
Oleh : Tyas Ummu Amira
Belakangan ini dunia sosmed digegerkan dengan viralnya akun Aisha Wedding Organizer, pertama kali diketahui publik lewat cuitan @SwetaKartika di Twitter. Dengan misi yang diusungnya yakni dengan ajakan menikahi anak berusia minimal 12 tahun. Setelah mencuat dan menjadi trending topik di media online, akun ini mendapatkan kecaman dan kritikan dari berbagai pihak salah satunya PPPAI.
Dilansir dari Merdeka.com, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah pernikahan dini. Bintang yakin, dengan adanya dukungan yang penuh dari masyarakat dan kementerian lainnya, maka permasalahan perempuan dan anak, termasuk pernikahan dini bisa ditekan jumlahnya.
“Ketika kita ada gerakan bersama dan bersinergi bersama, saya yakin permasalahan bangsa bisa kita selesaikan lebih baik lagi. Tentunya tidak terlepas dari dukungan media,” kata Bintang saat media gathering KemenPPPA, Kamis (11/2/2021).
Senada, dikutip dari Kementan PPN Bapebenas mengatakan bahwa, untuk memastikan akses universal terhadap informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi (kespro), terutama untuk perempuan dan anak, Pemerintah Indonesia bersama United Nations Population Fund (UNFPA) telah menandatangani Rencana Aksi Program Kerja Sama atau Country Programme Action Plan (CPAP) 2021-2025 senilai USD 27,5 juta. Sebagai koordinator pelaksana, Kementerian PPN/Bappenas akan menjabarkan CPAP 2021-2025 menjadi rencana program tahunan yang akan dilaksanakan kementerian/Lembaga, termasuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Dalam Negeri, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, (29/1/2021).
Melihat fakta diatas jika kita cermati dengan seksama akun Wo Aisha wedding ini sengaja mencuri perhatian publik, di tengah wabah pandemi yang tak kunjung usai. Di satu sisi juga berusaha mendeskridetkan ajaran Islam dan mengkampanyekan stigma negatif akan pernikahan usia dini.
Dengan ini lagi-lagi masyarakat dibuat pobhia terhadap ajaran Islam. Sebab terprovokatif isu akun tersebut, sehingga seolah -olah memfasilitasi pernikahan anak usia dini dan menyerang syariat Islam. Menggangap bahwa pernikahan usia dini menciderai hak anak, merupakan tindakan pedofil dan sejenisnya.
Hal ini lantaran pandangan masyarakat dalam kacamata sekuler, mereka tak memahami makna hukum syariat yang sesungguhnya khususnya dalam hal pernikahan. Dalam prespektif faham sekuler jelas memisahkan antara kehidupan dengan aturan agama. Jadi hukum atau batasan syariat tak dibuat acuan untuk menjalani semua aktivitas kehidupanya. Sebab faham ini muncul dari hasil jalan tengah atau kompromi, sehingga kehidupan mereka sesuai dengan hawa nafsu semata tanpa di landasi aturan dari sang pencipta.
Ketika dibuat berdasarkan hawa nafsu, aturan tersebut tidak memiliki arah yang benar. Misalnya saja, di satu sisi mempermasalahkan nikah pernikahan dini, sementara di sisi lain kurang serius memberantas pergaulan bebas.
Minimnya pemahaman batasan interaksi dengan lawan jenis, sehingga menjamurnya kasus angka kehamilan di luar nikah, aborsi, serta kekerasan seksual dan sejenisnya. Ditambah dengan canggihnya teknologi praktik human trafiking dan prostitusi online pun marak dan banyak diminati. Akankah negeri mayoritas muslim terbesar ini menganggap zina menjadi biasa seakan legal?
Alhasil yang terjadi ialah kerusakan dan kedzaliman, dimana tidak ada batasan pergaulan laki-laki dan perempuan. Munculah propoganda barat tentang perempuan adanya keseteraan gender, feminisme, sex bebas, serta prostitusi. Kenapa semua ini bisa terjadi, tidak lain karena aturan Allah tak lagi di pakai dalam kehidupan, semua dilakukan berdasarkan pemikiran dan keinginan manusia.
