamil
Posting : Imam Ghazali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here