Oleh : Ummu Aziz
Covid 19 masih belum berakhir. Kasus Covid-19 di Indonesia akhirnya menembus angka 1 juta memasuki bulan ke-11 sejak kasus pertama diumumkan.
Berdasarkan data yang dirilis Pemerintah per 26 Januari 2021, dengan penambahan 13.094 kasus harian baru, maka total yang terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia mencapai 1.012.350 kasus dengan masih 16.3526 kasus aktif dan 28.468 yang meninggal dunia. Indonesia juga menjadi negara pertama di ASEAN yang tembus 1 juta kasus Covid-19.
Penderita Covid semakin menunjukkan naiknya kurva di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Sumsel khususnya wilayah Palembang dan Prabumulih. Anggota DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli menilai, pengawasan dan penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid 19) di provinsi dan kabupaten kota di Sumsel utamanya Kota Palembang terbilang lemah.
Hal itu menyebabkan Sumsel menjadi salah satu provinsi tertinggi kasus Covid-19 secara nasional, sedangkan kota Palembang berada di status zona merah Covid-19.
Menurutnya, Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan oleh pemerintah pusat tidak maksimal diterapkan pemerintah daerah. Sehingga Kota Palembang kembali zona merah. Contohnya, kata Syaiful, ketika sekolah tatap muka dilarang, kegiatan keagamaan di masjid dibatasi, tetapi mall masih dibuka, pesta-pesta yang digelar tidak dikawal ketat dan tak jarang kata dia, ada pesta yang tidak menerapkan protokol kesehatan (sumselupdate.com/22 Januari 2021).
Sementara itu warga Palembang sendiri tampaknya sudah begitu terbiasa dengan kondisi ini, terbukti dengan mereka yang berolahraga di Kawasan Kambang iwak dengan menggunakan masker, dengan jumlah kerumunan yang padat.
Walau berbagai kebijakan, strategi dan upaya penanggulangan Covid-19 sudah ditempuh mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB proporsional, hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tetapi kasus positif Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Tentulah setelah menembus angka 1 juta lebih membuat Indonesia harap harap cemas. Walau jumlah ini masih di bawah negara-negara lain di dunia misalnya Amerika dan Brasil serta di Asia masih dibawah India, Turki, dan Iran, tetapi jumlah 1 juta kasus menjadi sinyal bahwa berbagai kebijakan, strategi, dan upaya yang ditempuh selama ini belum mampu sepenuhnya mengimbangi kecepatan penyebaran virus.
Menanggapi jumlah kasus Covid-19 ini, saatnya pemerintah harus lebih konsisten dengan kebijakan yang diambil dalam penanggulangan Covid-19 ini.
Jika di awal penyebaran Covid-19 Pemerintah terlihat gamang dan tidak konsisten dalam upaya menekan laju penyebaran Covid-19, maka saat ini hal itu tidak boleh lagi terjadi.
Karena dalam islam pemimpin adalah raa’in. Sebagaimana yang disabkan oleh baginda Rasulullah SAW. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Islam Menjadi Solusi
Maka sebaik-baik sistem hidup adalah sistem Islam, dimana penyelesaian masalah yang diambilnya berdasarkan dari dasar yang jelas yaitu Al-Qur’an dan as Sunnah bersumber dari Sang Khalik.
Pandemi Covid-19 hampir serupa dengan wabah Tha’un Amwas yang pernah terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab. Upaya yang dilakukan oleh Umar ra. ini tegolong berhasil dalam menangani wabah saat itu.
Tentu saja keberhasilan bisa dicapai karena semua dilakukan berdasarkan aturan Sang Khalik, bukan dengan membuat kebijakan yang sembrono buatan akal manusia.
Langkah awal yang di lakukan Khalifah Umar bin Khattab adalah melakukan karantina wilayah dan meninggalkan tempat wabah. Kebijakan ini diambilnya bersasarkan apa yang telah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ajarkan. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari).
Urgensi diberlakukannya karantina wilayah (lockdown) sedini mungkin, salah satunya adalah penyebaran wabah hanya di daerah yang telah terdampak, tidak masuk ke daerah lain. Sehingga masyarakat yang tidak berada dalam daerah wabah tetap dapat melakukan aktivitasnya secara normal. Dengan begitu, krisis ekonomi, pangan dsb. dapat diminimalisir.
Selain itu agar tidak terjadi kelaparan maka khalifah harus selalu menjaga stok pangan, ketika keadaan normal maupun pandemi, semua tetap stabil. Jika terjadi kelaparan hal ini dapat diminimalisir.
Ketika lockdown telah diberlakukan, maka khalifah harus menjamin kebutuhan pangan rakyatnya. Dalam pemenuhan tersebut, khalifah dapat membeli produksi pertanian lokal atau swasta sebagai cadangan negara selama wabah.
Bisa kita lihat pemerintah Indonesia sekarang ini tidak siap dengan pemberlakuan lockdown, maka hasilnya rakyat yang menjadi korban. Rakyat kecil harus berjuang sendiri di tengah pandemi.
Berbagai kebijakan pemerintah tidak memberikan solusi tuntas justru menambah masalah baru. Sebaliknya penguasa sibuk dengan pencitraan dan proyek-proyek para pemilik modal.
Dengan demikian, penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam bingkai Daulah Khilafah akan menjadi solusi terbaik bagi segala problematika kehidupan. Terlebih masa pandemi seperti saat ini.
Negara pengemban Kapitalisme seperti USA telah nampak tak berdaya mengatasi pandemi. Maknanya, sistem hidup buatan manusia (baca: kapitalisme) tidak mampu mengatasai problematika hidup manusia secara tuntas.
Sementara itu, terbukti sistem Islam telah berhasil eksis selama kurang lebih 13 abad dan menebar rahmat bagi seluruh alam. ***
Wallahu a’lam bishawab.