Sehingga dengan ini umat Islam tak memahami hukum syara’ seutuhnya khususnya pernikahan. Jadi wajar jika terjadi gagal faham di tengah masyarakat, sebab tak dilandasi akidah yang kuat serta dangkalnya pemahaman tentang hukum Islam.
Lantas bagaimana dalam prespektif Islam mengenai pernikahan dini?
Berbeda dengan prespektif faham sekuler, Islam mempunyai seperangkat hukum syariat secara deatail khususnya dalam pernikahan. Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan Rasulullah SAW sebagaimana dalam sabda beliau: “Menikah adalah sunnahku, barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat) (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).
Menikah adalah salah satu jalan yang diridhoi Allah untuk menyalurkan naluri nau'( melestarikan keturuan). Dimana naluri itu sudah ada dalam diri setiap manusia yang fitrah untuk dipenuhui. Kemudian dalam pernikahan juga ada ketentuan atau kaidah – kaidah syara’ yang harus di taati, sehingga menikah bukan hanya saja melampiaskan naluri nau’ saja tapi juga menyempurnakan setengah agamanya serta memiliki visi misi untuk membangun rumah tangga sesuai syariat Islam.
Tidak ada ketentuan usia pernikahan dalam Islam untuk perempuan dan laki – laki. Sebaliknya, justru banyak dalil yang menunjukkan kebalikannya misalnya pernikahan Rasulullah Saw dengan Ummul Mukminin Aisyah. Di dalam Shahih Muslim dituturkan sebuah riwayat dari Aisyah, beliau berkata: ”Rasulullah SAW menikahiku pada usiaku yang keenam. Dan beliau tinggal serumah denganku pada usiaku yang kesembilan.” (HR. Muslim).
Abu Fuad dalam penjelasan Kitab Sistem Pergaulan dalam Islam (2017) menyimpulkan hadits tersebut sebagai berikut: Pernikahan seorang gadis yang masih kecil (belum baligh) dapat dilakukan tanpa harus mendapatkan izinnya.
Dibolehkan bagi seorang ayah menikahkan putrinya sebelum menginjak usia baligh. Al-Muhallab berkata: Para ulama telah sepakat bahwa seorang ayah boleh menikahkan putrinya yang masih kecil dan perawan, kendati belum dapat digauli.
Menurut Islam, nikah muda tidak menjadi masalah jika syarat dan rukun nikah dipenuhi dan tidak ada pelanggaran hukum syara’ di dalamnya. Bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut, bukan untuk main-main atau hanya untuk melampiaskan hawa nafsu belaka.
Apalagi di tengah zaman modern saat ini banyak stimulus dari berbagai media masa, cetak dan visual yang membangkitkan naluri nau’nya tanpa dibarengi dengan akidah kuat dan pendidikan sex yang tepat. Sehingga banyak kawula muda yang melanggar batasan – batasan pergaulan dengan lawan jenis.
Dalam konsep Islam, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam memberikan pendidikan seks bagi anak-anak kita.
Seksualitas adalah anugerah Allah Subhanahu wa taala agar manusia dapat mengemban misi hidupnya tanpa mengalami kepunahan.
Sejak dini anak dihindarkan dari tayangan atau informasi yang berbau pornografi dan pornoaksi. Membiasakan izin masuk kamar orang tua sejak usia dini.Memberikan informasi yang tepat sesuai perkembangan anak (termasuk sesuai usia anak) tentang proses reproduksi dan kesehatan reproduksi. Menanamkan unsur keimanan kepada anak dalam setiap jawaban yang kita berikan untuk pertanyaan mereka. Memahamkan anak tentang konsep pendidikan dan pergaulan Islam.
Demikianlah konsep pernikahan dalam Islam menjunjung tinggi hukum syariat secara kaffah untuk membetengi akidah umat serta menjaga kemuliaan generasi Islam selanjutnya. Semua itu perlu peran negara untuk dapat menerapakan hukum – hukum Allah sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara yang bersumber di dalam Al Quran dan As Sunnah.
Waallahu’lam bishowab….


