Kliksumatera.com, PALEMBANG- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik Ketua Bawaslu Prabumulih dengan tiga perkara di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Jumat (9/8/2019) lalu.
Tiga perkara tersebut adalah 193-PKE-DKPP/VII/2019, 194-PKE-DKPP/VII/2019 dan 195-PKE-DKPP/VII/2019.
Ketiga perkara ini memiliki Teradu yang sama, yaitu Ketua Bawaslu Kota Prabumulih Herman Julaidi.
Ia diadukan oleh tiga orang yang berbeda untuk masing-masing perkara di atas, yaitu Supandi (Nomor Perkara 193-PKE-DKPP/VII/2019), Anisatul (194-PKE-DKPP/VII/2019) dan Amri Amasita (195-PKE-DKPP/VII/2019).
Dalam pokok aduan, Herman diadukan karena diduga tidak menindaklanjuti laporan yang dibuat oleh Pengadu terkait politik uang pada 26 April 2019.
Sikap tersebut diduga karena berhubungan dengan pencalonan istri Herman yang maju sebagai calon legislatif DPRD Kota Prabumulih dari Partai Golkar yang tidak diketahui banyak pihak karena tidak dipublikasikan. Herman pun membantah semua dalil di atas.
Menurutnya, memang benar Supandi, Pengadu Nomor 193-PKE-DKPP/VII/2019, membuat laporan kepada Bawaslu Kota Prabumulih.
Namun, menurutnya laporan ini tidak dibuat pada 26 April 2019, melainkan 2 Mei 2019.
Ia menegaskan, dirinya tidak mengirim surat pemberitahuan kepada Supandi mengenai tidak diregistrasi laporan yang dibuatnya.
“Yang benar adalah saya berkirim surat kepada Supandi mengenai pemberitahuan tentang status laporan adalah pada tanggal 6 Mei 2019,” kata Herman.
Bantahan juga diberikannya terkait tudingan yang menyebutkan bahwa dirinya tak pernah mempublikasikan atau mengumumkan pencalegan, istrinya, Fitria Mardaleta, dalam Pileg 2019.
Menurut Herman, ia pernah membuka hal ini pada saat Rapat Pleno yang diadakan di Kantor Bawaslu Kota Prabumulih, 26 November 2018.
“Telah diadakan Rapat Pleno mengenai Pemberitahuan yang menyatakan bahwa istri saya Fitria Mardaleta SH. adalah seorang calon legislatif dari partai golkar nomor urut 3 daerah pemilihan Prabumulih Utara-Cambai yang dihadiri serta ditandatangani oleh Komisioner Bawaslu Kota Prabumulih,” ujarnya.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Prof. Muhammad selaku Ketua majelis bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Selatan sebagai anggota majelis, yaitu Anisatul (unsur masyarakat), Hepriyadi (unsur KPU) dan Junaidi (unsur Bawaslu).
Sementara itu, Kuasa hukum dari pelapor Maiwan Kaini SH, ketika diwawancarai usai sidang kode etik mengatakan pihaknya menyambut baik dengan digelarnya sidang perdana kode etik Ketua Bawaslu Prabumulih, Ini dirinya berharap agar majelis hakim dapat memberikan Sanksi Tegas kepada Ketua Bawaslu terkait pelanggaran Politik Uang yang terjadi di sana.
‘’Kami berharap agar majelis hakim dapat memberikan sanksi yang setegas-tegasnya kepada terlapor, hal tersebut terbukti dari keterangan saksi yang ada di persidangan,’’ ungkapnya.
Veronica, nama samaran yang merupakan saksi dari pelapor mengungkapkan pada saat persidangan bahwa pada malam tanggal 17 April lalu, dirinya didatangi oleh orang yang tak di kenal di rumahnya sembari mengeluarkan amplop yang berisikan uang sebesar 400 ribu rupiah lalu mengeluarkan contoh kertas suara yang sudah ada foto dan nama calon legislatif yang mau minta di pilih. “Tolong pilih saya besok” ujarnya sambil menunjukkan uang dan kertas suara tersebut.
Laporan : Winarto/Ril
Posting : Imam Ghazali