Oleh: Ria Ummu Mush’ab al Ayyubi
Kebakaran hutan yang melanda Sumatera dan Kalimantan mengakibatkan bencana kabut asap di wilayah itu. Akibatnya, banyak sekolah ditutup dan sejumlah bandara menunda penerbangan.
Tampak kabut asap pekat melayang di atas Pulau Kalimantan sehingga kualitas udara dinyatakan sangat berbahaya.
Salah satu bencana yang rutin mengunjungi sebagian wilayah negara kita adalah kabut asap. Kabut asap sendiri menandakan bahwa tingkat polusi udara sudah tidak biasa.
Banyak hal yang bisa memicu kemunculan kabut asap. Di kota-kota besar, sumber utama pembentuk kabut asap adalah asap kendaraan bermotor dan industri. Sementara, bencana kabut asap yang menimpa sebagian Sumatera dan Kalimantan umumnya disebabkan oleh pembakaran lahan. Umumnya, kejadian ini muncul pada saat musim kemarau tiba.
Kabut asap merupakan jenis polusi udara yang dihasilkan dari campuran beberapa gas dan partikel yang bereaksi dengan sinar matahari. Gas-gas yang terlibat dalam proses ini adalah karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO2), sulfur oksida (SO2), senyawa organik volatil (VOC), dan ozon. Sementara itu, partikel-partikel yang terdapat dalam kabut asap adalah asap itu sendiri, debu, pasir, dan serbuk sari.
Warga terpapar kabut asap semakin hari semakin banyak mengungsi. Hal itu disebabkan, karena kabut asap tak kunjung hilang, dan udara tidak sehat hingga berbahaya.
Akibatnya banyak warga mengeluhkan sesak napas, batuk filek, mual, dan juga pusing-pusing. Korban didominasi kalangan anak-anak. Sampai saat ini dikonfirmasikan, jumlah yang mengungsi terus bertambah.
Mengenai kebakaran hutan yang di duga melibatkan sejumlah perusahaan turut berkontribusi yang beroperasi di Indonesia.
Sebanyak empat perusahaan berlokasi di Kalimantan Barat (Kalbar), sementara satu perusahaan di Riau.
Ada empat, PT Hutan Ketapang Industri (asal) Singapura di Ketapang, PT Sime Indo Agro (asal) Malaysia di Sanggau, PT Sukses Karya Sawit (asal) Malaysia di Ketapang, dan PT Rafi Kamajaya Abadi di Melawi ini yang disegel. Itu yang di Kalbar.
Kabut asap yang semakin pekat membuat warga semakin sulit menghirup udara bersih. Tentunya harus ada pihak yang bertanggung jawab di balik musibah ini.
Sudah sangat jelas, akibat dari musibah ini adalah tangan manusia sendiri, dan sudah semestinya hal ini bisa membuat manusia kembali ke jalan yang benar, seperti yang Allah firmankan, “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” TQS: Ar-Ruum (30:41).
Allah SWT sebagai Sang Kholiq telah memperingatkan, musibah ini sebagai akibat dari tidak diterapkannya syariat Islam secara kaffah, dan ini juga akibat dari penerapan sistem kapitalis yang memberikan jutaan hektar lahan pada pihak swasta (pemilik modal).
Allah SWT mengajak agar kita sebagai hamba-Nya untuk kembali ke jalan yang diridhoi-Nya, ke jalan Islam (agama yang Allah ridhoi), jadi solusi dari semua ini adalah kembali ke dalam Islam secara kaffah.
Lalu bagaimana Islam mengatasi masalah kabut asap ini? Islam bisa mengakhiri secara tuntas masalah kabut asap ini dengan melalui 2 (dua) pendekatan.
Pertama, pendekatan tasyiri (hukum). Islam menetapkan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum (milik seleluh rakyat), Rasululloh SAW bersabda : “Kaum muslim berserikat dalam 3 (tiga) perkara, yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Sebagai milik umum, hutan haram dikonsensi kepada swasta, baik individu maupun perusahaan. Pengelolaan hutan sebagai milik umum harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, dengan menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan kelestarian hutan.
Kedua secara ijra’I, pemerintah harus melakukan langkah-langkah manajemen dan kebijakan tertentu dengan menggunakan IPTEK mutakhir serta memberdayakan para ahli dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan dampak kebakaran yang terjadi.
Untuk itu semua hanya bisa dilakukan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam institusi daulah khilafah a’la minhaj nubuwwah. Jadi sudah jelas dan tegas, solusinya dari Sang Kholiq, kembalilah kedalam Islam secara kafffah untuk meraih ridho Allah SWT, untuk mewujudkan Islam Rahmatan Lil a’lami. Wallohualam bishowab. ***