Rabiul Awal Telah Berlalu, Apakah Hanya Sebatas Peringatan?

0
251

Oleh: Hj. Padliyati Siregar ST

Peristiwa Maulid Nabi SAW adalah momentum penting bagi umat Islam untuk mengenang lahirnya sosok manusia termulia penerang kehidupan. Pencahaya langit dan bumi. Penunjuk jalan hidup. Dia mengangkat manusia dari kegelapan kehidupan menjadi cahaya tingginya peradaban kehidupan.

Tentu kenangan kelahiran beliau bukan sekadar nostalgia masa lalu, reuni spiritual. Justru momentum ini kita jadikan untuk memperkuat girah perjuangan, semangat jihad dalam menegakkan kalimat Allah SWT. Dengan kembali mengenang kelahiran Rasulullah, akan terbayang bagaima jerih-payah perjuangan beliau dengan para sahabat dalam merintis dan menata peradaban Islam.

Namun sangat di sayangkan Peringatan Maulid Nabi Saw. telah terjebak dalam rutinitas tahunan dan terkungkung dalam acara seremonial belaka. Akibatnya, efeknya pun kurang terasa.

Boleh dikatakan, Peringatan Maulid Nabi Saw. saat ini gagal membangkitkan kembali kesadaran dan semangat keagamaan serta ruh jihad kaum muslim, sebagaimana yang pernah dicapai pada masa kejayaan Islam berabad-abad yang lalu.

Sudah seharusnya Peringatan Maulid Nabi SAW setiap tahun, di dalamnya kita diingatkan kembali tentang pentingnya meneladani Rasulullah SAW. Sayang, ajakan untuk meneladani Rasul SAW sering bersifat parsial. Kadang hanya fokus pada aspek akhlak pribadi beliau saja. Padahal jelas, Rasulullah SAW wajib diteladani dalam semua aspeknya. Tak terkecuali Peran Muslimah dalam menata peradaban dengan peran strategisnya sebagai seorang ibu pencetak generasi.

Tidak ada satu pun agama, selain Islam, yang mengerti nilai berharga seorang mukminah. Hanya Syariat Islam yang memberi kedudukan bergengsi, yakni sebagai ibu.

Ia menjelaskan, tidak ada agama selain Islam yang memuliakan perempuan sedemikian rupa, dengan menetapkan pakaian yang melindunginya, para mahram yang menjaganya, serta para wali yang mengurusi segala kebutuhannya.

Tentu saja kemuliaan muslimah itu akan didapatkan ketika mengikuti apa yang Allah dan Rasul Nya tetapkan.
Ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang menyebutkan bahwa perempuan adalah pemimpin di dalam rumah suaminya.

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Sebagai hamba Allah yang mencontoh Rasulullah, maka dari hadis tersebut ada dua peran perempuan, yakni sebagai ummu dan rabbatul bayt. Sebagai ummu, ia menjalankan fungsi reproduksi dan edukasi sesuai fungsi yang dilekatkan Allah kepadanya. Oleh karena itu, setiap orang menjalani proses dilahirkan oleh ibunya dan dididik hingga baligh.

Tentu saja seorang muslimah dalam hal mencontoh kepemimpinan, maka ketika ingin mempersiapkan generasi pemimpin dan pejuang agama Allah, ibunya pun harus memiliki visi kepemimpinan yang kuat.

Ini karena mendidik adalah mentransfer hal-hal yang dipahami orang tuanya, khususnya ibunya. Ibunya bukan hanya memberikan teori, tetapi juga secara nyata memberi contoh hal-hal yang ia lakukan sebagai pejuang agama Allah yang ia jiwai dalam hidupnya.

Hanya saja, dalam sistem kapitalisme sekularisme kaum feminis menyebut Islam mengekang perempuan karena menjadikan peran perempuan adalah ummun wa robbatul bayt.

Hal ini memang dihembuskan kalangan feminis yang memiliki maksud tertentu. Sebenarnya mereka paham betul bahwa masa depan bangsa dan generasi sangat tergantung bagaimana para pemimpinnya itu dididik.

Maka ketika seorang perempuan dikurangi porsi mendidik anaknya, sebagaimana standar kapitalisme bahwa perempuan itu dikatakan produktif ketika bisa menyumbang Gross National Product, maka semestinya sebagai muslimah tidak ikut-ikutan menggunakan standar

Jadi, pada akhirnya mau tidak mau ada juga wanita yang berat meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga. Karena memang tidak cukup. Jadi, tidak bisa diselesaikam secara individu, tapi butuh solusi sistemis.

Padahal sejatinya , itu akan menyebabkan anak-anaknya kurang mendapat pendidikan. Terlebih pada kondisi saat ini, sangat berat mendididik anak-anak agar tidak terbawa arus liberalisasi, sekularisme, dan di rumah juga tidak aman. Walaupun sebenarnya tempat paling aman itu di rumah, yakni berada di dekat ibunya yang dengan kasih sayangnya akan concern mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak saleh dan salihah.

Dengan visi kepemimpinan yang kuat dari sang ibu, akan ada target-target pendidikan bagi anak hingga mencapai balig.

Pada saat balig, anak sudah terkena taklif hukum sehingga dengan pendidikan dari ibunya, ia sudah paham mana yang wajib dan yang haram. Namun, pertanyaannya bagaimana jika itu belum sampai ke anaknya? Padahal, ibunya menjadi inti atau yang utama, dan nantinya akan dihisab, dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.

 

Kasih Sayang dan Pendidikan

Untuk itu para muslimah, harus benar-benar sadar bahwa dirinya adalah mashna’ atau pabriknya pemimpin melalui sentuhan kasih sayang dan pendidikan.

Ibu adalah madrasatul ula yang mendidik anak-anaknya sejak awal untuk pembentukan karakternya. Sedangkan, jika anak sudah bersekolah, maka sekolah hanya mengembangkan dan menambah pengetahuan yang akan memperluas pola pikirnya.

Selain itu, dalam mendidik, ibu juga perlu ilmu dan proses yang terus didalami. Kesadaran ini hendaknya tidak bagi yang sudah tercerahkan saja, tetapi bagi banyak lagi yang lain yang belum paham.

Tentu saja ketika berbicara generasi, kita tidak hanya ummu bagi anak kita, tetapi kita adalah ummu ajyal (ibu generasi). Untuk itu kita harus sadarkan, kemiskinan anak-anak yang banyak terjerumus harus disadarkan.

Muslimah walaupun di rumah saja,bukan berarti tidak bisa cerdas. Dengan kecerdasan dan wawasan yang luas bisa mengambil peran dalam dakwah.

Momen Maulid adalah “Reminder”

Sesungguhnya Peringatan Maulid Nabi Saw. bukan sekadar kegiatan seremonial dan rutinitas tahunan yang akan berlalu begitu saja tanpa memberikan perubahan sosial dan politik kepada umat Islam.

Momentum Peringatan Maulid Nabi Saw. hendaknya memberikan bekas dan pengaruh yang nyata dalam memperbaiki masyarakat menuju umat terbaik (khaira ummah), sebagaimana firman Allah SWT:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)

Hanya dengan itulah umat Islam dapat meraih kembali kemuliaannya yang hakiki, yang hakikatnya memang hanya milik mereka. Mahabenar Allah Yang berfirman,

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS Munafiqun: 8). ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here