Kliksumatera.com, PALEMBANG- Ratusan massa yang tergabung dalam Sriwijaya Corruption Watch mendatangi Kantor DPRD Sumsel Senin, (24/8/20).
Kedatangan mereka tak lain dan tak bukan untuk meminta kepada DPRD Sumsel agar dapat menengahi persoalan konflik agraria di wilayah RT 29 Mekarsari Kelurahan Pulokerto Kecamatan Gandus Palembang. Yakni, masalah antara warga sebagai pemilik kebun dengan oknum yang bernama Tan Eng Hok dan Abdullah Syahab.
Direktur Eksekutif Sriwijaya Corruption Watch M. Sanusi, AS, SH. MM ketika menyampaikan orasinya, menyampaikan bahwa berdasarkan pasal 33 ayat 3 undang undang dasar 1945 yang berbunyi bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
”Di sini kami membawa persoalan rakyat yang terjadi di wilayah RT. 29 Mekarsari yang diduga telah terjadi penyerobotan tanah lahan kebun milik warga yang diduga dilakukan oleh oknum yang bermaksud menguntungkan diri sendiri maupun golongan tertentu,” ujar Sanusi.
Menurut Sanusi, sekitar awal bulan September 2013 ada sekelompok orang yang menerbangkan drone diduga di atas lahan warga. Lalu, datanglah sekelompok orang yang diduga melakukan pengukuran dan memasang patok-patok batas tanah di tengah kebun warga yang diduga merupakan orang suruhan dari oknum yang bernama Tan Eng Hok dan Abdullah Syahab hingga saat ini diduga masih terjadi penyerobotan tanah lahan kebun milik warga dan penebangan pohon karet dan lainnya yang masih produktif tanpa izin dari pengelola lahan.
Kemudian SCW juga meminta kepada Kepala Kantor ATR/BPN Kota Palembang untuk menolak melakukan pengukuran serta penerbitan sertifikat apabila ada oknum yang bernama tersebut yang lokasinya berada di sekitar wilayah tersebut dikarenakan diduga alas haknya tidak jelas
”Setelah itu, kami juga meminta agar dihentikan penyerobotan tanah warga di wilayah RT 29 Mekarsari Kelurahan Pulokerto Kecamatan Gandus Palembang karena warga tersebut memiliki alas hak yang jelas dan telah diusahakan selama bertahun tahun,” tegas Sanusi lagi.
Menurut pengakuan warga Mekarsari bernama Muhammad Syech ketika diwawancarai usai melakukan aksi di DPRD Sumsel, bahwa yang bersangkutan memiliki alas hak berupa segel tahun 1960 kemudian pengoperan haknya melalui notaris Wahid Hasyim tahun 1992 yang ada bukti segelnya.
Segel ini atas nama Win Tohir dengan Ali Komar yang dijual kepada Hadi Suyono kemudian dilakukan pengoperan haknya melalui notaris wahid hasyim lalu ketika dikonfirmasi kepada Notaris Wahid hasyim menurut Muhammad Syech yang langsung berbicara kepadanya bahwa akte tersebut palsu.
Kemudian dirinya juga pernah mengajukan gugatan ke PN Palembang untuk mempertanyakan apakah sudah terdaftar akte yang dikeluarkan oleh Notaris Wahid Hasyim ke PN Palembang. Lalu masih menurut Syeh dijawab lah oleh pihak pengadilan bahwa akte tersebut belum terdaftar di PN Palembang.
Lalu dari informasi tersebut, pengoperan akte dari Wahid Hasyim ini dapat kuasa dari ahli waris Hadi Suyono yang katanya Tan Eng Hok mendapat kuasa yang luas lahannya 168 hektar dengan tapal batas Lebong Andong, Talang Kemang Gandus.
”Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa jarak Lebong Andong dengan lokasi yang kami miliki kurang lebih 4 kilometer. Jadi kalau memang oknum tersebut memiliki lahan menurut kami itu salah objek tanah dan tempat. Kemudian kami juga sempat menemui RT 18 Kecamatan Gandus Palembang bahwa Lebong Andong itu lebih dekat jaraknya dengan kami Pak. Jarak antara lebong andong dengan kami kurang lebih 4 kilometer karena lahan yang kami miliki ini cukup strategis dan bagus maka diduga oknum tersebut menyerobot lahan kami ini,” tuturnya.
Pada tahun 2014 Abdullah Syahab melalui ahli warisnya membeli tanah tersebut senilai 8 miliar rupiah yang pengoperan haknya masih notaris Wahid Hasyim. Dengan perihal berdasarkan akte pengoperan tanggal 25 Mei 1992, yang dibuat oleh Wahid Hasyim SH MKn.
”Kami berharap kepada DPRD Sumsel agar dapat menengahi persoalan konflik agraria ini dengan bertindak adil dan jangan sampai rakyat kecil seperti kami ini dizholimi,” tandasnya.
Sementara Itu, Wakil Ketua DPRD Sumsel H. Muchendi Mahzareki mengatakan, DPRD Sumsel hari ini menerima laporan dari LSM SCW tentu pengaduan yang hari ini disampaikan oleh SCW tentang konflik lahan di RT 29 Mekarsari diterima. ”Kita sebagai wakil rakyat yang ada di DPRD Sumsel akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hari ini oleh Lsm SCW. Kita sudah mengagendakan dan membuat jadwal agar dalam waktu dekat ini bisa ada mediasi dan kita dengarkan apa yang jadi permasalahan di Pulokerto tersebut,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar menambahkan bahwa Komisi I DPRD Sumsel siap membantu untuk memediasi persoalan konflik agraria ini namun asalkan kedua belah pihak sama sama memiliki alas hak yang jelas dan telah sepakat untuk melakukan mediasi bersama.
Laporan : Andrean
Editor/Posting : Imam Ghazali