Oleh : Ummu Misyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa Pandemi Covid-19. Pasalnya, APBN mengalami pelebaran defisit sehingga membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari utang.
“Kenapa kita harus menambah utang, seolah-olah menambah utang menjadi tujuan. Padahal, dia (utang) adalah merupakan instrumen whatever it takes, untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita,” ujarnya dalam acara Bedah Buku Mengarungi Badai Pandemi, Sabtu (24/7).
Bendahara negara menjelaskan APBN menanggung beban yang luar biasa selama Pandemi Covid-19. Di satu sisi, belanja negara melonjak untuk penanganan kesehatan, pemberian bantuan sosial kepada masyarakat terdampak, bantuan kepada dunia usaha, dan lainnya.
Lagi-lagi, demi menanggulangi Pandemi Covid-19, menjadi alasan terbaik pemerintah untuk berutang kembali. Tentu mereka akan katakan semua demi rakyat dan negara. Apakah benar menambah utang untuk rakyat? Atau malah sebaliknya!
Karena hal ini publik mempertanyakan utang yang terus bertambah dan mengancam kemandirian negara dimana Indonesia selalu terjerat dengan utang namun macet dalam pembayaran sehingga alasan Menkeu utang untuk selamatkan warga tidak sejalan dengan kebijakan keuangan yang obral insentif untuk BUMN hingga investasi.
Padahal di masa pandemi banyak ratusan warga yang terkena dampak buruk baik pada aspek , kesehatan, pendididkan, perekonomian bahkan samapai pada kebutuhan pokok.
Jadi tidak heran jika publik menilai pemerintah mengambil momen pendemik sebagai jalan perbanyak utang yang tidak memeberi efek manfaat bagi publik akan tetapi akan berefek kepada penyelamatan ekonomi kapitalis atau korporasi masyarakat.
Inilah bentuk lepas tanggung jawab negara dalam mengurusi urusan masyarakat. Kesalahan kebijakan penambahan utang maupun prioritas alokasi anggaran negara karena basis ekonomi kapitalisme. Sebab dalam sistem perekonomian kapitalisme sumbur keuangan utama adalah pajak dan utang.
Padahal sudah menjadi konsekuensi jika utang keluar negeri sudah menjadi rahasia umum seperti IMF sama saja semakin menambah hegemoni untuk mencekram perekonomian di dalam negeri karena di balik utang tersebut ada konsekuensi yang harus dilibatkan.
Di antaranya secara politik, negeri yang berutang lebih lemah. Karena, negara-negara yang pemberi utang akan memudah untuk memeras negeri yang akan menjadi umpan dalam memperkuat perekonomian mereka.
Abdurrahman al-Maliki dalam buku Politik Ekonomi Islam menuliskan, utang luar negeri untuk pendanaan proyek adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri muslim. Sebab, seluruh kebijakannya akan disetir oleh negara yang memberikan utang.
Maka dari itu, jelaslah, mengambil utang tidak akan membawa pada peningkatan kekayaan. Justru yang terjadi adalah ketundukan terhadap dominasi negara penjajah.
Sudah saatnya kita beranjak pada sistem yang lahir dari wahyu Allah yaitu sistem Islam dimana APBN dalam sistem Islam yang disebut Baitulmal, telah terbukti kuat dan stabil. Pendanaan proyek-proyek pembangunan dalam Khilafah tidak bersumber dari utang dan pajak, melainkan dari tiga pos penerimaan yang sudah ditetapkan syariat: Pos fai dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos sedekah.
Inilah aturan Islam yang datang dengan begitu komplitnya, semata untuk menyelesaikan seluruh problem umat manusia.
Wallahubissawab ….