Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST
Hari ini, 17 Agustus 2020, Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 kemerdekaan. Momen yang menggelorakan semangat ini ditandai dengan pengibaran sang Merah Putih di rumah-rumah warga.
Tahun ini, perayaan HUT ke-75 RI digelar dalam suasana berbeda di tengah situasi Pandemi Virus Corona. Meski demikian, di media sosial, riuh semangat merayakan kemerdekaan RI sangat terasa. Setiap orang mengungkapkan makna kemerdekaan baginya, dengan berbagai cara, (Kompas.com)
Pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh rakyat, setiap kali Republik Indonesia merayakan hari kemerdekaannya, pencapaian apa yang telah diraih oleh Indonesia di umur yang sangat matang ini?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merdeka adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.
Apabila melihat pencapaian yang telah diraih oleh Indonesia saat ini, ada satu hal yang kita harus sadari bahwa hal tersebut sangat bertentangan dengan fakta yang ada. Jika, perekonomian Indonesia dikatakan baik, padahal faktanya utang luar negeri malah melambung tinggi. Terjadi kenaikan mencapai 5.366 triliun atau US$ 383.3 miliar dolar. Utang Indonesia secara keseluruhan naik 77 triliun (Idntimes.com/13/4/2019). Utang yang melilit mengakibatkan kesejahteraan menjadi utopis bagi rakyat.
Di samping tingginya impor dari luar negeri mengakibatkan harga pangan melonjak bahkan para pekerja dan buruh harus menelan pil pahit merelakan mata pencariannya gulung tikar dan terkena PHK.
Sementara mengenai pencapaian penurunan kemiskinan dan pengangguran hanya sebatas data ilusi, buktinya masih banyak rakyat merasakan kesengsaraan akibat tuntutan hidup yang semakin berat.
Kemiskinan dan ketidaksejahteraan menjadi bukti bahwa negara seolah lepas tangan, alih-alih membantu rakyat untuk memberikan lapangan kerja, malah diberikan kepada asing dan aseng. Tak terhitung lagi berapa aset negara yang dikelola dan dimiliki oleh asing dan aseng. Sebut saja tambang emas, batu bara, nikel, besi, tembaga, kelapa sawit, dan lain-lain. Tetapi lucunya pemerintah menganggap itu bukanlah suatu permasalahan ataupun ancaman dengan dalih hal tersebut bentuk dari investasi yang akan menguntungkan negara. Mereka lupa di sistem kapitalis liberal saat ini tidak ada makan siang gratis.
Kemudian, pelayanan kesehatan masih jauh dari kelayakan, bahkan iuran BPJS dinaikkan, banyaknya pasien ditolak dalam pelayanan kesehatan karena belum mempunyai BPJS ataupun belum melunasi iuran. Ironis ketika rakyat merangkak untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal, negara lepas tangan saling tuduh menuduh siapa yang bertanggung jawab atas ketidaklayakan pelayanan kesehatan.
Hal terburuk lainnya adalah merosotnya moral generasi, mereka telah terpapar infeksi virus sekularisasi yang mengakibatkan mereka bersikap hedonis dan apatis. Mereka tidak memiliki tujuan hidup yang benar, yang ada hannyalah bagaimana bisa memenuhi 4 f (food, fun, fashion, film). Kemudian banyaknya fenomena free sex, hamil di luar nikah, aborsi dan narkoba dan mengejar kesenangan semu yang tak ada batasnya bukan lagi keridaan Sang Pencipta. Hal ini semakin memperjelas pertanyaan sudahkah kita merdeka?
Namun, asing dan aseng semakin kokoh menancapkan cengkeraman hegemoni-hegemoninya di negeri ini dengan begitu lembut. Sajian yang disuguhkan menggiurkan sebagai imbalan para penguasa. Hal ini membuat mata, telinga, hati dan pikiran mereka tertutup dengan kenikmatan fatamorgana.
