Oleh : Diana Wijayanti
Sumatera Selatan memang ptovinsi yang “seksi” bagi para kapitalis. Sumber daya alamnya melimpah, baik sumber pangan maupun energi.
Ditambah lagi berbagai infrastruktur yang belum memadai membuat daerah ini membuka diri sebagai daerah yang ramah investor baik asing maupun aseng. Salah satunya adalah pembangunan pelabuhan internasional Tanjung Carat, Kabupaten Banyuasin Sumsel.
Titik koordinat lapaknya telah ditetapkan, langsung menghadap ke Selat Bangka, tak jauh dari muara Sungai Musi. “Ground breaking-nya akan dilakukan pada 2021 juga, dan ditargetkan selesai 2023,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, usai meninjau lapak calon pelabuhan itu, Sabtu (20/2/2021).
Pemprov Sumsel sendiri sebenarnya sudah membuat pelabuhan baru di Tanjung Siapi-api namun pelabuhan ini dirasa masih belum memadai karena kapal-kapal besar tidak bisa masuk karena di perairan dangkal.
Oleh karena itu, akan dibangun Pelabuhan lagi yang bertaraf internasional. Tanjung Carat nantinya juga akan mudah diakses.
Jaraknya sekitar 90 km dari Kota Palembang, dan nantinya bisa ditempuh lewat jalan tol yang terkoneksi dengan jalan tol Trans Sumatera. Pemerintah juga tak harus pusing dengan urusan pembebasan lahan, karena lahan seluas 461 hektar sudah disediakan oleh Pemprov Sumsel, dan akan menjadi bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api-Api yang sedang dikembangkan.
Sementara biaya yang diperlukan untuk membangun pelabuhan baru itu sekitar Rp 2,4 triliun, pada tahap satu. Pemerintah tahun ini telah mengalokasikan Rp 300 miliar untuk memulainya. Pembiayaan di tahap berikutnya, menurut Menteri Budi Karya, bisa dari pemerintah pusat, dan bisa juga bersumber dari investasi swasta.
Saat ini, PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) tengah melakukan feasibility study (FS) untuk pengembangan pelabuhan laut dalam tersebut. Nantinya, lanjut Budi, pengembangan pelabuhan tersebut juga akan digarap dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Asian Development Bank (ADB) siap menggelontorkan Rp 1 triliun untuk tahap ini. Hal ini disampaikannya dalam rapat bersama DPRRI, pada 5/9/2020 lalu.
Sudah tepatkah keputusan Pemerintah dalam membangun Infrastruktur?
Tentu ini yang harus dikritisi, baik dari sisi prioritas pembangunan infrastruktur maupun pembiayaannya. Kesesuaian dengan kebutuhan rakyat dan kemampuan untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat.
Pembangunan seyogianya dilakukan jika memang sangat mendesak dibutuhkan oleh masyarakat agar kehidupan mereka semakin membaik. Tentu kurang tepat jika orientasi pembangunan hanya berbasis pada kepentingan para investor maupun korporasi.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Gubernur Sumatera Selatan, bahwa pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat sangat penting bagi pengangkutan migas, batu bara, karet, dan minyak sawit yang menjadi produk unggulan Sumatera Selatan.
Tentu saja sangat mengutamakan pengangkutan produksi perusahaan besar seperti perusahaan migas Conoco Phillips dan Repsol, perusahaan batu bara, perusahaan perkebunan milik PT Mitra Ogan anak PT Rajawali Nusantara Indonesia, dan lain-lain.
Sementara masyarakat sejatinya sangat membutuh jalan yang memadai, lebar dan mulus tidak berlobang tanpa bayar. Rakyat juga butuh air bersih yang murah dan memadai. Pun listrik dan jaringan internet, yang mendesak saat pandemi.
Harusnya tidak terjadi viralnya jalan rusak sehingga warga bisa nangkap ikan di jalan berlobang di Kecamatan Karang Dapo, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan. Juga jalan rusak di Kelurahan Batukuning, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), yang kondisinya rusak parah sangat membahayakan rakyat namun anggaran tidak ada.
Pembangunan infrastruktur seperti inilah yang semestinya diprioritaskan Pemda Sumsel untuk dibangun agar masyarakat tidak menjadi korban. Baik terkena ISPA akibat debu, kecelakaan maupun hilangnya nyawa.
Jangan sampai pembangunan infrastruktur ini akhirnya mangkrak akibat tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Sudahlah biaya mahal malah membebani rakyat.
