Membangun Peradaban Secara Gemilang, Solusinya Ada pada Sistem Islam

0
29

Oleh : Qomariah

Negeri ini memiliki berbagai macam problem, salah satunya problem dalam dunia pendidikan, di mana kurikulumnya saja berasaskan sekularisme, sehingga pembelajaran agamanya tidak menjadi titik pusat dalam pendidikan, karena pembelajarannya tidak mengambil secara keseluruhan dalam memprioritaskan penanaman aqidah Islam pada peserta didik, alhasil, karakter dan akhlak mulia yang diharapkan juga tidak terbentuk.

Adapun aksi perundungan remaja di kota Bandung, viral di media sosial Instagram. Pelaku melakukan perundungan dengan cara memukul hingga korban menjerit, dan menyiarkannya secara langsung di akun Tik tok.

Berdasarkan informasi yang dihimpun peristiwa itu berlangsung di daerah wilayah Mekarwangi, kota Bandung. Dari video perundungan viral ini, terlihat pelaku mengucapkan kalimat tidak seronok dengan menggunakan bahasa Sunda.
1. Pelaku mengancam dan memukul korban. Dan meminta korban untuk membuka pesan whatsapp sambil diiringi dengan kalimat mengancam korban.
2. Pelaku mengaku punya paman jenderal. Setelah itu pelaku membuat siaran langsung baru, di akun tik tok nya sambil menyatakan diri memiliki paman seorang jenderal. Lalu si pelaku mengatakan dirinya tidak pernah meminta tolong kepada pamannya itu, sekalipun dia seorang jenderal, dan pelaku pun mengatakan tidak takut apabila harus masuk penjara, kata pelaku dalam videonya. Bandung, IDN Times, Sabtu (27/4/2024).
3. Polisi memastikan korban di bawah umur

Wahai para pemangku kebijakan, aktivis, pendidikan, praktisi, guru, hingga orang tua. Diakibatkan karena apa akar masalah perundungan? Yaitu sekularisme kapitalisme, jika sudah demikian maraknya, jangan biarkan perundungan beranak-pinak di negeri tercinta ini.

Bahwa perundungan masih menjadi PR bagi pendidikan hari ini, federasi Serikat guru Indonesia (FSGI), mencatat sepanjang 2023 terjadi 30 kasus perundungan di satuan pendidikan. Adapun kasus perundungan di lingkungan sekolah paling banyak terjadi di sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP), dengan proporsi 25% dari total kasus. Jumlah ini meningkat sembilan kasus dari tahun sebelumnya, (Kompas 1/1 /2024).

KPAI mengungkapkan maraknya perundungan (bullying) terjadi karena faktor sebagai berikut;
Pertama, kondisi pengawasan, pembinaan, dan edukasi tentang bullying, kurang optimal dari satuan pendidikan.
Kedua, sebagian warga satuan pendidikan masih menganggap bullying adalah masalah biasa, seperti “kenakalan anak biasa.”karena anggapan ini perundungan masih dimaklumi dan dinormalisasikan. Mereka baru menyadari bahayanya jika terjadi kasus perundungan berupa intimidasi, ancaman, dan penganiayaan hingga meninggal, dan bunuh diri karena trauma dan depresi.
Ketiga, sistem pendidikan kurikulum dan praktik pembelajaran, belum optimal dalam merespon perubahan perilaku peserta didik, baik karena pengaruh lingkungan, atau media sosial.
Keempat, belum optimalnya implementasi regulasi pencegahan, dan penanganan kekerasan, pada satuan pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan satuan pendidikan.
Kelima, edukasi dan perhatian keluarga kepada anak berkurang, karena faktor ekonomi, kesibukan, dan broken home.

Mengurai akar masalah kasus perundungan, terus bermunculan selama akar masalahnya, tidak diurai dan diselesaikan dengan benar.
Pertama, paradigma dan tujuan pendidikan harus jelas dan gamblang.
Kedua, fungsi pengawasan, pembinaan dan edukasi seputar bullying sejatinya bukan hanya tugas sekolah dan guru saja. Akan tetapi, yang utama ialah tugas orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.
Ketiga, peran negara mandul.
Kemandulan ini di terindikasi pada dua hal;
1. Regulasi berasas sekuler, di satu sisi negara ingin generasi menjadi baik, tetapi di sisi lain membiarkan konten dan tayangan yang tidak mendidik bertebaran secara bebas.
2. Perangkat hukum yang tidak berefek jera, seperti UU perlindungan anak. Namun perangkat hukum ini, seperti tidak mempan mencegah bullying yang terus berulang.
Keempat, lingkungan yang tidak mendukung.

Hanya Islam solusi yang hakiki atas persoalan perundungan, namun ada tiga pihak yang harus bekerja dan bersinergi dalam menyelesaikan persoalan perundingan ini, tetapi tiga pihak ini tidak akan berjalan efektif dan optimal jika tidak disokong oleh ideologi yang benar, yaitu Islam yang diterapkan secara Kaffah.
Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam, dalam pendidikannya harus banyak dan berpengaruh, bukan sebagai pelengkap materi ajaran semata.
Kedua, kontrol dan pengawasan masyarakat dengan kewajiban berdakwah Amar ma’ruf nahi mungkar.
Ketiga, fungsi negara sebagai penjaga, dan perlindungan generasi dari berbagai kerusakan harus menyeluruh.
Negara harus melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal media porno dan kemaksiatan lainnya.
Negara adalah penyelenggara pendidikan, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas.

Negara juga akan menyediakan lapangan kerja, dan menciptakan kemudahan untuk mendapatkannya, seperti bantuan modal usaha, memberi sebidang tanah untuk dikelola, pelatihan keahlian tertentu, dan sebagainya. Semua ini dilakukan, agar para penanggung nafkah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik.

Demikianlah keseriusan sistem Islam, dalam mencegah kerusakan dan perundungan, tengoklah sejarah Islam yang sukses membangun peradaban manusia, secara gemilang selama 1.400 tahun lamanya, Insya Allah. Wallahua’lam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here