Tanpa sadar saat ini kita menjadi negara pembebek, mengikuti apa yang diinginkan oleh mereka, tidak mempertimbangkan nasib rakyat ataupun ancaman kedaulatan bagi negeri ini. Kebobrokan ini makin menguatkan tanya bahwa sudahkah kita merdeka? Sedangkan kita masih terjajah dari segala aspek kehidupan, terjajah dengan pemikiran yang diimpor dari luar. Sistem kapitalis yang berakidah sekularisme dan liberalisme tak bisa dipungkiri telah berhasil masuk dalam tiap aliran darah umat dan penguasa. Kerusakan, ketidakadilan, kehancuran, kezaliman yang terjadi inilah bukti nyata ketika hukum Allah dicampakkan.
Allah berfirman dalam Al-quran surat ar-Rumm ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Kemerdekaan yang hakiki
Mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT, itulah misi utama Islam. Itu pula arti kemerdekaan hakiki. Dalam pandangan Islam, kemerdekaan hakiki terwujud saat manusia terbebas dari segala bentuk penghambaan dan perbudakan oleh sesama manusia. Dengan kata lain Islam menghendaki agar manusia benar-benar merdeka dari segala bentuk penjajahan, eksploitasi, penindasan, kezaliman, perbudakan dan penghambaan oleh manusia lainnya.
Terkait misi kemerdekaan Islam ini, Rasulullah SAW pernah menulis surat kepada penduduk Najran. Di antara isinya berbunyi:
«… أَمّا بَعْدُ فَإِنّي أَدْعُوكُمْ إلَى عِبَادَةِ اللّهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ وَأَدْعُوكُمْ إلَى وِلاَيَةِ اللّهِ مِنْ وِلاَيَةِ الْعِبَادِ …»
…Amma badu. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia)… (Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, v/553).
Alhasil, Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan kepada sesama manusia sekaligus mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT. Islam datang untuk membebaskan manusia dari kesempitan dunia akibat penerapan aturan buatan manusia menuju kelapangan dunia (rahmatan lil alamin). Islam juga datang untuk membebaskan manusia dari kezaliman agama-agama dan sistem-sistem selain Islam menuju keadilan Islam.
Semua itu akan menjadi nyata jika umat manusia mengembalikan hak penetapan aturan hukum hanya kepada Allah SWT dan Rasul saw. Caranya dengan memberlakukan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Tanpa itu, kemerdekaan hakiki, kelapangan dunia dan keadilan Islam tak akan pernah bisa terwujud. Selama aturan, hukum dan sistem buatan manusia yang bersumber dari akal dan hawa nafsu mereka terus diterapkan dan dipertahankan maka selama itu pula akan terus terjadi penjajahan, kesempitan dunia dan kezaliman. Allah SWT telah memperingatkan hal itu:
﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴾
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (TQS Thaha [20]: 124).
Karena itulah Allah SWT memerintahkan kita semua untuk menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Penerapan hukum syariah Islam itu menjadi bukti kebenaran dan kesempurnaan klaim keimanan dan penghambaan mereka kepada Allah SWT (Lihat, antara lain: QS an-Nisa [4]: 65). Pada saat yang sama, Allah SWT mewajibkan penguasa untuk memerintah dengan menggunakan hukum-hukum syariah. Bahkan Allah SWT mensifati penguasa yang tidak memerintah dengan menggunakan hukum-hukum syariah sebagai kafir (QS al-Maidah [5]: 44), fasik (QS al-Maidah [5]: 47) atau zalim (QS al-Maidah [5]: 45).
Islam adalah mabda atau ideologi yang berlandaskan Alquran dan Sunah. Sudah saatnya kita membuang kapitalisme pada tempat sampah peradaban, agar tidak ada lagi pertanyaan “sudahkah kita merdeka?”. Karena dengan diterapkannya sistem Islam, maka Allah akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi bagi umatnya yang taat.
Ingatlah Firman Allah :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. ***
Wallahu a’lam bi ash-shawab