Seperti halnya proyek bombastis LRT Kota Palembang yang telah menelan biaya kurang lebih 10 Triliun, akhirnya hanya untuk Selfi dan wisata sesaat, tidak mampu dirasakan rakyat.
Belum lagi biaya operasionalnya, ternyata sangat bermasalah. Antara pemasukan dan dan pengeluaran tidak sebanding.
Suhendra Ratu Prawiranegara pernah mengungkap biaya operasional LRT Palembang mencapai Rp 10 miliar per bulannya. Tidak sebanding dengan pendapatannya yang hanya Rp 1,1 miliar per bulan.
“Artinya ada minus lebih kurang Rp8,9 miliar yang harus disubsidi negara. Ini bukti kesalahan perencanaan pemerintahan Jokowi dalam membangun infrastruktur,” kata Suhendra, sebagaimana pernyataan pers Media Center Prabowo-Sandi, Senin (11/02/2019) lalu.
Pembangunan infrastruktur seperti ini bikin meringis karena tekor alias buntung. Apakah kejadian serupa akan berulang?
Pembangunan Bombastis Saat Krisis
Proyek pembangunan pelabuhan tentu bukan receh namun bombastis karena butuh dana yang tidak sedikit. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus dan pelabuhan internasional Tanjung Carat Tanjung Api Api Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan diperkirakan mencapai Rp 45 triliun.
Kedua pembangunan itu memang membutuhkan dana cukup besar karena merupakan proyek strategis, kata Direktur Utama PT Sriwijaya Mandiri Sumsel IGB Surya Negara di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (4/1/2018).
Sementara, per akhir November 2020, dari catatan Kemenkeu, penerimaan negara hanya mencapai Rp1.423 triliun, sementara belanja negara adalah Rp2.306,7 triliun. Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 membukukan defisit Rp 883,7 triliun atau 5,6% persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Posisi utang pemerintah pusat per akhir November 2020 berada di angka Rp5.910,64 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,13 persen. Bisnis.com, (5/1/2021).
Dengan posisi keuangan negara yang sangat kritis seperti ini maka bisa dipastikan pembiayaan infrastruktur akan ditempuh dengan utang. Pastinya dengan beban bunga yang sangat besar.
Sudahlah keuangan negara babak belur ditambah harus membayar bunga makin membuat meringis. Bisa-bisa kedaulatan negara tergadai akibat jebakan utang ini.
Sebagaimana negara Sri Lanka yang membangun Pelabuhan Hambantota dengan utang ke China. Akhirnya negara ini gagal melunasi kewajibannya dalam mengembalikan dana pembangunan pelabuhan.
Pelabuhan itu dibangun pada tahun 2008 dengan bantuan dana segar dari China sebesar US$ 361 juta (Rp 5 triliun). Di 2016, Colombo akhirnya menyerahkan pelabuhan itu kepada perusahaan China untuk mengelolanya dan akan memindahkan angkatan laut negara itu ke wilayah yang sudah dikuasai Beijing itu, membuka peluang bagi China untuk menguasai gerak-gerik tentara Sri Lanka.
Selain itu, bagi Beijing, ini merupakan hal yang menguntungkan untuk memperluas pengaruhnya di kawasan Samudera Hindia dan sedikit demi sedikit menggeser India sebagai patron di kawasan itu.
Begitulah nasib bangsa yang terjebak utang, bagaimana dengan di akhirat? Tentunya siksanya lebih pedih bro.
Utang riba ternyata tidak hanya merugikan manusia di dunia namun juga membawa dosa diakhirat. Sebagai seorang muslim maka sudut pandang Islam dalam memandang utang juga penting dipahami.
Utang yang berbunga ternyata telah Allah SWT haramkan sejak 14 abad silam. Allah SWT berfirman yang artinya :
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah : 275)
Kegoncangan ekonomi dan dahsyatnya siksa neraka dijanjikan Allah SWT pada pelaku riba baik individu maupun negara. Inilah yang seyogianya menjadi perhatian para penguasa agar menghentikan praktik riba.
Belum lagi dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Maka tidak ada kata lain bagi negeri ini kecuali stop membangun infrastruktur yang belum mendesak dibutuhkan rakyat, terlebih dibiayai dengan cara utang berbunga lagi. Sungguh pembangunan infrastruktur bombastis saat krisis, hanya bikin meringis.
Wallahu a’lam bish shawab.